Jumat, 18 Juli 2014

KERANCUAN MEMAHAMI KONSEP ‘TEKNIS’ DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENILAIAN ANGKA KREDIT WIDYAISWARA


oleh Firman Nugraha
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis makna ‘Teknis’ pada setiap konteks gramatika yang dalam nomenklatur yang berlaku dalam Diklat. Suatu konsep tertentu dalam analisis makna dapat menampilkan makna ganda, hal ini akibat perbedaan hubungan konsep dengan konteks.  Demikian pula halnya dengan konsep ‘Teknis’ dalam lingkungan Diklat di Kementerian Agama. Perbedaan memahami konsep ‘Teknis’ dapat berimplikasi pada perbedaan cara menentukan angka kredit yang diajukan widyaiswara atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
Kata Kunci : Angka Kredit, Widyaiswara, Jabatan Fungsional.

Abstract
This article aims to analyze the meaning of 'Technical' on every grammatical context in the nomenclature that apply in Training. A certain concept in the Semantic analysis can display a double meaning, it is due to differences in the relationship with the concept and context. Likewise concept of 'Technical' in the Training at the Ministry of Religious Affairs. Differences understand the concept of 'Technical' will have implications for different ways of determining credit points for the implementation of the proposed main duties and functions of Widyaiswara .
Key words: Credit points, Functional, Widyaiswara.

Pendahuluan
Bahasa menjadi media berkomunikasi, ia dibangun atas berbagai simbol yang ditunjukkan dengan kata-kata. Pada gilirannya kata-kata ini menjadi konsep yang memiliki makna tertentu. Dalam penggunaanya sebuah kata dapat mewakili konsep tertentu yang berarti memiliki makna berbeda satu sama lainnya, meskipun dibangun dari kosakata yang sama.
Kaitan dengan hal tersebut, dalam lingkungan pendidikan dan pelatihan (Diklat) ada sebuah konsep yang dijadikan nama sekaligus istilah dalam Diklat. Konsep tersebut yaitu kata ‘teknis’. Sebagai nama, ‘Teknis’ merujuk pada nama lembaga Diklat, dalam hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Lain dari itu ‘Teknis” juga merupakan sebuah istilah dalam jenis Diklat, sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009 yang secara terperinci menjadi dasar penetapan Angka Kredit Widyiswara. Lebih jauh hal tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 13, 14 dan 15 Tahun 2011.
Satu hal yang menjadi problem adalah memicu kerancuan dalam memahami konsep ‘teknis’ sebagai jenis Diklat dan konsep ‘teknis’ sebagai institusi penyelenggara Diklat baik di tingkat pusat maupun di tingkat pelaksana yaitu Balai Diklat. Artikel ini mencoba mendudukan dan menunjukkan masing-masing makna “Teknis” dan implikasinya dalam penghitungan angka kredit widyaiswara sesuai dengan mata Diklat pada jenjang dan kelompok Diklat yang diampunya. Untuk mencapai pemahaman atas makna konsep ‘Teknis’ tersebut dalam artikel ini akan meminjam teori Semantik.
Sekilas Teori Makna
Makna merupakan objek kajian semantik, yang berkisar pada hubungan ilmu makna itu sendiri di dalam linguistik dan non linguistik. Lingkupan makna dalam linguistik dapat menjangkau semua tataran bahasa, fonologi, morfologi sintaksis dan wacana bahkan teks. Sedangkan lingkupan makna pada non linguistik meliputi fungsi bahasa yang berkaitan erat dengan filsafat, antropologi, psikologi dan sosiologi. (Djajasudarma, 1999 [a]: 3-4).
Menurut Parera (2004: 51), bidang kajian semantik meliputi semua ujaran dalam bahasa yang bermakna dan hubungan-hubungan makna yang dikandung oleh ujaran tersebut. Dengan kata lain batas liput semantik ialah pencirian hakikat makna dan hubungannya.  Makna itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 624) ialah merupakan arti atau maksud dari suatu kata; seperti jika terdapat kata ‘bermakna’ maka itu artinya berarti atau mengandung arti, demikian pula dalam kata ‘memaknai’ artinya ialah memberikan arti atau menerangkan maksud dari suatu kata atau keadaan
Berdasarkan Odgen & Richards, Aminudin (2003: 52-53) memberikan kesimpulan bahwa makna merupakan istilah yang mengacu pada pengertian yang luas, yang kemudian berdasarkan pendapat Grice [1957] dan Bolinger [1981] makna dibatasi lagi sebagai hubungan antar bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti. Dari pendapatnya ini ia kemudian memberikan tiga unsur pokok yang harus terdapat dalam makna itu sendiri yakni: 1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar; 2) penentuan hubungan terjadi karena adanya kesepakatan antar pemakai; 3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.
Menurut Djajasudarma (1999: 35), makna (Inggris: sense) harus dibedakan dengan arti (Inggris: meaning). Dalam semantik, makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Selanjutnya dengan mengutip dari Palmer [1976: 30] ia yang menjelaskan makna hanya menyangkut intrabahasa, yang sejalan dengan pendapat ini ialah ungkapan Lyons [1977: 204] yang menyebutkan bahwa mengkaji makna berarti memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata yang lain. Sedangkan ‘arti’ dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksem.
Makna Teknis, antara istilah dan nama
Konsep Teknis sebagai nama dalam lingkup Kementerian Agama mengacu pada lembaga penyelenggara  dan Pembina Diklat, dalam hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Nama tersebut untuk membedakan dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Administrasi.  Dengan menggunakan teori referensial, maka dapat diartikan bahwa konsep teknis di sini adalah sebuah nama atau mewakili simbol tertentu, dan simbol tersebut memiliki sejumlah konsekuensi makna. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 755 Peraturan Menteri Agama No 10 tahun 2010 bahwa Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang tenaga teknis pendidikan dan keagamaan. Sedangkan lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Administrasi dinyatakan dalam pasal 743 dalam PMA No 10 tahun 2010 tersebut, bahwa Pusdiklat Tenaga Administrasi mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi.
Pusdiklat Tenaga Administrasi, sesuai dengan PMA No 10 Tahun 2010 pasal 752, selanjutnya memiliki dua bidang Pendidikan dan Pelatihan yang terdiri atas: a)  Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional; dan b) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan. Selanjutnya dalam PMA No 10 Tahun 2010 Pasal 753 masing masing subbidang tersebut memiliki tugas untuk (1) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan pelatihan jabatan struktural dan fungsional. Dan (2) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi, serta pelatihan prajabatan.
Jadi, Pusdiklat Tenaga Administrasi tidak hanya membidangi peningkatan kompetensi tenaga administrasi an-sich sebagaimana namanya melainkan juga pada kelompok jebatan struktural dan fungsional. Dalam pelaksanaannya kelompok jabatan fungsional dimaksud adalah di luar bidang garapan pejabat fungsional yang menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sesuai dengan pasal Pasal 764 tentang Bidang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas: a)  Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan b) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Pelayanan Keagamaan.  Dua konteks sasaran Diklat tersebut pada dasarnya meliputi juga tenaga fungsional. Lingkup pendidikan ada guru, dosen dan pengawas. Sementara itu lingkup keagamaan ada Penyuluh Agama dan Penghulu.
Konsep Teknis sebagai istilah dalam nomenklatur Diklat dapat ditemukan dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (Perka LAN) nomor 13 dan 14 tahun 2011, yang menjadi payung hukum operasional penyelenggaraan Diklat Teknis. Secara lebih khusus di lingkungan Kementerian Agama juga dinyatakan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2012. Lingkup Perka LAN no 13 dan 14 Tahun 2011 tersebut diatas sangat spesifik, yaitu hanya mengatur tentang Diklat Teknis saja. Berbeda dengannya, pada PMA No 4 Tahun 2012, isinya juga bukan hanya mengatur penyelenggaraan Diklat Teknis saja melainkan juga Diklat Fungsional yang ada dalam lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidian dan Keagamaan serta Balai Diklat sebagai Unit Pelaksanan Teknis di daerah. Kenyataan tersebut tampak sangat dipengaruhi oleh nama ‘Teknis’ yang melekat dalam lembaga pelaksana Diklat dimaksud. Sehingga, meskipun turut serta melaksanakan Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional, Diklat Fungsional, selalu disebutkan kata ‘Teknis’ di depannya.
Konsep Teknis dalam Perka LAN no 13 tahun 2011 mengacu pada jenis Diklat. Pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 poin pertama disebutkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang selanjutnya disebut Diklat Teknis adalah Diklat yang dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dan/atau penguasaan ketrampilan di bidang tugas yang terkait dengan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional. Kemudian pada poin kedua dinyatakan bahwa Diklat Teknis merupakan Diklat yang dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS sebagai bagian integral dari sistem pembinaan karier dan prestasi kerja bagi PNS.
Penjelasan pada Perka LAN no 13 Tahun 2011 tersebut belum menyebutkan apa yang dimaksud dengan kompetensi Teknis. Hal ini dapat ditemukan dalam penjelasan PMA no 4 Tahun 2012. Pada BAB I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 1 poin pertama disebutkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang selanjutnya disebut Diklat Teknis adalah proses penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi teknis pegawai di lingkungan Kementerian Agama. Penjelasan tentang kompetensi teknis dinyatakan dalam poin kedua bahwa kompetensi teknis adalah sejumlah pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu.
Problem Pemaknaan
Problem pemaknaan yang muncul bagi pembaca adalah pertama, ketika memahami teks PMA N 10 tahun 2010 dalam pasal 752 yang menyatakan bidang garapan Pusdiklat Tenaga Administrasi yang secara jelas menuliskan adanya kelompok jabatan fungsional di dalamnya. Pembaca digiring pada pemaknaan tunggal bahwa seluruh jabatan fungsional yang ada di lingkungan Kementerian Agama adalah menjadi tanggung jawab Pusdiklat Tenaga Administrasi.  Hal tersebut sesungguhnya bertolak belakang dengan realitas bahwa ada beberapa kelompok jabatan fungsional tertentu seperti di lingkungan pendidikan antara lain guru, pengawas dan dosen menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, termasuk juga di dalamnya Fungsional Penyuluh Agama dan Penghulu.
Problem kedua, kesan pertentangan antara pernyataan dalam PMA No 10 Tahun 2010 berkenaan dengan lingkup tugas dua Pusdiklat tersebut dengan pernyataan dalam poin keenam pasal 1 PMA No. 4 Tahun 2012. Dalam PMA No. 4 Tahun 2012 ini ada dinyatakan tentang aturan Diklat bagi pejabat fungsional. Disebutkan bahwa Diklat Teknis Fungsional adalah Diklat yang diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bagi pejabat fungsional tertentu.  Sementara itu, apabila bacaan kita dilanjutkan pada pasal 3 dalam PMA no 4 tahun 2012 ada dinyatakan bahwa jenis Diklat fungsional meliputi Diklat ‘Teknis” Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional dan Diklat ‘Teknis’ Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional. Penjelasan lebih lanjut dalam pasal 4 PMA no 4 tahun 2012 ada dijelaskan bahwa (1) DiklatTeknis Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 1 merupakan Diklat yang diperuntukkan bagi PNS dan/atau Pegawai Non-PNS yang diarahkan untuk dapat menduduki jabatan fungsional tertentu. (2) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 2 merupakan Diklat bagi pejabat fungsional tertentu untuk dapat menduduki jenjang jabatan fungsional lebih tinggi. (3) Jenjang Diklat Teknis Fungsional  Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 2 sesuai dengan jenjang masing-masing jenjang jabatan fungsional.
Penjelasan dalam PMA No 4 Tahun 2012 dalam pasal-pasal di atas pada prinsipnya bersesuaian dengan Perka LAN nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Diklat Jabatan Fungsional. Namun demikian, masih dicantumkannya kata ‘Teknis’ berkaitan dengan nama penyelenggara yaitu Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk hal tersebut, terutama kaitannya dengan fungsional pendidikan dan fungsional keagamaan di lingkungan Kementerian Agama.
Problem ketiga, fakta dicantumkannya konsep ‘Teknis’ untuk jenis Diklat pada kelompok jabatan fungsional akan menimbulkan dua cara memaknai. Pertama semua jenis Diklat yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, termasuk juga oleh Balai Diklat dengan jenis sasaran yang sama akan digolongkan ke dalam kelompok Diklat Teknis dengan konsekuensi perolehan angka kredit sebagaimana diatur dalam Permenpan No 14 Tahun 2009 tentang jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yang membagi besaran Diklat pada kelompok Diklat Prajabatan, Diklat Struktural, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis. Kedua, Diklat Teknis Fungsional bagi Kelompok Jabatan Fungsional Pendidikan dan Keagamaan akan tetap dimaknai sebagai kelompok Diklat Fungsional sebagaimana dalam Perka LAN Nomor 15 Tahun 2015 dan Permenpan Nomor 14 Tahun 2009. Artinya dengan konsekuensi perolehan angka kredit sebagaimana yang diatur di dalamnya.
Menyikapi terhadap tiga problem pemaknaan tersebut karena masing-masing dilandasi oleh produk hukum maka secara normatif langkah hukumlah yang harus ditempuh, yakni dengan melakukan peninjauan kembali terhadap beberapa penjelasan yang ada dalam PMA no 10 Tahun 2010 tentang istilah lingkup bidang garapan Pusdiklat Tenaga Administrasi maupun Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Langkah hukum berikutnya juga meninjau kembali penggunaan istilah dalam jenis Diklat yang diatur dalam PMA nomor 4 Tahun 2012 terutama kaitannya dengan Diklat bagi Pejabat Fungsional. Selain pendekatan normatif tersebut, langkah lain yang bisa dilakukan adalah melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan ulang dengan mengacu kepada produk hukum lain dalam hal ini berpedoman kepada Perka LAN Nomor 13, 14 dan 15 Tahun 2011, sehingga dapat secara jelas dibedakan kedudukan masing-masing jenis Diklat dengan mengabaikan siapapun penyelenggaranya, baik oleh Pusdiklat Tenaga Teknis maupun oleh Pusdiklat Tenaga Administrasi.
Penutup
Memahami sebuah konsep dalam analisis semantik salahsatunya memang dengan melihat relasi konteks. Konsep ‘Teknis’ yang ada di lingkungan Diklat di Kementerian Agama seyogianya dibedakan sesuai dengan konteksnya. Konsep ‘Teknis’ sebagai nama yang melekat dengan kelembagaan Diklat, tentu akan berkaitan dengan istilah Diklat yang ada didalamnya. Namun demikian, penting juga untuk memahami kedudukan dan jenis Diklat yang diselenggarakan dalam lembaga tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka harus berpedoman kepada aturan yang lain, dalam hal ini Perka LAN No. 13, 14 dan 15 Tahun 2011.
Daftar Pustaka
Aminudin. 2001. Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Aglesindo
Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 1, Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.
Leech, Geofrey. 2001. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Relajar.
Parera, Josh Daniel. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penyusunan Pola Penjenjangan Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional.
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tatalaksana Kementerian Agama.
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis di Lingkungan Kementerian Agama.




Tidak ada komentar: