oleh Firman Nugraha
Email: firmanugraha@kemenag.go.id
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk
menganalisis makna ‘Teknis’ pada setiap konteks gramatika yang dalam
nomenklatur yang berlaku dalam Diklat. Suatu konsep tertentu dalam analisis
makna dapat menampilkan makna ganda, hal ini akibat perbedaan hubungan konsep
dengan konteks. Demikian pula halnya
dengan konsep ‘Teknis’ dalam lingkungan Diklat di Kementerian Agama. Perbedaan
memahami konsep ‘Teknis’ dapat berimplikasi pada perbedaan cara menentukan
angka kredit yang diajukan widyaiswara atas pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya.
Abstract
This article aims to analyze the
meaning of 'Technical' on every grammatical context in the nomenclature that
apply in Training. A certain concept in the Semantic analysis can display a
double meaning, it is due to differences in the relationship with the concept
and context. Likewise concept of 'Technical' in the Training at the Ministry of
Religious Affairs. Differences understand the concept of 'Technical' will have
implications for different ways of determining credit points for the
implementation of the proposed main duties and functions of Widyaiswara
.
Key words: Credit points, Functional,
Widyaiswara.
Pendahuluan
Bahasa menjadi
media berkomunikasi, ia dibangun atas berbagai simbol yang ditunjukkan dengan
kata-kata. Pada gilirannya kata-kata ini menjadi konsep yang memiliki makna
tertentu. Dalam penggunaanya sebuah kata dapat mewakili konsep tertentu yang
berarti memiliki makna berbeda satu sama lainnya, meskipun dibangun dari
kosakata yang sama.
Kaitan dengan hal
tersebut, dalam lingkungan pendidikan dan pelatihan (Diklat) ada sebuah konsep
yang dijadikan nama sekaligus istilah dalam Diklat. Konsep tersebut yaitu kata
‘teknis’. Sebagai nama, ‘Teknis’ merujuk pada nama lembaga Diklat, dalam hal
ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Lain dari
itu ‘Teknis” juga merupakan sebuah istilah dalam jenis Diklat, sebagaimana
disebutkan dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun
2009 yang secara terperinci menjadi dasar penetapan Angka Kredit Widyiswara.
Lebih jauh hal tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 13, 14 dan 15 Tahun 2011.
Satu hal yang
menjadi problem adalah memicu kerancuan dalam memahami konsep ‘teknis’ sebagai
jenis Diklat dan konsep ‘teknis’ sebagai institusi penyelenggara Diklat baik di
tingkat pusat maupun di tingkat pelaksana yaitu Balai Diklat. Artikel ini
mencoba mendudukan dan menunjukkan masing-masing makna “Teknis” dan
implikasinya dalam penghitungan angka kredit widyaiswara sesuai dengan mata Diklat
pada jenjang dan kelompok Diklat yang diampunya. Untuk mencapai pemahaman atas
makna konsep ‘Teknis’ tersebut dalam artikel ini akan meminjam teori Semantik.
Sekilas Teori Makna
Makna
merupakan objek kajian semantik, yang berkisar pada hubungan ilmu makna itu
sendiri di dalam linguistik dan non linguistik. Lingkupan makna dalam
linguistik dapat menjangkau semua tataran bahasa, fonologi, morfologi sintaksis
dan wacana bahkan teks. Sedangkan lingkupan makna pada non linguistik meliputi
fungsi bahasa yang berkaitan erat dengan filsafat, antropologi, psikologi dan
sosiologi. (Djajasudarma, 1999 [a]: 3-4).
Menurut
Parera (2004: 51), bidang kajian semantik meliputi semua ujaran dalam bahasa yang
bermakna dan hubungan-hubungan makna yang dikandung oleh ujaran tersebut.
Dengan kata lain batas liput semantik ialah pencirian hakikat makna dan
hubungannya. Makna itu sendiri menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 624) ialah merupakan arti atau maksud dari
suatu kata; seperti jika terdapat kata ‘bermakna’ maka itu artinya berarti atau
mengandung arti, demikian pula dalam kata ‘memaknai’ artinya ialah memberikan
arti atau menerangkan maksud dari suatu kata atau keadaan
Berdasarkan Odgen & Richards, Aminudin (2003: 52-53)
memberikan kesimpulan bahwa makna merupakan istilah yang mengacu pada
pengertian yang luas, yang kemudian berdasarkan pendapat Grice [1957] dan
Bolinger [1981] makna dibatasi lagi sebagai hubungan antar bahasa dengan dunia
luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat
saling mengerti. Dari pendapatnya ini ia kemudian memberikan tiga unsur pokok
yang harus terdapat dalam makna itu sendiri yakni: 1) makna adalah hasil
hubungan antara bahasa dengan dunia luar; 2) penentuan hubungan terjadi karena
adanya kesepakatan antar pemakai; 3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.
Menurut Djajasudarma (1999: 35), makna (Inggris: sense)
harus dibedakan dengan arti (Inggris: meaning). Dalam semantik, makna adalah
pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Selanjutnya dengan
mengutip dari Palmer [1976: 30] ia yang menjelaskan makna hanya menyangkut
intrabahasa, yang sejalan dengan pendapat ini ialah ungkapan Lyons [1977: 204]
yang menyebutkan bahwa mengkaji makna berarti memahami kajian kata tersebut
yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut
berbeda dari kata-kata yang lain. Sedangkan ‘arti’ dalam hal ini menyangkut makna
leksikal dari kata-kata itu sendiri yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai
leksem.
Makna Teknis, antara istilah dan nama
Konsep Teknis
sebagai nama dalam lingkup Kementerian Agama mengacu pada lembaga
penyelenggara dan Pembina Diklat, dalam
hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Nama tersebut untuk membedakan dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Administrasi. Dengan menggunakan teori
referensial, maka dapat diartikan bahwa konsep teknis di sini adalah sebuah
nama atau mewakili simbol tertentu, dan simbol tersebut memiliki sejumlah
konsekuensi makna. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 755 Peraturan Menteri Agama
No 10 tahun 2010 bahwa Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan
mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang tenaga teknis pendidikan dan
keagamaan. Sedangkan lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Administrasi dinyatakan
dalam pasal 743 dalam PMA No 10 tahun 2010 tersebut, bahwa Pusdiklat Tenaga
Administrasi mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang pendidikan dan
pelatihan tenaga administrasi.
Pusdiklat Tenaga Administrasi, sesuai
dengan PMA No 10 Tahun 2010 pasal 752, selanjutnya memiliki dua bidang
Pendidikan dan Pelatihan yang terdiri atas: a)
Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional; dan b)
Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan.
Selanjutnya dalam PMA No 10 Tahun 2010 Pasal 753 masing masing subbidang
tersebut memiliki tugas untuk (1) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural
dan Fungsional mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis,
rencana dan program pendidikan dan pelatihan jabatan struktural dan fungsional.
Dan (2) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan
program pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi, serta pelatihan
prajabatan.
Jadi, Pusdiklat
Tenaga Administrasi tidak hanya membidangi peningkatan kompetensi tenaga
administrasi an-sich sebagaimana namanya melainkan juga pada kelompok
jebatan struktural dan fungsional. Dalam pelaksanaannya kelompok jabatan
fungsional dimaksud adalah di luar bidang garapan pejabat fungsional yang
menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan
Keagamaan sesuai dengan pasal Pasal 764 tentang Bidang
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas: a) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan; dan b) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Pelayanan Keagamaan. Dua konteks sasaran
Diklat tersebut pada dasarnya meliputi juga tenaga fungsional. Lingkup
pendidikan ada guru, dosen dan pengawas. Sementara itu lingkup keagamaan ada Penyuluh
Agama dan Penghulu.
Konsep Teknis sebagai
istilah dalam nomenklatur Diklat dapat ditemukan dalam Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara (Perka LAN) nomor 13 dan 14 tahun 2011, yang menjadi payung
hukum operasional penyelenggaraan Diklat Teknis. Secara lebih khusus di
lingkungan Kementerian Agama juga dinyatakan dalam Peraturan Menteri Agama
(PMA) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2012. Lingkup Perka LAN no 13 dan 14
Tahun 2011 tersebut diatas sangat spesifik, yaitu hanya mengatur tentang Diklat
Teknis saja. Berbeda dengannya, pada PMA No 4 Tahun 2012, isinya juga bukan
hanya mengatur penyelenggaraan Diklat Teknis saja melainkan juga Diklat
Fungsional yang ada dalam lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidian dan
Keagamaan serta Balai Diklat sebagai Unit Pelaksanan Teknis di daerah.
Kenyataan tersebut tampak sangat dipengaruhi oleh nama ‘Teknis’ yang melekat
dalam lembaga pelaksana Diklat dimaksud. Sehingga, meskipun turut serta
melaksanakan Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional, Diklat Fungsional, selalu
disebutkan kata ‘Teknis’ di depannya.
Konsep Teknis dalam Perka LAN no 13 tahun
2011 mengacu pada jenis Diklat. Pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 poin pertama
disebutkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang selanjutnya disebut
Diklat Teknis adalah Diklat yang dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan
dan/atau penguasaan ketrampilan di bidang tugas yang terkait dengan pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional. Kemudian pada poin kedua dinyatakan bahwa Diklat
Teknis merupakan Diklat yang dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi
teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS sebagai bagian integral dari
sistem pembinaan karier dan prestasi kerja bagi PNS.
Penjelasan pada Perka LAN no 13 Tahun 2011
tersebut belum menyebutkan apa yang dimaksud dengan kompetensi Teknis. Hal ini
dapat ditemukan dalam penjelasan PMA no 4 Tahun 2012. Pada BAB I tentang
Ketentuan Umum dalam Pasal 1 poin pertama disebutkan bahwa Pendidikan dan
Pelatihan Teknis, yang selanjutnya disebut Diklat Teknis adalah proses
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi
teknis pegawai di lingkungan Kementerian Agama. Penjelasan tentang kompetensi
teknis dinyatakan dalam poin kedua bahwa kompetensi teknis adalah sejumlah
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk
dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu.
Problem
Pemaknaan
Problem pemaknaan yang muncul bagi pembaca
adalah pertama, ketika memahami teks PMA N 10 tahun 2010 dalam pasal 752 yang
menyatakan bidang garapan Pusdiklat Tenaga Administrasi yang secara jelas
menuliskan adanya kelompok jabatan fungsional di dalamnya. Pembaca digiring
pada pemaknaan tunggal bahwa seluruh jabatan fungsional yang ada di lingkungan
Kementerian Agama adalah menjadi tanggung jawab Pusdiklat Tenaga
Administrasi. Hal tersebut sesungguhnya
bertolak belakang dengan realitas bahwa ada beberapa kelompok jabatan
fungsional tertentu seperti di lingkungan pendidikan antara lain guru, pengawas
dan dosen menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan,
termasuk juga di dalamnya Fungsional Penyuluh Agama dan Penghulu.
Problem kedua, kesan pertentangan antara
pernyataan dalam PMA No 10 Tahun 2010 berkenaan dengan lingkup tugas dua
Pusdiklat tersebut dengan pernyataan dalam poin keenam pasal 1 PMA No. 4 Tahun
2012. Dalam PMA No. 4 Tahun 2012 ini ada dinyatakan tentang aturan Diklat bagi
pejabat fungsional. Disebutkan bahwa Diklat Teknis Fungsional adalah Diklat
yang diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
bagi pejabat fungsional tertentu.
Sementara itu, apabila bacaan kita dilanjutkan pada pasal 3 dalam PMA no
4 tahun 2012 ada dinyatakan bahwa jenis Diklat fungsional meliputi Diklat
‘Teknis” Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional dan Diklat ‘Teknis’
Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional. Penjelasan lebih lanjut dalam pasal
4 PMA no 4 tahun 2012 ada dijelaskan bahwa (1) DiklatTeknis Fungsional
Pembentukan Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka
1 merupakan Diklat yang diperuntukkan bagi PNS dan/atau Pegawai Non-PNS yang
diarahkan untuk dapat menduduki jabatan fungsional tertentu. (2) Diklat Teknis
Fungsional Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 hurup a angka 2 merupakan Diklat bagi pejabat fungsional tertentu untuk
dapat menduduki jenjang jabatan fungsional lebih tinggi. (3) Jenjang Diklat
Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi
Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 2 sesuai
dengan jenjang masing-masing jenjang jabatan fungsional.
Penjelasan dalam PMA No 4 Tahun 2012 dalam
pasal-pasal di atas pada prinsipnya bersesuaian dengan Perka LAN nomor 15 Tahun
2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Diklat Jabatan Fungsional.
Namun demikian, masih dicantumkannya kata ‘Teknis’ berkaitan dengan nama
penyelenggara yaitu Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sebagai
pihak yang bertanggung jawab untuk hal tersebut, terutama kaitannya dengan
fungsional pendidikan dan fungsional keagamaan di lingkungan Kementerian Agama.
Problem ketiga, fakta dicantumkannya konsep
‘Teknis’ untuk jenis Diklat pada kelompok jabatan fungsional akan menimbulkan
dua cara memaknai. Pertama semua jenis Diklat yang diselenggarakan oleh
Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, termasuk juga oleh Balai Diklat
dengan jenis sasaran yang sama akan digolongkan ke dalam kelompok Diklat Teknis
dengan konsekuensi perolehan angka kredit sebagaimana diatur dalam Permenpan No
14 Tahun 2009 tentang jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yang membagi
besaran Diklat pada kelompok Diklat Prajabatan, Diklat Struktural, Diklat
Fungsional dan Diklat Teknis. Kedua, Diklat Teknis Fungsional bagi
Kelompok Jabatan Fungsional Pendidikan dan Keagamaan akan tetap dimaknai
sebagai kelompok Diklat Fungsional sebagaimana dalam Perka LAN Nomor 15 Tahun
2015 dan Permenpan Nomor 14 Tahun 2009. Artinya dengan konsekuensi perolehan
angka kredit sebagaimana yang diatur di dalamnya.
Menyikapi terhadap
tiga problem pemaknaan tersebut karena masing-masing dilandasi oleh produk
hukum maka secara normatif langkah hukumlah yang harus ditempuh, yakni dengan
melakukan peninjauan kembali terhadap beberapa penjelasan yang ada dalam PMA no
10 Tahun 2010 tentang istilah lingkup bidang garapan Pusdiklat Tenaga
Administrasi maupun Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Langkah hukum
berikutnya juga meninjau kembali penggunaan istilah dalam jenis Diklat yang
diatur dalam PMA nomor 4 Tahun 2012 terutama kaitannya dengan Diklat bagi
Pejabat Fungsional. Selain pendekatan normatif tersebut, langkah lain yang bisa
dilakukan adalah melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan ulang dengan mengacu
kepada produk hukum lain dalam hal ini berpedoman kepada Perka LAN Nomor 13, 14
dan 15 Tahun 2011, sehingga dapat secara jelas dibedakan kedudukan
masing-masing jenis Diklat dengan mengabaikan siapapun penyelenggaranya, baik
oleh Pusdiklat Tenaga Teknis maupun oleh Pusdiklat Tenaga Administrasi.
Penutup
Memahami sebuah konsep dalam analisis
semantik salahsatunya memang dengan melihat relasi konteks. Konsep ‘Teknis’
yang ada di lingkungan Diklat di Kementerian Agama seyogianya dibedakan sesuai
dengan konteksnya. Konsep ‘Teknis’ sebagai nama yang melekat dengan kelembagaan
Diklat, tentu akan berkaitan dengan istilah Diklat yang ada didalamnya. Namun
demikian, penting juga untuk memahami kedudukan dan jenis Diklat yang
diselenggarakan dalam lembaga tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka
harus berpedoman kepada aturan yang lain, dalam hal ini Perka LAN No. 13, 14
dan 15 Tahun 2011.
Daftar Pustaka
Aminudin. 2001. Semantik, Pengantar
Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Aglesindo
Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik
1, Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.
Leech, Geofrey. 2001. Semantik.
Yogyakarta: Pustaka Relajar.
Parera, Josh Daniel. 1991.
Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penyusunan Pola Penjenjangan
Pendidikan dan Pelatihan Teknis.
Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional.
Peraturan Menteri Agama
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tatalaksana Kementerian
Agama.
Peraturan Menteri Agama
Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis di
Lingkungan Kementerian Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar