Selasa, 10 Mei 2011

Seputar Menulis

Sejak tahun 2009 saya berbagi dengan teman teman penyuluh tentang tulis menulis baik yang agak serius dengan judul mentereng Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah maupun dengan gaya yang lebih ringan. sepanjang itu pula saya banyak berguru kepada mereka (karena saya sendiri bukan  berarti jago dalam bidang ini, cuma senang saja). Banyak sudah (dan mungkin masih akan bertambah) kesempatan untuk berbagi pengalaman ini dengan teman-teman penyuluh agama baik ketika saya harus menyampaikannya dalam acara Diklat di Tempat Kerja  (DDTK) maupun ketika mereka yang dipanggil ke Balai Diklat Keagamaan Bandung.

Diantara hal-hal yang saya temukan teman-teman kita ini sering menganggap kegiatan ini (menulis) sebagai kegiatan yang berat, menjemukan, tidak menguntungkan, serta beberapa label negatif lainnya. Namun demikian bukan berarti tidak ada yang berminat, semuanya berminat, cuma persoalan bagaimana memulai. Saya kira ini yang menjadi bagian permasalahannya. Disamping itu beberapa penyuluh ada juga yang sudah sering mengasah keterampilan ini melalui media yang ada (Media Pembinaan) maupun dalam aktifitas berinternet ria melalui FB atau Blog pribadi (saya salut dengan ini dan memesankan untuk terus dilanjutkan).

Menghadapi permasalahn ini saya secara ringan sering menganjurkan menulis itu sama saja dengan berbicara, yakni MENGUNGKAPKAN GAGASAN. Bukankah otak kita tidak pernah berhenti memproduksi gagasan, hanya persoalan habituasi saja. Mungkin selama ini penyuluh sering dianggap sebagai orator an-sich, padahal ada potensi lain yang belum diasah (dan sama pentingnya ) dengan kemampuan ceramah.

Jadi, bagaimana memulainya? jawabannya TULIS SAJA. Saya katakan menulis sama dengan mempertajam kemampuan, dalam bahasa nomenklaturnya Pengembangan Profesi. Jadi ini dapat menjadi bagian dari motivasi awal. Hal berikutnya, menulis sama dengan mengikat Ilmu. Bukankah kita berguru kepada para ulama terdahulu melalui kitab-kitab yang mereka susun? Dapat kita bayangkan apabila Nabi Muhammad tidak melakukan revolusi kebudayaan dari bertutur kepada tulisan di masanya maka Islam mungkin tidaklah sepesat itu perkembangannya. Dengan bercermin dari spirit surat al Alaq, umat Islam mestinya bangkit dan membangun budaya tulisan sebagai sebuah kemestian agama dan menjadi amalan yang utama. Jadi, dengan menulis para penyuluh juga berarti memperluas cakrawala media penyuluhan dari lisan ditambah dengan tulisan. Lebih jauh, jika semakin sering menulis, maka kemampuan ini akan semakin terasah dan berarti membuka peluang memperoleh tambahan pendapatan dengan produksi buku.

Ada pertanyaan lain yang cukup sering terlontar. Haruskah setiap tulisan dimulai dari judul? Saya jawab Tidak Selalu. Judul mungkin saja ditentukan belakangan setelah tulisan jadi.

Mana Mungkin? Mungkin saja, gagasan kita pada dasarnya dapat mengalir dengan lancar selama tidak ada hambatan hambatan lain dalam pikiran. Adanya judul memang dapat membantu sementara orang, tetapi beberapa lainnya sering mandek hanya karena melihat judul. Hal penting, tema dan topik telah dipegang, inilah yang membatasi luasnya permasalahan yang kita tulis.

Sementara penyuluh juga mengeluh, sulit mengembangkan bahasa tulisan. Saya katakan janganlah dahulu kita menciptakan hakim imajiner yang sering menghakimi setiap karya kita. Bagaimana orang lain akan merasakan tulisan kita jika sebelumnya kita sendiri menganggap tulisan ini buruk, dengan kondisi ini dapat dipastikan siapapun akan kesulitan untuk mengembangkan wacana. Disamping itu, tentu kita sebagai penulis perlu banyak membaca. Menulis seperti halnya berbicara dalam konteks komunikasi adalah berbagai pengetahuan. Bagaimana mungkin kita dapat berbagi tentang sesuatu hal yang tidak kita miliki. Jadi, membaca adalah bagian tidak terpisahkan dengan menulis. Semakin banyak membaca berarti perbendaharaan pengetahuan dan kosakata kita semakin kaya, dan semakin banyak yang dapat kita bagikan kepada pihak lain.

Kesulitan lain yang mungkin terjadi karena menulis yang di luar kemampuan atau di luar bidang keahlian. Pada dasarnya seorang penyuluh tidak dituntut untuk menulis yang diluar lingkup tupoksinya. Dengan demikian rasa-rasanya halangan ini dapat diminimalkan.

Saya hanya ingin mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin, namun juga tentu perlu perjuangan dan terus latihan. Mereka yang kita kenal sebagai penulis besar sebelumnya adalah para penulis kecil-kecilan juga. Yakin, Penyuluh juga BISA.

Tidak ada komentar: