Rabu, 24 Agustus 2011

PENJENJANGAN DALAM DIKLAT TEKNIS SUDAH TEPATKAH?

Jawaban terhadap pertanyaan sekaligus judul di atas mungkin tepat atau juga tidak tepat. Lebih jauh dapat ditelusuri siapakah peserta diklat teknis itu? Jawabnya adalah tenaga pendidikan (guru dan dosen) serta pelayan keagamaan. Dan diketahui bahwa guru dan dosen adalah pejabat fungsional. Demikian pula halnya jabatan penyuluh dan penghulu dalam konteks pelayan keagamaan adalah pejabat fungsional yang merupakan khas Kementerian Agama. Namun demikian, dalam konteks kediklatan mereka dikategorikan menjadi tanggungjawab penyelenggara diklat teknis. Kaitan dengan hal itu, maka bisa dikatakan tepat jika (beberapa) diklat teknis dijenjangkan yakni untuk menjawab kompetensi mereka sesuai dengan tupoksi jabatannya sebagaimana berlaku dalam jabatan fungsional.

            Jika penjenjangan dapat diterima, pertanyaan lanjutannya mengapa tidak dijadikan diklat fungsional saja yang memang dalam nomenklatur (permenpan no 14/2009) tersirat adanya penjenjangan itu dalam lingkup diklat struktural dan fungsional. Sementara diklat teknis dianggap setara (tidak ada penenjangan). Pertanyaan lanjutannya untuk apa diklat teknis itu? Jika jawabannya untuk menjawab gap kompetensi akibat perubahan regulasi, kebijakan, teknologi atau tantangan dunia kerja dalam konteks terbaru, maka mestinya kegiatan diklat teknis benar-benar menjawab semua persoalan tersebut, bukan semata-mata menyiapkan kompetensi sesuai tupoksi jabatan. Dalam konteks demikian, maka tampaknya penjenjangan dalam diklat teknis dapat dipandang tidak tepat.
            Jika konsep diklat teknis tidak ada penjenjangan dapat diterima maka beberapa hal berikut mesti diperhatikan. Pertama, Kurikulum diklat teknis harus bersifat bongkar pasang, namun bukan berarti tidak ajeg, reliable. Bongkar pasang artinya fleksibel, yang dipersiapkan untuk mampu menjawab kebutuhan real yang ada di lapangan. Kedua, menuju kurikulum model demikian maka Analisis Kebutuhan Diklat harus secara serius dan penuh komitmen dilakukan secara berkala dan kontinyu untuk memperbaiki program termasuk kurikulum diklat. Jika sampai saat ini AKD dilakukan setahun sekali dan hanya ada pada permukaan maka dengan konsep ini AKD dilakukan lebih sering dalam setahunnya, dan mendalam. Dengan konsep ini diklat teknis akan jauh lebih dinamis dan penuh tantangan mengingat perubahan lingkungan yang relatif cepat dan menuntut jawaban sesegera mungkin.
            Mungkin muncul pertanyaan, seperti apa kurikulum yang fleksibel itu? Contoh jika seorang guru tingkat pertama  telah mengikuti diklat fungsional tingkat pertama, dimana kurikulumnya mempersiapkan kompetensi dasar sesuai tupoksi jabatan tentu ia dapat dianggap memenuhi kualifikasi dasar itu (jika dinyatakan lulus). Namun demikian, dalam perkembangannya jika ternyata perubahan lingkungan menuntut keterampilan lain yang lebih spesifik dan teknis dimana keterampilan ini melintasi konteks jabatan, misalnya karya tulis ilmiah dalam hal ini PTK, maka, diklat teknis yangharus dia ikuti adalah diklat tentang KTI/PTK ini secara khusus. Demikian pula jika dipandang perlu peningkatan keterampilan tentang kurikulum atau keterampilan teknis lainnya. Jadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan harus mempersiapkan acuan umum tentang kompetensi yang harus dicapai dari setiap penyelenggaraan diklat yang dirancang. Lalu dimana peran AKD? AKD dilakukan untuk menentukan diklat apa yang seseungguhnya diperlukkan oleh pegawai disamping terus menerus memproduksi ggasan perbaikkan dari sisi kurikulum sesuai dengan tuntutan perubahan.
            Gagasan ini tentu akan berpengaruh terhadap penetapan spesialisasi dan kompetensi widyaiswara tenaga teknis. Selama ini spesialisasi mengikuti pola widyaiswara di lingkungan diklat administrasi. Dimana mereka menjadikan mata diklat sebagai spesialisasi. Hal ini dapat diterima mengingat kurikulum dalam lingkungan diklat ini relatif ajeg. Contohnya saja dalam diklat prajabatan dan diklat struktural, perubahan yang dilakukan relatif lebih lama dibanding diklat teknis. Dengan demikian, maka spesialisasi dalam konteks diklat teknis lebih mengacu pada rumpun keilmuan bukan pada mata diklat.
            Jadi, dengan menjadikan diklat teknis tidak berjenjang bukan berarti mempersempit ruang lingkup diklat yang dapat dibangun, justru memperkaya kegiatan melalui kegiatan kegiaan yang lebih dinamis dan tepa sasaran. Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan memiliki pekerjaan besar dalam bidang AKD, penyiapan kursil yang tepat guna namun fleksibel, bahan ajar yang lebih kaya gagasan dan cakupan serta kegiatan evaluasi  yang dinamis. Kegiatan pembinaan kompetensi widyaiswara teknis serta unit penyelenggara dikla di daerah. Peran Balai Diklattentu saja menjadi perpanjangan tangan pusdiklat teknis untuk melaksanakan diklat-diklat teknis di daerah. Dalam impelementasinya, diklat ini dapat dilakukan melalui regular secara klasikal di kampus balai diklat, diklat ditempat kerja, diklat jarak jauh maupun kerjasama dengan Pokja, MGMP, KKG melalui pendampingan teknis di lapangan.

Tidak ada komentar: