Senin, 12 April 2010

KEPEMIMPINAN KYAI DI PESANTREN (bagian pertama)


KERANGKA EFISTEMOLOGI KEPEMIMPINAN DALAM PESANTREN
A. Pendahuluan
Dalam sebuah organisasi, pelaksanaan tugas-tugas oleh pekerja terpangaruhi oleh kepemimpinan seorang pemimpin. Kepemimpinan yang lemah dapat dipastikan menghambat dalam operasional kegiatan, dan sebaliknya kepemimpinan yang kuat mendongkrak prestasi bawahan serta kegiatan dalam pencapaian tujuan. Kepemimpinan yang baik menciptakan iklim yang kondusif tercapainya tujuan bersama.
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin dalam memimpin suatu kelompok, baik terorganisasi maupun tidak. Peranannya sangat penting, mengingat pemimpin adalah sentral figur dalam kelompok tersebut. Pemimpin menjadi barometer keberhasilan kelompok dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemberian motivasi, pengawasan sehingga tercapainya tujuan-tujuan bersama dalam kelompok tersebut.


Dengan demikian, kepemimpinan yang baik dapat meningkatkan kemampuan bawahan untuk menunjukan kualitas kerja secara maksimal, sehingga pencapaian tujuan dapat dilakukan secara efesien dan efektif. Pemimpin, dalam kepemimpinannya menampilkan beragam model dan gaya yang akhirnya akan mengklasifikasikan pemimpin tersebut ke dalam tipe-tipe kepemimpinan tertentu.
Seseorang menjadi pemimpin merupakan perwujudan dari tiga teori dasar, antara lain karena keturunan, kejiwaan dan lingkungan. Pendapat pemimpin terlahir karena keturunan merupakan pandangan tradisional yang menilai bahwa bakat seseorang dalam memimpin merupakan warisan darah dari leluhurnya. Sedangkan kepemimpinan seseorang karena kejiwaan, merupakan pendapat yang lahir bahwa kepemimpinan dapat dibentuk sesuai dengan kejiwaannya. Sementara itu pendapat kepemimpinan dari lingkungan merupakan perwujudan dari kebutuhan terhadap adanya pemimpin dalam suatu lingkungan, kelompok atau organisasi.
Dalam Islam, kepemimpinan dan adanya peran pemimpin merupakan fitrah. Kondisi ini terlahir sebagai akibat dari beragamnya kemampuan, kehendak, kemauan, fikiran, sifat, dan lain-lain pada masing-masing manusia. Selanjutnya dijelaskan keadaan ini melahirkan orang yang menjadi pemimpin dari sejumlah orang yang lebih banyak. Terlahirnya sosok-sosok yang menjadi pemimpin ini karena kemampuannya dalam mewujudkan kepemimpinan.
Allah berfirman dalam Al Quran (An Nisa: 1) menjelaskan tentang proses lahirnya pemimpin sebagai berikut:

Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari satu diri (Adam). Dan daripadanya Allah menciptakan istrinya (Hawa). Dan dari keduanya Allah mengembangbiakan banyak laki-laki dan perempuan. Bertakwalah kepada Allah dimana kalian saling pinta meminta sesama kalian (dengan mempergunakan nama-Nya) peliharalah hubungan kasih sayang (antara kalian). Sesungguhnya Allah itu adalah pengawas kalian (Depag. RI 1989).

Nawawi berpendapat bahwa kepemimpinan seseorang dalam suatu kelompok, dapat terlahir karena tidak sengaja, maupun disengaja. Ketidaksengajaan antara lain karena kondisi juga kualitas pribadinya yang secara nyata memiliki kelebihan dibandingkan rekan-rekannya yang lain. Kepemimpinan akibat kondisi, seperti seorang suami yang menjadi pemimpin bagi istri dan keluarganya. Sedangkan karena kelebihan yang dimiliki, seperti seorang yang memiliki kelebihan dan kemampuan dalam bidang agama, maka secara langsung dia diakui sebagai pemimpin.
Kyai, sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan keilmuan dalam bidang agama (Islam) maka ia menjadi pemimpin bagi umat. Kepemimpinan yang terlahir karena kualitas pribadi maka dalam kepemimpinananya akan menampilkan kharismatika yang dominan. Keadaan ini persis seperti yang diungkapkan Weber bahwa kepemimpinan kharismatik ini lebih banyak terlihat dalam bidang keagamaan. Selain itu, kepemimpinan dengan tipe ini banyak terdapat dalam situasi masyarakat yang tradisional, yang memiliki homogenitas tinggi, baik dalam budaya, pandangan hidup, maupun gaya hidup. Homogenitas ini menciptakan kesadaran kolektif, kebersamaan gaya hidup, dan tidak ada pembagian kerja intra personal.
Kondisi kepemimpinan yang disengaja dapat dilihat pada pengangkatan seseorang karena kebutuhan untuk menjadi pemimpin dalam suatu organisasi. Misalnya Menteri, Gubernur Rektor, Dekan, Direktur, Panglima dan lain-lain. Kondisi ini memaksa seseorang untuk menerima beban tanggungjawab sebagai pemimpin bagi suatu kelompok. Kepemimpinan yang timbul dari pengangkatan ini bagi Weber dalam Sukamto merupakan kepemimpinan yang rasional. Maksudnya ialah dalam gaya kepemimpinannya terikat oleh norma dan aturan baku dalam kelompok.
Di dalam Islam telah digariskan bahwa setiap diri adalah pemimpin (minimal untuk dirinya sendiri) dan untuk kepemimpinannya ia dituntut untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, tidak hanya kepada manusia tapi juga kepada Allah SWT. Untuk itu memahami akan makna tanggung jawab sebagai seorang pemimpin yang harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya adalah substansi utama yang harus dipahami terlebih dahulu oleh seorang calon pemimpin agar amanah atau tugas yang diserahkan kepadanya tidak disia-siakan begitu saja.

Ketahuilah, bahawa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggungjawab terhadap yang dpimpinnya, maka sebagai amir (pemimpin) yang memimpin manusia yang banyak adalah sebagai pemimpin yang bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya, dan seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia akan bertanggungjawab terhadap mereka, seroang istri adalah pemimpin di rumah, ia bertanggungjawab terhadap suami dan anak-anaknya, seorang hamba ialah pemimpin dalam menjaga harta tuannya. Ketahuilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan akan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.(Al Hadist).

Selanjutnya Rasulullah menggariskan bahwa seorang pemimpin itu harus melayani dan tidak meminta untuk dilayani, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah:

“Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka”

Al-Qur’an sebagai pedoman utama bagi umat Islam telah memberikan kriteria- kriteria tertentu sebagai landasan akhlak bagi seorang pemimpin.Menurut perspektif Al-Qur’an ciri motif pimpinan adalah: Mencintai kebenaran, dapat menjaga amanah dan kepercayaan orang lain, ikhlas dan memiliki semangat kepribadian, baik dalam pergaulan masyarakat, dan bijaksana.
Kepemimpinan kyai, dalam dakwah sangat penting. Sosoknya yang menjadi panutan bagi umat, mesti mampu menempatkan dirinya sebagi figur yang benar-benar menjadi teladan. Keberadanya yang diyakini sebagai pewaris para nabi, menjadikan dirinya untuk mengikuti jejak nabi dalam berdakwah, yaitu menjadi teladan bagi umatnya. Kondisi ini sesuai juga dengan pesan Allah dalam QS, 16: 125 yaitu,

Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dengan contoh yang baik. Dan berdebatlah dengan baik…

Pemberian contoh dengan baik merupakan langkah yang tepat dalam upaya Dakwah bagi kaum awam. Mereka lebih mudah menerima contoh dan menirunya daripada diajak berpikir secara logik dan falsafi yang lebih cocok untuk mereka kaum terpelajar.
Dengan demikian, maka prasyarat utama untuk menjadi pemimpin yang baik dalam upaya Dakwah ialah memahami secara komprehensif tentang Risalah (Islam) yang dibawa Nabi Muhammad. Pemahaman yang mendalam, membawa kepada sikap yang bijaksana dalam memilih metode dan materi yang tepat untuk disampaikan terhadap objek yang tepat pula. Kepemimpinan kyai dalam pengelolaan sebuah pesantren sebagi lembaga Dakwah, juga tidak lepas dari kualitas pribadi dan kemampuannya untuk memahami kondisi dan situasi di mana dia memimpin. Di pesantren yang terdiri dari kyai muda, santri-santri yang belajar serta komunitas masyarakat sekitarnya menjadi bagian integral dalam wilayah kepemimpinannya. Dengan demikian maka kepribadiannya menjadi acuan bagi jemaah yang dipimpinnya. Dengan tidak membedakan asal, usia, dan perbedaan lainnya dalam jemaah tersebut.
Hal inilah yang menjadikan Karsidi Diningrat menilai bahwa kepemimpinan kyai terkatagorikan kepemimpinan tidak resmi, meskipun ia berada dalam lembaga pesantren, namun kedudukannya tersebut lebih terlahir karena pengakuan masyarakat disekitarnya.
Saat ini, dimana dunia berkembang dengan pesat dan kegiatan manusia terkotak kotak dalam satuan-satuan organisasi, demikian pula halnya dengan kegiatan Dakwah yang dituntut untak dilakukan secara organisasional. Peran kepemimpinan kyai sebagai pemimpin dalam organisasi pesantren berpengaruh terhadap keberhasilan pesantren itu sendiri dalam melahirkan kader-kader baru sebagai penerus subjek Dakwah, maupun meningkatkan pemahaman keagamaan umat.

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar: