Minggu, 04 Juli 2010

Analisis Semantik terhadap Konsep Nisaa dalam al Quran

Pendahuluan
Al Quran secara khusus berbicara tentang wanita, dan menggunakannya sebagai tema sentral bahasan dalam sebuah surat. Hal ini menunjukan perhatiannya yang notabene menjadikan Islam sebagai agama yang tidak hanya menampilkan maskulinitas dalam ajarannya. Akan tetapi juga bukan berarti Islam dengan rujukan sentralnya al Quran sekaligus sebagai ajaran yang feminin. Adanya ungkapan-ungkapan dan penjelasan tentang wanita, dalam hal ini lebih memperlihatkan suatu upaya mendudukan suatu perkara secara proporsional.


Tradisi memaknai ungapan-ungkapan Al Quran dalam Islam sudah dimulai semenjak Quran itu sendiri diturunkan. Tradisi pemaknaan ini dari waktu ke waktu terus mengalami upaya-upaya yang pada dasarnya diharapkan akan menemukan makna-makna hakiki yang diinginkan Quran, yang notabene merupakan kalam Allah. Suatu tawaran baru dalam dunia interpretasi makna ialah analisis semantik. Analisis semantik ialah suatu metode dalam memaknai suatu perbedaan bahasa dengan mengurai secara komprehensif selain dalam tinjauan struktur kalimat, rasa bahasa, juga unsur filosofi dan historis bahasa tersebut dan dalam tataran antropologis serta sosiologis.
Dengan analisis semantik ini diharapkan dapat menemukan suatu pemahaman yang komprehensif dan holistik mengenai penggunaan lafadz nisaa dalam Quran ketika menunjukan objek perempuan.

Semantik Dalam Tinjauan Teori
Dalam Grolier Universal Ensyclopedi, volume 17 (1970: 195) diterangkan bahwa kata semantik berasal dari bahasa yunani. Akar katanya adalah sema, yang dalam bahasa inggris diartikan sign. Echol dan Shadily dalam kamus Inggris-Indonesia (1996 :526) menerjemahkan sign kedalam bahasa Indonesia dengan tanda, gelagat, jejak, isyarat, dan lampu yang dalam bentuk kata kerja transitif diterjemahkan dengan menendatangani, membubuhi, dan menaruhkan.
Sementara itu Aminuddin menilai bahwa semantik yang bermula dari bahasa yunani itu mengandung makna to signify. Ia menerjemahkan to signify dengan memaknai (1988: 15), yang menurut M. Echol dapat berarti menandakan, memberitahukan, dan berarti. Dari yang telah diungkapkan berdasarkan keterangan tadi, semantik tetap sebagai sebuah istilah yang memiliki makna etimologis sebagai makna untuk mencari asal usul sebuah kata.
Lepas dari wacana semantik sebagai kata yang memiliki makna etimologis, iapun memiliki pengertian istilah yang banyak digunakan dalam khazanah keilmuan bahasa atau lebih dikenal dengan linguistik yang secara popular dinyatakan sebagai ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau lebih tepat lagi sebagai telaah ilmiah mengenai bahasa manusia (Choer, 1994 :1). Atau semantik merupakan istilah dalam bidang linguistik yang memperlajari hubungan atau tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, dengan kata lain suatu bidang disiplin ilmu dalam linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa. Maka disini terdapat banyak definisi yang diberikan dalam berbagai keterangan tentang arti terminologi semantik. Diantaranya definisi yang diberikan Webster tentang arti terminologi semantik dalam kamus lengkapnya, Webster’s new Dictionary pada edisi keduanya, menurut Webster, semantik merupakan studi ilmiah (the scientific study) tentang hubungan antar sign (tanda) atau simbol (lambang) dengan apa yang orang-orang artikan atau mereka tunjukan selain itu. Sedangkan Izutsu berpendapat bahwa semantik adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci atau suatu bahasa denagn suatu pandangan yang pada akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir tetapi lebih penting lagi pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya (Izutsu,1997:3). Dengan demikian semantik dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang makna, sebagai bagian dari tiga tatanan analisis bahasa yakni gramatika, fonologi dan semantik (Choer, 1995: 2).
Ditinjau dari lingkupannya, semantik memiliki bidang kajian yang cukup luas, mengingat kedalamannya yang melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa yang berkenaan dengan filsafat, psikologi, antropologi dan sosiologi. (Djajasudharma, 1993: 3).

Metode Analisis Semantik Dalam Pemaknaan Al-Qur’an
Penggunaan anlisis semantik dalam memaknai al Quran terdiri dari beberapa metode, diantaranya seperti dalam tinjauan Parera yang dikutip dari Pateda (1990: 49) terdiri dari 4 metode antara lain:
  1. Analisis medan makna, yaitu salah satu sistem dalam semantik yang menggambarkan bagian kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.
  2. Analisis komponen, yaitu penguraian unsur-unsur yang bersama-sama membentuk makna kosakata tertentu.
  3. Analisis kombinatorial, yaitu suatu upaya dalam sanalisis semantik yang megkaji secara khusus kombinasi unit-unit makna serta distribusi kosakata.
  4. Analisis hubungan antara makna, yaitu proses akhir stetalah melalui 3 tahapan sebelumnya yang tidak terlepas dari teori makna seperti referensial, mentalistik, kontekstual dan pemakaiannya.

Sementara itu Rodiana (1995: 50) hanya mencakupkannya ke dalam 3 metode saja yaitu:
a.Analisis Medan Semantik
Beberapa langkah-langkah penting yang dapat digunakan ketika menggunakan analisis Medan semantik dalam pemaknaan alquran, antara lain:
  1. Mengumpulkan terma-terma yang terlibat dalam kajian.
  2. Mengklasifikasikan kosakata utama, medium dan pinggiran.
  3. Menghubungkan dengan medan-medan semantik yang lain.
b. Analisis komponen Semantik
Langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam penggunaan analisis komponen semantik ini antara lain:
  1. Mengkaji penekanan makna tertentu dalam setiap kosakata dalam berbagai konteks gramatis.
  2. Mengambil kesimpulan atas komponen makna dari berbagai tendensi makna dalam kosakata yang dikaji.
c.Analisis Kombinasi Semantik
Aplikasi yang dikonstruksi antara lain:
  1. Menyimpulkan makna inti.
  2. Menyimpulkan pokok-pokok pikiran dari ajaran, pembicaraan ayat dengan berbagai konteks munasabahnya.
  3. Menghubungkan pokok-pokok ajaran dengan sub Bab tema.
  4. Menyusun sub-sub tema tersebut secara sistematis dalam sebuah bahasa yang utuh.

Analisis Semantik Terhadap Lafadz An Nisaa Dalam Al Quran
Kata Nisa dengan berbagai bentuknya seperti niswatun, nisaakum, nisaana, nisaahum, nisaukum nisaihim,dan nisaihina diulang sebanyak 59 kali dalam al quran, dan penggunaan kata tersebut untuk mewakili objek perempuan. Meskipun kadang-kadang diungkapkan dalam konteks yang satu sama lain berbeda.
Seperti yang beberapa diantaranya dikutipkan dengan tendensi berbeda berikut:

1.Tentang wanita haidh dan keadaanya, Al- Baqarah: 222
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : “Haidh itu adalah kotoran´. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh….(QS. Al-Baqarah: 222)

2.Tentang perempuan dengan ketentuan dalam iddah, Al-Baqarah: 235;
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Ath-Thalaq: 1 dan 4.
1. Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.. (4) Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

3.Tentang wanita sebagai perhiasan, Al- Imran: 14
Dijadikannya indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepaada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading.(QS. Ali-Imran: 14).

4.Tentang kedudukan Maryam sebagai wanita yang suci, Al- Imran: 42
Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, Sesungguhnya Allah Telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).

5.Nisa dalam pengertian perempuan sebagai bagian dari proses regenerasi manusia, An-Nisaa: 1.
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang satu (sama), dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An- Nisa: 1)

6.Nisaa dengan hak memperoleh mahar dalam perkawinan, An- Nisaa: 4
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…(QS.An Nisa :4).

7. Tentang hak wanita dalam pewarisan, An-Nisaa: 7
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu- bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya. (QS. An-Nisaa: 7)

8.Tentang kecendrungan berbuat keji, An Nisaa: 15
(terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikan). (QS. An-Nisaa: 15)

9.Tentang posisi wanita sebagai barang /benda pusaka dimasa jahiliyah, An Nisaa: 19.
Hai Orang-Orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa. (QS. An-Nisaa: 19)

10.Nisa dalam arti seperti perempuan pada umumnya dapat berkarir atau berkarya, An-Nisaa: 32.
Karena) bagi laki-laki dianugerahkan hak (bagian) dari apa yang diusahakan,
dan bagi perempuan dianugerahkan hak (bagian) dari apa yang diusahakannya
(QS.An Nisa: 32)

11.Tentang posisinya dalam bidang keluarga/rumahtangga yang dipimpin suami, An Nisaa: 34
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). (QS. An-Nisaa: 34)

12. Fitrah manusia laki-laki maupun wanita sebagai makhluk yang lemah dalam penindasan, An- Nisaa: 75, dan 98
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) Orang-Orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak. (QS. An-Nisaa: 75)
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). (QS.An-Nisaa: 98)

13. Wanita dan peraturan mengenai hak-haknya, An Nisaa: 127
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. (QS. An-Nisaa: 127)

14. Tentang potensi wanita dalam syahwat (libido). A’raaf: 81, dan An Naml :55
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita. (QS. Al-A’raf : 81)
Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? (QS.An-Naml: 55)

15.Tentang wanita yang dianggap tidak membahayakan kedudukan/status quo Firaun, Al A’raaf: 141, dan Mumin: 25
Dan (Ingatlah hai bani Israil). Ketika kami menyelamatkan kamu dari (Fir’aun) dan kaumnya. Yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. (QS. Al-A’raf : 141)
Maka tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi kami mereka berkata: ³Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka ³. (QS. Al-Mu’min: 25)

16.Tentang wanita yang suka menggosip. Yusuf [12]: 30; Al Hujuraat [49]: 11
Dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata."

Ayat ini menjelaskan potensi wanita yang suka menggosipkan keadaan rekannya, tetapi juga menunjukan potensinya untuk berbuat keji—wanita yang dijadikan objek gunjingan—dengan keadaanya yang menggoda bujangnya (Yusuf) diluar suaminya.
Hai orang-orang beriman janganlah, suatu kaum mengolok- olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan janganlah wanita- wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan). Al Hujuraat [49]: 11

17. Tentang kemungkinan wanita menjadi saksi, memberi kesaksian dalam putusan hukum. Yusuf [12]: 50
Raja berkata: ³bawalah ia padaku.´ Maka tatkala utusan itu dating kepada Yusuf, berkata Yusuf: ³kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya sebagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya, sesunggunya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.(QS.Yusuf: 50)

18. Nisa dalam pengertian sebagai perempuan yang memiliki potensi untuk taqwa,Al-Ahzab: 32.
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa (QS. Al Ahzab: 32).

Bila dilihat dari komponennya, lafadz Nisaa yang terhimpun dalam ayat-ayat tersebut memiliki penekanan makna kepada wanita dalam pengertian umum. Sebagai contoh dalam QS Ath-Thalaq ayat 1 dan Al- Ahzab ayat 32. Dalam ayat tersebut meskipun ungkapan Allah untuk isteri Nabi menggunakan lafadz Nisaa, namun maknanya tetap mengacu kepada keumuman, yakni isteri nabi seluruhnya (isteri-isteri) yang menurut Allah akan berbeda dengan wanita lain jika bertakwa. Hal ini menunjukan bahwa isteri-isteri nabi pada dasarnya sama dengan wanita pada umumnya dan penggunaan lafadz ini memang menunjukan hal tersebut. Jadi tendensi makna Nisaa ialah mengacu kepada pengertian wanita pada umumnya, siapapun dia, dimanapun dia, beriman atau tidak.
Sedangkan bila dilihat dari kombinasinya, makna inti dari Nisaa adalah perempuan, dan pokok ajaran dari ayat-ayat yang dikutip ialah tentang peran wanita dan hak-haknya. Lafadz Nisaa digunakan dalam konteks yang menekankan tentang bias gender antara wanita dengan laki-laki dalam segala aspek. Dengan demikian maka Nisaa dapat dimaknai sebagai wanita yang memiliki hak-hak dan derajat yang sama dengan laki-laki.

Kesimpulan
Dari analisis semantik terhadap ayat-ayat yang dihimpun tesebut, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan lafadz nisaa menunjukan objek perempuan dengan segala peran dan kedudukannya.
  1. Dalam bidang sosial, wanita, sebagaimana halnya manusia yang lain memiliki peluang dan hak yang Sama dalam berkarir dan mendapatkan imbalan atas yang diupayakannya. Menjadi objek hukum baik menjadi saksi, penuntut maupun objek penderita atas putusan hukum.
  2. Secara kodrati—natural—wanita memiliki aspek-aspek berbeda dengan pria, seperti perannya sebagai pasangan pria—termasuk hal-hal yang menyangkut libido--,melahirkan, mengalami siklus haidh, menjadi perhiasan—sesuatu yang dibanggakan—bagi suaminya.
  3. Secara psikologis wanita cendrung didominasi perasaan yang membawa dirinya kepada perbuatan keji (ingkar) dan karena ini pula mereka memiliki kecendrungan untuk membanding-bandingkan keadaanya dengan yang lain dan menganggap dirinya paling baik.
  4. Dalam aspek religius, wanita memiliki peluang yang sama untuk meningkatkan kadar ketaqwaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin (2001) Semantik “Pengantar Studi Tentang Makna´ Sinar Baru Al- Gensido Bandung.
Choer Abdul (1995) Linguistik Umum, Rineka Cipta, Jakarta
Fatimah Djajasudharma (1993) Semantik I Pengantar ke Arah I lmu Makna, PT Eresco, Bandung
Aan Radiana (T.t) Teori Makna Dan Teori Penafsiran. Makalah
Toshiko Izutsu (1997) God and Man in the Koran: Semantik of the Koranic Weltanschauung, Alih bahasa: Relasi Tuhan Dan Manusia “Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur’an”, PT. Tiara Wacana Yogya, jogyakarta
Parera, DJ (1990) Teori Semantik, Erlangga, Jakarta

Tidak ada komentar: