Kamis, 23 Oktober 2014

MUSLIM MINORITAS: Kajian Atas Komunitas Muslim di Tibet

Pendahuluan
            Salah satu kajian yang penting untuk diungkapkan adalah mengenai komunitas muslim di Negara-negara yang secara jumlah mereka menempati posisi minor. Komunitas muslim minoritas ini, sebarannya hampir dapat dtemukan pada setiap belahan dunia. Apakah ia di Asia, Eropa atau daratan Amerika dan Afrika. Salah satu komunitas muslim minoritas adalah yang dapat ditemukan di daerah Asia khususnya di daerah Tibet. Tibet yang selama ini dikenal sebagai pusat pengembangan Budha, namun diantara penduduknya terdapat sebagaian mereka yang memeluk agama Islam. Mereka memiliki cri khas yang unik, dan inilah  yang menarik untuk dieksplorasi lebih jauh.


Ketika mendiskusikan interaksi-interaksi antara kultur-kultur Budha dan Islam, penulisan sejarah Barat lebih berorientasi untuk menekankan unsur-unsur konflik yang pernah terjadi. Barat memang selalu berkepentingan untuk mengangkat model pertentangan horizontal terutama ketika dalam proses sebaran dari Islam di Asia, untuk contoh, mereka memfokuskan diri pada beberapa contoh kehancuran biara-biara Budha dan pembantaian dari para biarawan yang menolak untuk mengkonversi agama mereka kepada Islam di masa pemerintahan yang lalim.
Dari perspektif Tibet, persepsi Islam seperti itu tidaklah dapat diperoleh. Karenanya para penuls Barat selalu kesulitan untuk mewarnai sejarah Islam di Tibet yang dapat diolah sesuai dengan misi mereka yang memang selalu penuh dengan berbagai kepentingan kolonial dari abad ke sembilan belas. Alih-alih dari itu, Ilmu pengetahuan terbaru mengungkapkan suatu gambaran sejarah yang  lebih bersegi banyak.
            Meskipun banyak dari sejarah interaksi-interaksi Islam Tibet masih ada dalam ketidak jelasan, namun demikian dalam hal lain pernah menampilkan bentuk hubungan yang jelas, misalnya pola interaksi ekonomi politik antara kerajaan Tibet dengan umat Islam yang telah dimulai sejak abad ketujuh. Para pemimpin Umat Islam di daerah Arab dengan kerajaan Tibet Itu telah membentuk perjanjian kerjasama pada abad ke delapan. Tibet telah dikenal melalui jalur perdagangan bangsa Arab, daerh ini telah dapat ditemukan dalam peta-peta jalur peragangan Arab klasik. Jadi bukanlah hal yang mustahil jika kemudian umat Islam Arab pun pernah mendakwahkan agama ini ke wilayah Tibet.

Tibet Sekilas Pandang[1]
Dataran tinggi Tibet
Di sebelah selatan, dataran tinggi Tibet berbatasan dengan Pegunungan Himalaya dan sebelah utara dengan Gurun Taklamakan Dataran tinggi Tibet, atau dikenal sebagai Dataran tinggi Qinghai-Tibet (Qingzang) adalah dataran tinggi yang luas di Asia Timur yang meliputi sebagian besar Daerah Otonomi Tibet dan Provinsi Qinghai di Republik Rakyat Cina, serta Provinsi Ladakh di Kashmir. Dataran tinggi ini luasnya 2,5 juta kilometer persegi (1.000 kali 2.500 kilometer), dengan ketinggian rata-rata 4.500 di atas permukaan laut. Sebagai dataran tinggi terbesar yang letaknya tertinggi di dunia, kawasan dataran tinggi Tibet mendapat julukan sebagai "atap dunia". Sebagai perbandingan, luas dataran tinggi ini kira-kira sama besarnya dengan 4 kali luas negara bagian Texas atau Perancis.[2]
Dataran tinggi Tibet dikelilingi barisan pegunungan yang sangat tinggi.[3] Di bagian barat laut terdapat Pegunungan Kunlun yang memisahkan dataran tinggi Tibet dengan Cekungan Tarim, sedangkan di bagian timur laut terdapat Pegunungan Qilian yang memisahkannya dengan Gurun Gobi. Di bagian selatan terdapat Sungai Yarlung Tsangpo yang mengalir di kaki Pegunungan Himalaya dan Dataran Gangga yang luas. Sementara itu, di bagian timur dan tenggara dataran tinggi Tibet terdapat lembah berhutan-hutan dan daerah perbukitan yang merupakan hulu bagi Sungai Salween, Sungai Mekong, dan Sungai Panjang di selatan Provinsi Sichuan. Di sebelah barat, dataran tinggi Tibet berbatasan dengan barisan Pegunungan Karakoram di utara Kashmir.
Kondisi geografis
Dataran tinggi ini merupakan stepa gersang yang berada di ketinggian, diselang-selingi dengan barisan pegunungan dan danau air payau yang luas. Curah hujan tahunan berkisar antara 100 mm hingga 300 mm, dan sebagian besar turun dalam bentuk hujan batu es. Walaupun embun beku terjadi enam bulan dalam setahun, tepian stepa bagian selatan dan timur terdapat padang rumput yang cukup memberi kehidupan bagi penggembala ternak yang hidup sebagai pengembara. Semakin ke utara dan barat laut, dataran tinggi Tibet menjadi semakin terjal, serta semakin dingin dan kering. Dataran tinggi ini berakhir di wilayah terpencil Hoh Xil yang berada di ketinggian rata-rata lebih dari 5.000 meter, dengan suhu tahunan rata-rata -4°C, namun dapat turun hingga -40°C di musim dingin. Keadaan lingkungannya yang sangat tidak ramah bagi manusia menjadikan Hoh Xil sebagai wilayah dengan penduduk paling sedikit di Asia. Sekaligus Hoh Xil menempati urutan ketiga dalam daftar wilayah yang berpenduduk paling sedikit di dunia setelah Antartika dan utara Greenland. Di bagian timur dataran tinggi ditutupi tanah beku abadi sebagai bukti bahwa dataran tinggi sudah ada sejak zaman es.[4]
Geologi
Dataran tinggi Tibet terbentuk dari benturan antara lempeng kerak India-Australia dan lempeng tektonik Eurasia menjelang awal zaman Kenozoikum (kira-kira 55 juta tahun yang lalu).[5] Proses pengangkatan tektonik Daratan tinggi Tibet diperkirakan berdampak besar dalam perubahan iklim, dan dianggap mempengaruhi muson (angin musim) di Asia. Angin yang membawa udara hangat yang lembap dari selatan sepanjang musim monsun India (Juni-Oktober) menjadikan hujan banyak turun di India utara. Sementara itu, dataran tinggi Tibet menjadi sangat kering karena Pegunungan Himalaya membentuk daerah bayang-bayang hujan. Angin berhembus di dataran tinggi Tibet sambil menjatuhkan sedikit uap air yang tersisa. Akibatnya, udara yang bergerak semakin ke utara menjadi semakin kering sehingga terjadi padang pasir seperti Gurun Taklamakan dan Gurun Gobi.[6]
Beberapa dari sungai terpanjang di dunia berasal dari dataran tinggi Tibet. Sejumlah 25% dari jumlah erosi tanah dunia terbawa aliran sungai-sungai tersebut. Termasuk di antaranya Sungai Panjang, Sungai Kuning, Sungai Indus, Sungai Satluj, Sungai Yarlung (di India disebut Sungai Brahmaputra), Sungai Mekong, Sungai Irrawaddy dan Sungai Salween. Danau air payau di dataran tinggi Tibet di antaranya adalah Danau Qinghai, Namtso, Dagze Co, Danau Yamdrok, Danau Puma Yumco, dan Danau Paiku.
Sejarah awal dan perkembangannya[7]
Sebelum diinvasi China pada tahun 1959, kehidupan dan toleransi umat beragama yang berlangsung di Tibet sangatlah luar biasa. Komunitas Budha yang mayoritas memberikan tempat dan kebebasan bagi komunitas Muslim yang minoritas untuk berkembang dan menjalankan ritual ibadahnya. Secara pasti, hingga kini belum diketahui sejarah awal kapan komunitas Muslim datang ke kawasan yang disebut sebagai atap dunia ini. Namun sejarawan Arab, seperti Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari sudah menyebut-nyebut nama kawasan ini dalam tulisan-tulisan mereka. Bahkan Yaqut Hamawi, dalam bukunya, Muajumal Buldan, atau ensiklopedi negara-negara, menyebut kawasan ini dalam tiga istilah Tabbat, Tibet, dan Tubbet. Pada masa pemerintahan Umar Abdul Aziz (717-720), diberitakan adanya utusan dari Tibet dan Negeri China meminta dia untuk mengutus juru dakwah Islam pada negara-negara mereka. Khalifah Umar konon pernah mengutus Abdullah Hanafi ke Tibet. Demikian pula halnya dengan para penguasa Abbasiah yang memelihara hubungan baik dengan Tibet selama abad ke delapan dan ke sembilan.
            Islam datang ke Tibet melalui para pedagang Muslim yang berasal dari empat kawasan yang berbatasan langsung dengan Tibet. Mereka berasal dari Kashmir, Ladakh, Nepal, dan Cina, meski ada pula pengaruh Persia dan Turkistan.[8] Muslim migran dari Kashmir dan Ladakh, dua wilayah di India, pertama kali memasuki Tibet pada abad ke-12.[9] Melalui pernikahan dan interaksi sosial, komunitas Muslim Tibet mulai terbentuk dan semakin banyak hingga membentuk komunitas Muslim tersendiri di Lhasa, ibukota Tibet.
            Adalah Dalai Lama yang memainkan peranan penting dalam membuka jalan bagi kehidupan komunitas Muslim di lingkungan penganut Budha Tibet. Sebagai bagian kebijakan toleransi beragama, Dalai Lama menghadiahi komunitas Muslim Tibet dengan hak-hak istimewa. Mereka boleh memilih lima anggota komite untuk mengawasi urusan internal mereka. Mereka juga diperbolehkan menangani permasalahan mereka secara independen dengan menggunakan hukum syariah. Muslim Tibet juga boleh membuka toko di seluruh kota di Tibet dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
            Keistimewaan lainnya mereka juga boleh memakan daging selama perayaan Sadakawa yang merupakan perayaan suci umat Budha. Termasuk diperkenankan untuk tidak membuka topi mereka pada perayaan ibadah Monlam untuk membedakan mereka dari pendeta-pendeta Budha. Dalai Lama juga memberikan lahan kosong di Lhasa bagi komunitas Muslim untuk membangun masjid dan juga pemakaman.[10] Ada dua kuburan di sekitar Lhasa: satu pada Gyanda Linka sekitar 12 km dari kota Lhasa dan yang lain pada Kygasha sekitar 15 km jauhnya. Sebagian dari Gyanda Linka diubah menjadi suatu kebun dan hal ini menjadi tempat di mana komunitas Muslim mengorganisir fungsi-fungsi mereka yang utama. Gyanda Linka dikatakan kepada menahan kuburan-kuburan yang tak ditandai percaya untuk menjadi mereka yang pendatang-pendatang yang datang ke khotbah Islam ke Tibet. Kygasha sebagian besar digunakan oleh Muslims dari asal-muasal Cina.
            Muslim Tibet[11] dikenal masyarakatnya dengan sebutan "Khache". Diperkirakan sebutan ini muncul karena Muslim pertama yang datang dari Kashmir dikenal dengan nama "Khache Yull". Para Kache ini merupakan kelompok minoritas di Tibet yang didominasi pengikut Budha. Meskipun masuk golongan minoritas dan secara silsilah bukan orang asli Tibet, mereka lebih diakui sebagai orang Tibet daripada kelompok Muslim Hui asal China atau yang disebut Kyangsha.[12]
            Dengan populasi yang sangat sedikit, keberadaan Muslim Tibet juga tersebar di seluruh kawasan ini. Sebagian besar menetap di ibukota Tibet Lhasa dan di Shigatse, kota terbesar kedua di Tibet.  Muslim Tibet memiliki keunikan tersendiri. Faktanya mereka sebagian besar merupakan keturunan Kashmir, Persia, atau Arab melalui garis keturunan ayah. Darah Tibet mengalir melalui garis keturunan ibu. Maka tak heran, banyak dari mereka yang bernama depan Tibet namun nama keluarganya Persia.
             Komunitas Muslim Tibet memiliki masjid sendiri yang terletak di Lhasa, Shigatse, dam Tsethang. Ciri khas lainnya dari komunitas Muslim Tibet adalah pusat kegiatan mereka yang terkonsentrasi di sekeliling masjid, yang juga menjadi pusat kehidupan sosial Muslim di Tibet. Mereka juga mendirikan madrasah. Selain mengajarkan agama, madrasah juga mengajarkan bahasa Urdu. Ada dua madrasah di Tibet, satu di Lhasa dan satu lagi di Shigatse.
            Namun, madrasah belum diakui pemerintah Cina yang menginvasi Tibet tahun 1959. Lulusan madrasah tidak bisa meneruskan ke sekolah umum yang lebih tinggi. Karenanya, mereka meneruskan studinya ke institut-institut Muslim di India. Salah satu institusi pendidikan favorit mereka adalah Darul-Ulum di Deoband, Nadwatul-Ulema di Lucknow, dan Jamia Millia Islamia di New Delhi. Akibat keterbatasan transportasi, para siswa yang akan melakukan perjalanan ke India, harus berangkat bersama rombongan dagang. Perjalanan ini memakan waktu berbulan-bulan karena harus berjalan kaki dan naik kuda atau keledai ke India. Biasanya, mereka tidak pulang ke rumah kecuali sudah menyelesaikan pendidikan atau memutuskan drop out.
      Tak banyak Muslim Tibet yang berhasil menyelesaikan kuliah mereka di India dan mendapat keahlian bahasa Arab, Urdu, dan Persia. Yang paling terkenal dari mereka adalah Faidhullah, penerjemah puisi sastrawan Persia Syekh Sadi ke dalam bahasa Tibet, Gulestan, dan Boastan.    Selain kesusastraan, Muslim Tibet juga telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kebudayaan masyarakat Tibet, khususnya dalam seni musik. Nangma atau dalam bahasa Urdu disebut naghma, sejenis musik klasik yang sangat populer di Tibet, disebutkan dibawa ke tempat ini oleh Muslim Tibet. Mereka juga mengadopsi adat istiadat dan kebiasaan masyarakat Tibet. Salah satunya dalam urusan pernikahan. Di satu sisi mereka menjalankan pernikahan ala Tibet, namun di sisi lain mereka tetap memegang kukuh tradisi pernikahan Islam.
Muslim Tibet memang unik ketika mereka mampu memelihara identitas keIslaman, namun disaat yang sama merekapun tetap berada dalam pengakuan teradisi budaya Tibet yang khas. Mereka memilih suatu panitia Ponj untuk memelihara segala kepentingan mereka. Pemerintah Tibetpun dalam hal ini menyetujui pembentukan panitia ini dan memberinya kebebasan untuk melakukan aktivitas dan untuk memutuskan hal-hal berkenaan dengan Komunitas Islam Tibet. Muslim Tibet juga telah memberikan sumbangan pada perkembangan kebudayaan Tibet, terutama sekali dalam bidang musik. Nangma, suatu musik tradisional yang populer di Tibet, dikatakan merupakan warisan dari para leluhur Muslim Tibet di genearsi awal. Kata Nangma sendiri dipercaya merupakan turunan dari bahasa Urdu yakni Naghma  yang berarti Lagu. lagu-lagu ini dikembangkan di Tibet di sekitar Pergantian Abad, dan kemudian banyak diserap dan dikembangkan oleh Acha Izzat, Bhai Akbar-la dan Oulam Mehdi dan menjadi suatu bentuk nyanyian keseharian di bibir-bibir hampir setiap orang.

Harmonisasi yang terganggu: Invasi China ke Tibet
Pada tahun 1959, ketika terjadi huru-hara horizontal di  Tibet, yang pada itu terjadi Invasi Cina ke Tibet, Dalai Lama mengungsi ke India dengan sejumlah pengikut setianya. dalam pada itu. Sebelum invasi Cina, diperkirakan ada sekitar 3 ribu Muslim Tibet yang tinggal di seluruh kawasan ini. Jumlah mereka menyusut drastis setelah invasi. Seperti saudaranya yang beragama Budha, Muslim Tibet juga diperas, disiksa, dan dianiaya sehingga terpaksa mengungsi. Pemerintah Cina bahkan memperlakukan mereka lebih kejam daripada kepada orang Budha. Muslim Tibet yang menguasai perdagangan di kota-kota di Tibet dipaksa menyerahkan asetnya agar bisa keluar dari Tibet.
Muslim Tibet, terutama yang tinggal di Lhasa, baru setahun kemudian dapat berinteraksi dengan dunia luar akibat konflik horizontal ini. selama setahun tersebut, muslim Tibet mengalami tekanan yang kuat dari rezim penjajah. Mereka harus menderita pemerasan, terorisme dan kekejaman di bawah tangan-tangan pemerintah penjajah Cina, demikian pula halnya yang dialami oleh rekan mereka Tibetans (Tibet non muslim).
Selama periode kritis ini, Muslim Tibet mengorganisir diri. Mereka mendekati Konsulat India di Lhasa dan memohon perlindungan dengan pengakuan kewarganegaraan selaku warga negara India, agar terlindung dari kekejaman pemerintah penjajah Cina dengan mengingat asal nenek moyang mereka dari jalur Kashmir. Kepala Konsulat India di Lhasa saat itu dijabat oleh Mr. P.N.Kaul sedangkan perwakilan Muslim Tibet yang mengajukan diri memohon perlindungan adalah Haji Habibullah Shamo. Ia, beserta para pemimpin yang lain Bhai Addul Gani-la; Rapse Hamidullah, Abdu1 Ahad Hajj, Abdul Qadir Jami dan Haji Abdul Gani Thapsha di tangkap pemerintah penjajah Cina dan didakwa dengan berbagai  tuntutan. Bhai Abdu1 Gani-la didakwa atas provokasi anti Cina, Rapse Hamidullah ditangkap karena hubungannya dengan suatu pejabat yang senior Tibet.
Sementara itu tanggapan yang awal dari Pemerintah Orang India hangat-hangat kuku. Mereka masih menganggap penuh rsiko untuk campur tangan dalam kondisi demikian. namun mereka memberikan semacam kemudahan bahwa Muslim Tibet dapat tinggal di jalur Jammu dan Kashmir dengan mengingat hubungan kekerabatan mereka dengan beberapa anggota keluarga di sekitar daerah tersebut. Tetapi beberapa waktu kemudian, Pemerintah India mengabulkan permohonan ini, mereka  menyatakan persetujuan untuk mengakui muslim Tibet yang berstatus pengungsi ini sebagai waraga negara mereka dengan membagikan formulir kewarganegaraan Indi.
Sementara itu ada perubahan sikap dari penguasa Pemerintah penjajah Cina di Tibet saat itu, dengan memberikan opsi terentu kepada muslim Tibet, yaitu, mereka diperkenankan keluar dari Tibet dan bebas dengan pemelukan agamanya asalkan bersedia meninggalkan segala harta benda mereka untuk pemerintah emberontak itu. Melihat peluang demikian, terutama untuk menyelamatkan akidah, banyak dari muslim Tibet dengan sepenuh hati melepaskan harta mereka. Tetapi bagi mereka yang tetap memilih untuk tinggal di Tibet, terutama karena tidak memiliki jaminan untuk penukaran kebebasannya dikenakan pembatasan-pembatasan. Boikot sosialpun dinyatakan; bahwa tidak diizinkan bagi siapapun untuk menjual makanan kepada Mulsim Tibet. Akibat kebijakan ini banyak mulimin Tibet yang telah tua dan lemah juga anak-anak menderita kelaparan.
Mereka yang mampu melintasi ke India dan memasuki kota-kota perbatasan seperti Kalimpong, Darjeeling dan Gangtok ditampung dalam tiga bangunan yang sangat besar di Idd-Gah di Srinagar oleh Pemerintah India. Pada waktu itu, Dalai Lama telah mengutus perwakilannya untuk menanyakan kondisi-kondisi Muslim yang berasal dari Tibet.
Selama masa pengungsian ini, muslim Tibet mencoba untuk menyusun kembali kekuatan. namun hal ini bukan berareti tanpa tantangan dan rintangan, dengan tidak adanya pigur pemimpin yang tepat menjadi kendala tersendiri dalam proses ini. belum lagi dengan kondisi pengungsian—di Idd-Gah—yang  ternyata tidak cukup mempu untuk menampung keseluruhan gerakan dan pertumbuhan keluarga mereka. kondisi demikian memaksa sebagian pengungsi untuk mulai menyebar, pindah ke luar negri seperti ke Saudi Arabia, Kalkun, Negeri Nepal atau bahkan ke bagian lain dari India mencari-cari peluang yang lebih baik .
Meski dalam pengunsian, Dalai Lama tetap memperhatikan kondisi warga Tibet termasuk sebagian Muslim yang masih tinggal di sana. Mengetahui permasalahan mereka, dia selama kunjungannya ke Srinagar dalam 1975, menjadikannya sebagai topik penting dalam pembicaraan dengan perdana Menteri dari Jammu & Kashmir. Ia mendorong pembentukan Asosiasi Kesejahteraan Pengungsi Islam Tibet. Asosiasi Ini mulai merancangkan proyek-proyek untuk pengembangan bidang pendidikan dan ekonomi Muslim Tibet. Dengan bantuan awal keuangan dari kasnya sendiri, Dalai Lama, kemudian menggabungkan dengan bantuan lain yang diterima, seperti dari Tibet Fundation, juga dari New York. Dari itu pusat kerajinan tangan, koperasi dan sekolah dibentuk. Dan kelompok Islam-Islam muda Tibet diberi pelatihan pembuatan barang kerajinan di Dharamsala.
Asosiasi yang dibentuk ini telah mampu memperoleh dukungan simpati dari beberapa negara Islam di kawasan Timur Tengah. Misanya saja Saudi Arabia menyediakan sejumlah dana untuk rekonstruksi sejumlah bangunan diantaranya 144 rumah dan mesjid baru yang sedang dalam penyelesaian. Pembangunan ini diselesaikan pada tahun 1985 dan rumah yang telah dibangun kemudian dibagi-bagikan di antara orang-orang Muslim Tibet. Memang belum semua muslim Tibet ini mampu untuk bisa diakomodasikan dan sebagian lain masih tetap mendiami bangunan awal yang disediakan pemerintah. namun demikian upaya ini merupakan langkah yang besar dan berarti dan tepatnya memang belum selesai.
Pada tahun 1975 sekolah dasar mulai dikembangkan dengan menyewa bangunan yang ada untuk kemudian dipersiapkan menuju pendidikan bagi anak-anak muslim Tibet menjadi pola pendidikan yang modern disamping model pendidikan tradisonal yang telah lebih dahulu hadir. Meski demikian, upaya ini bukan berarti miskin dari permasalahan. Sekolah tersebut memang dibangun dan kembangkan menuju suatu harapan yang lebih baik, namun tetap saja kekurangan suntikan dana, sehingga hal ini memaksa sebagian siswa untuk melanjutkan studinya di beberapa tempat lain yang lebih refresentatif seperti di India. Sampai saat ini, 22 Anak-anak Islam Tibet telah diakui sebagai siswa di Central School di Shimla dan Dalhousie.
Asosiasi yang dibentuk ini memiliki delapan bidang garapan, selain secara umum mereka memperjuangkan kepentngan komunitas Muslim ini. Diantaranya ada bidang garapan yang secara khsusus membidangi para pemuda yang perananya demikian penting dalam pergerakan komunitas dan sosial mereka. Perkumpulan pemuda ini berhubungan dengan Konggres Yang Muda Tibet itu. Seentara itu Department Kesehatan di Dharamsala telah menyiapkan pula suatau bentuk pusat pelayanan kesehatan yang utama untuk memelihara kebutuhan-kebutuhan medis dari para pengungsi ini.

Penutup
Barangkali aspek paling yang menarik dari komunitas muslim Tibet adalah kesetiaan mereka terhadap Islam yang unik dengan iman dalam dada mereka. Namun di saat yang sama merekapun menerima kebudayaan Tibet yang identik dengankebudayaan India dan menjadi identitas lokal mereka tanpa harus merasa kehilangan identitas keIslamannya. Dengan kondisi ini mereka mampu menyerap segenap aspek sosial Tibet termasuk budayanya.
Sekali pun menjadi Muslims saleh, komunitas itu dengan baik terintegrasi dengan masyarakat utama Tibet dan menganggap Tibet dan apapun yang berhubungan dengan Tibet untuk menjadi milik mereka sendiri. Mereka memosisikan diri selaku minoritas dengan penerimaan atas keaneka ragaman dan kesempurnaan perjuangan mereka kepada pengembangan kultur Tibet. Sebagaimana dapat dilihat dari kecendrungan mereka di Lhasa untuk menulis dengan tanda-tanda musik, puisi, literatur dan segala bentuk urusan dengan bergaya Tibet. Dampak Islam Tibet itu terlihat dari kehidupan sosial dan budaya Tibet yang terukur dan menyegarkan.
Dewasa itu tercatat, ada sekitar 3000 muslim Tibet dan 20000 muslim China. Ketika kelonggaran hubungan diplomatik terjadi, peluang ini telah memberi kesempatan bagi mereka untuk saling mengunjungi. Sementara itu mereka yang mengungsi tercatat sejumlah 2000 muslim Tibet. Dari jumlah  antara 20 sampai 25 keluarga-keluarga hidup di Negeri Nepal, 20 di negara-negara Gulf dan Turki. Lima puluh keluarga-keluarga berdiam di dalam Darjeeling-Kalimpong Tibet.
Muslim Tibet di Darjeeling, Kalimpong dan Negeri Nepal mempunyai suatu Asosiasi Kesejahteraan Islam yang tetap berhubungan dengan Tibet. Saat ini yang menjabat selaku Sekretaris Umumnya adalah Mr. Amanulla Chisti. Dan Dalai Lama selama itu telah berkunjung ke Darjeeling pada bulan April l993. Muslims Tibet di sana berpakaian dengan menggunakan pakaian tradisional mereka dan turut andil dalam ritual upacara tradisional mereka. Saat ini tercatat sekitar 1200 Tibetans yang sedang dalam penyelesaian di Srinagar terdiri dari 210 keluarga. Dewasa ini, sejumlah besar Islam-Islam Tibet sedang hidup dalam, tempat dari nenek moyang mereka. Lebih dari (sekedar) 1,000 mereka sedang hidup di sana, selebihnya sekitar 700 orangtinggal di Kalimpong, dekat Darjeeling. Beberapa keluarga-keluarga sudah mengatur Negeri Nepal, Saudi Arabia dan Turkey.
            Pemerintah Tibet modern, dewasa ini senantiasa mencurahkan perhatiannya dalam usaha untuk memperluas semua yang mungkin membantu ke arah pengembangan umat Islam di Tibet itu. Pada tahun 1993, telah dibentuk tiga pos lembaga kenegaraan yang membidangi kepentingan umat Islam di sana. Misalnya mereka tetap menyediakan peluang bagi bekas pengungsi masa lalu yang pada awalnya telah dengan terpaksa untuk berkewarganegaraan ganda atau bahan alih kewarganegaraan menjadi orang India karena situasi invasi Cina itu. Namun kini mereka diberi izin untuk memilih apakah tetap dalam ke-India-annya atau kembali menjadi Muslim Tibet yang mandiri.
Wallahu ‘alam.

Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal:
Abdul Wahid Radhu.
1997.   Islam in Tibet & Illustrated Narrative Tibetan Caravans. USA: Fons Vitae.

Beckwith, Christopher I.
1987. The Tibetan Empire in Central Asia. A History of the Struggle for Great Power among Tibetans, Turks, Arabs, and Chinese during the Early Middle Ages,  Princeton: Princeton University.

Gaborieau ed.
1995. Relations of Arab and Tibet in 8th and 9th centuries. Islâm Tetkikleri Enstitüsü Dergisi, 1973, 5/1-4;. in Muslims Tibet, Tibet Journal 20/3.

William Stodart.
1993  Islam & Tibet: Cultural Interactions (8th-17th centuries) Art and Humanities Council. Journal of Islam in Tibbet.

T. Zarcone.
1995.   Sufisme dari Asia Tengah Abad 16-17, TJ, 20.

W.Barthold, CE. Bosworth & M. Gaborieau.
2000.   Tubba. Encyclopaedia of Islam Beckwith.

Internet:
1.    Natural World: Deserts. National Geographicc. URL diakses pada 5 Maret 2008.
2.    A Unique Geographical Unit. URL diakses pada 5 Maret 2008.
3.    Widespread Glaciers and Frozen Soil. URL diakses pada 5 Maret 2008.
6.    http://id.wikipedia.org/wiki/Dataran_tinggi_Tibet URL diakses pada tanggal 5 Maret 2008.



[1] Lihat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Dataran_tinggi_Tibet/ URL diakses tanggal 5 Maret 2008.
[2] Natural World: Deserts. National Geographicc. URL diakses pada 5 Maret 2008.
[3] A Unique Geographical Unit. URL diakses pada 5 Maret 2008.
[4] Widespread Glaciers and Frozen Soil. URL diakses pada 5 Maret 2008
[7] disadur dari Masood Butt, Muslim of Tibet dalam http:www.muslim sourch.com/muslim in Tibet/ URL diakses pada 5 Maret 2008.
[8] berbeda dengan itu, Jose Ignacio Cabezon, dalam Abdul Wahid Radhu, Islam in Tibet, lebih melihat bahwa muslim Tibet ini berasal dari dua jalur langsung yaitu dari Arab melalui Persia dan Afghanistan dan melalui China melalui jalur sutera di Asia Pusat.
[9] Mereka adalah para pedagang muslim yang membawa sejumlah barang dagangan dari Calcutta seperti bahan wol untuk kemudian diolah kembali di Kalimpong di Tibet. Di Tibet, mereka selain bergerak dalam bidang konsumsi juga mengolah bahan pakaian tradisional mereka. Dan bahan dagangan yang dapat dikonsumsi diantaranya sejumlah rempah-rempah seperti kunyit dan bahan bumbu lainnya. Lain dari itu mereka juga memperdagangkan sutra India, kain brokat dari Kashmir dan kelenjar Rusa Jantan yang diyakini memiliki khasiat obat-obatan.
[10] Konon ini semua bermula dari  25 pedagang Kashmiri dari Kashmir menyeberang sampai Negeri Nepal dan Tibet. Mereka kemudian tinggal di kota-kota yang berbeda di Tibet seperti Lhasa, Shigaste dan Tsetang, tidak hanya itu, mereka pun menikah dengan wanita-wanita Tibet. Berabad-abad kemudian, komunitas yang diperluas Tibet mendekati Dalai Lama yang ke lima untuk memohon suatu tempat untuk dijadikan sebuah mesjid dan tanah pekuburan. Konon bahwa Dalai Lama yang ke lima ini menembak satu panah dan memutuskan bahwa tempat di mana anak panah tersebut jatuh dapatmenjadi milik komunitas Muslim. Tempat itu kemudian dikenal sebagai Gyangda Linka, Park dari Distant Arrow.
[11] Muslim Tibet pada umumnya  Sunnis dengan mazhab fiqh bercorak Hanafiah. Hal ini terjadi karena akar historis tadi, yang mana mereka pada dasarnya berasal dari Kashmiri  yang menikah dengan perempuan Tibet. Merekapu berkewarganegaraan ganda, sepihak mereka dianggap Orang India, dan merupakan imigran di Tibet. Namun anak-anak dari perkawinannya ini jika laki-laki maka mereka adalah orang India, dan jika perempuan dianggap orang Tibet. Memang unik.
[12] lihat dalam. wikipedia.org. muslim di Tibet. URL di akses tanggal 5 Maret 2008

Tidak ada komentar: