Pendahuluan
Salah satu kajian
yang penting untuk diungkapkan adalah mengenai komunitas muslim di
Negara-negara yang secara jumlah mereka menempati posisi minor. Komunitas
muslim minoritas ini, sebarannya hampir dapat dtemukan pada setiap belahan
dunia. Apakah ia di Asia, Eropa atau daratan Amerika dan Afrika. Salah satu
komunitas muslim minoritas adalah yang dapat ditemukan di daerah Asia khususnya
di daerah Tibet. Tibet yang selama ini dikenal sebagai pusat pengembangan Budha,
namun diantara penduduknya terdapat sebagaian mereka yang memeluk agama Islam.
Mereka memiliki cri khas yang unik, dan inilah
yang menarik untuk dieksplorasi lebih jauh.
Ketika mendiskusikan interaksi-interaksi
antara kultur-kultur Budha dan Islam, penulisan sejarah Barat lebih
berorientasi untuk menekankan unsur-unsur konflik yang pernah terjadi. Barat memang
selalu berkepentingan untuk mengangkat model pertentangan horizontal terutama
ketika dalam proses sebaran dari Islam di Asia, untuk contoh, mereka
memfokuskan diri pada beberapa contoh kehancuran biara-biara Budha dan
pembantaian dari para biarawan yang menolak untuk mengkonversi agama mereka
kepada Islam di masa pemerintahan yang lalim.
Dari perspektif Tibet, persepsi Islam
seperti itu tidaklah dapat diperoleh. Karenanya para penuls Barat selalu
kesulitan untuk mewarnai sejarah Islam di Tibet yang dapat diolah sesuai dengan
misi mereka yang memang selalu penuh dengan berbagai kepentingan kolonial dari
abad ke sembilan belas. Alih-alih dari itu, Ilmu pengetahuan terbaru
mengungkapkan suatu gambaran sejarah yang lebih bersegi banyak.
Meskipun banyak
dari sejarah interaksi-interaksi Islam Tibet masih ada dalam ketidak jelasan, namun
demikian dalam hal lain pernah menampilkan bentuk hubungan yang jelas, misalnya
pola interaksi ekonomi politik antara kerajaan Tibet dengan umat Islam yang
telah dimulai sejak abad ketujuh. Para pemimpin Umat Islam di daerah Arab
dengan kerajaan Tibet Itu telah membentuk perjanjian kerjasama pada abad ke
delapan. Tibet telah
dikenal melalui jalur perdagangan bangsa Arab, daerh ini telah dapat ditemukan
dalam peta-peta jalur peragangan Arab klasik. Jadi
bukanlah hal yang mustahil jika kemudian umat Islam Arab pun pernah
mendakwahkan agama ini ke wilayah Tibet.
Tibet
Sekilas Pandang[1]
Dataran tinggi Tibet
Di sebelah selatan, dataran tinggi
Tibet berbatasan dengan Pegunungan Himalaya
dan sebelah utara dengan Gurun
Taklamakan
Dataran tinggi
Tibet, atau dikenal sebagai Dataran tinggi Qinghai-Tibet (Qingzang) adalah dataran tinggi yang luas di Asia Timur yang meliputi sebagian besar Daerah Otonomi
Tibet dan Provinsi Qinghai
di Republik Rakyat
Cina, serta Provinsi Ladakh di Kashmir. Dataran tinggi ini luasnya 2,5
juta kilometer persegi (1.000 kali 2.500 kilometer), dengan ketinggian
rata-rata 4.500 di atas permukaan laut.
Sebagai dataran tinggi terbesar yang letaknya tertinggi di dunia, kawasan
dataran tinggi Tibet mendapat julukan sebagai "atap dunia". Sebagai
perbandingan, luas dataran tinggi ini kira-kira sama besarnya dengan 4 kali
luas negara bagian Texas atau Perancis.[2]
Dataran tinggi
Tibet dikelilingi barisan pegunungan yang sangat tinggi.[3]
Di bagian barat laut terdapat Pegunungan
Kunlun yang memisahkan dataran tinggi Tibet dengan Cekungan
Tarim, sedangkan di bagian timur laut terdapat Pegunungan
Qilian yang memisahkannya dengan Gurun Gobi. Di bagian selatan terdapat Sungai
Yarlung Tsangpo yang mengalir di kaki Pegunungan Himalaya
dan Dataran
Gangga yang luas. Sementara itu, di bagian timur dan tenggara
dataran tinggi Tibet terdapat lembah berhutan-hutan
dan daerah perbukitan yang merupakan hulu
bagi Sungai
Salween, Sungai Mekong, dan Sungai Panjang di selatan Provinsi Sichuan. Di sebelah barat, dataran tinggi
Tibet berbatasan dengan barisan Pegunungan
Karakoram di utara Kashmir.
Kondisi
geografis
Dataran tinggi
ini merupakan stepa gersang yang berada di ketinggian, diselang-selingi
dengan barisan pegunungan dan danau air payau yang luas. Curah hujan tahunan
berkisar antara 100 mm hingga 300 mm, dan sebagian besar turun dalam bentuk hujan batu
es. Walaupun embun beku
terjadi enam bulan dalam setahun, tepian stepa bagian selatan dan timur
terdapat padang
rumput yang cukup memberi kehidupan bagi penggembala ternak yang
hidup sebagai pengembara.
Semakin ke utara dan barat laut, dataran tinggi Tibet menjadi semakin terjal,
serta semakin dingin dan kering. Dataran tinggi ini berakhir di wilayah
terpencil Hoh Xil
yang berada di ketinggian rata-rata lebih dari 5.000 meter, dengan suhu tahunan
rata-rata -4°C, namun dapat turun hingga -40°C di musim dingin. Keadaan
lingkungannya yang sangat tidak ramah bagi manusia menjadikan Hoh Xil sebagai
wilayah dengan penduduk paling sedikit di Asia. Sekaligus Hoh Xil menempati
urutan ketiga dalam daftar wilayah yang berpenduduk paling sedikit di dunia
setelah Antartika dan utara Greenland. Di bagian timur dataran tinggi
ditutupi tanah
beku abadi sebagai bukti bahwa dataran tinggi sudah ada sejak zaman es.[4]
Dataran tinggi
Tibet terbentuk dari benturan antara lempeng kerak India-Australia dan lempeng tektonik Eurasia menjelang awal
zaman Kenozoikum (kira-kira 55 juta tahun yang
lalu).[5]
Proses pengangkatan
tektonik Daratan tinggi Tibet diperkirakan berdampak besar dalam perubahan
iklim, dan dianggap mempengaruhi muson
(angin musim) di Asia. Angin yang membawa udara hangat yang lembap dari selatan
sepanjang musim monsun
India (Juni-Oktober) menjadikan hujan banyak turun di India utara.
Sementara itu, dataran tinggi Tibet menjadi sangat kering karena Pegunungan
Himalaya membentuk daerah
bayang-bayang hujan. Angin berhembus di dataran tinggi Tibet sambil
menjatuhkan sedikit uap air yang tersisa. Akibatnya, udara yang bergerak
semakin ke utara menjadi semakin kering sehingga terjadi padang pasir seperti Gurun
Taklamakan dan Gurun Gobi.[6]
Beberapa dari
sungai terpanjang di dunia berasal dari dataran tinggi Tibet. Sejumlah 25% dari
jumlah erosi tanah dunia terbawa aliran
sungai-sungai tersebut. Termasuk di antaranya Sungai Panjang, Sungai Kuning, Sungai Indus, Sungai
Satluj, Sungai
Yarlung (di India disebut Sungai Brahmaputra),
Sungai
Mekong, Sungai Irrawaddy
dan Sungai
Salween.
Danau air payau
di dataran tinggi Tibet di antaranya adalah Danau
Qinghai, Namtso,
Dagze Co,
Danau
Yamdrok, Danau
Puma Yumco, dan Danau Paiku.
Sejarah
awal dan perkembangannya[7]
Sebelum diinvasi China pada tahun 1959, kehidupan
dan toleransi umat beragama yang berlangsung di Tibet sangatlah luar biasa.
Komunitas Budha yang mayoritas memberikan tempat dan kebebasan bagi komunitas
Muslim yang minoritas untuk berkembang dan menjalankan ritual ibadahnya. Secara
pasti, hingga kini belum diketahui sejarah awal kapan komunitas Muslim datang
ke kawasan yang disebut sebagai atap dunia ini. Namun sejarawan Arab, seperti
Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari sudah menyebut-nyebut nama kawasan ini
dalam tulisan-tulisan mereka. Bahkan Yaqut Hamawi, dalam bukunya, Muajumal
Buldan, atau ensiklopedi negara-negara, menyebut kawasan ini dalam tiga
istilah Tabbat, Tibet, dan Tubbet. Pada masa
pemerintahan Umar Abdul Aziz (717-720), diberitakan adanya utusan dari Tibet
dan Negeri China meminta dia untuk mengutus juru dakwah Islam pada negara-negara
mereka. Khalifah Umar konon pernah mengutus Abdullah Hanafi ke Tibet. Demikian
pula halnya dengan para penguasa Abbasiah yang memelihara hubungan baik dengan
Tibet selama abad ke delapan dan ke sembilan.
Islam datang ke Tibet melalui para
pedagang Muslim yang berasal dari empat kawasan yang berbatasan langsung dengan
Tibet. Mereka berasal dari
Kashmir, Ladakh, Nepal, dan Cina, meski ada pula pengaruh Persia dan Turkistan.[8] Muslim migran dari Kashmir dan Ladakh, dua wilayah di
India, pertama kali memasuki Tibet pada abad ke-12.[9]
Melalui pernikahan dan interaksi sosial, komunitas Muslim Tibet mulai terbentuk
dan semakin banyak hingga membentuk komunitas Muslim tersendiri di Lhasa,
ibukota Tibet.
Adalah
Dalai Lama yang memainkan peranan penting dalam membuka jalan bagi kehidupan
komunitas Muslim di lingkungan penganut Budha Tibet. Sebagai bagian kebijakan
toleransi beragama, Dalai Lama menghadiahi komunitas Muslim Tibet dengan
hak-hak istimewa. Mereka boleh memilih lima anggota komite untuk mengawasi
urusan internal mereka. Mereka juga diperbolehkan menangani permasalahan mereka
secara independen dengan menggunakan hukum syariah. Muslim Tibet juga boleh
membuka toko di seluruh kota di Tibet dan dibebaskan dari kewajiban membayar
pajak.
Keistimewaan lainnya mereka juga boleh memakan daging
selama perayaan Sadakawa yang merupakan perayaan suci umat Budha. Termasuk
diperkenankan untuk tidak membuka topi mereka pada perayaan ibadah Monlam untuk
membedakan mereka dari pendeta-pendeta Budha. Dalai Lama juga memberikan lahan kosong di Lhasa bagi
komunitas Muslim untuk membangun masjid dan juga pemakaman.[10] Ada dua kuburan di sekitar Lhasa: satu pada
Gyanda Linka sekitar 12 km dari kota Lhasa dan yang lain pada Kygasha sekitar
15 km jauhnya. Sebagian dari Gyanda Linka
diubah menjadi suatu kebun dan hal ini menjadi tempat di mana komunitas Muslim
mengorganisir fungsi-fungsi mereka yang utama. Gyanda Linka dikatakan kepada
menahan kuburan-kuburan yang tak ditandai percaya untuk menjadi mereka yang
pendatang-pendatang yang datang ke khotbah Islam ke Tibet. Kygasha sebagian
besar digunakan oleh Muslims dari asal-muasal Cina.
Muslim Tibet[11]
dikenal masyarakatnya dengan sebutan "Khache". Diperkirakan
sebutan ini muncul karena Muslim pertama yang datang dari Kashmir dikenal
dengan nama "Khache Yull". Para Kache ini merupakan kelompok
minoritas di Tibet yang didominasi pengikut Budha. Meskipun masuk golongan
minoritas dan secara silsilah bukan orang asli Tibet, mereka lebih diakui
sebagai orang Tibet daripada kelompok Muslim Hui asal China atau yang disebut
Kyangsha.[12]
Dengan
populasi yang sangat sedikit, keberadaan Muslim Tibet juga tersebar di seluruh
kawasan ini. Sebagian besar menetap di ibukota Tibet Lhasa dan di Shigatse,
kota terbesar kedua di Tibet. Muslim Tibet memiliki keunikan tersendiri.
Faktanya mereka sebagian besar merupakan keturunan Kashmir, Persia, atau Arab
melalui garis keturunan ayah. Darah Tibet mengalir melalui garis keturunan ibu.
Maka tak heran, banyak dari mereka yang bernama depan Tibet namun nama
keluarganya Persia.
Komunitas Muslim Tibet
memiliki masjid sendiri yang terletak di Lhasa, Shigatse, dam Tsethang. Ciri
khas lainnya dari komunitas Muslim Tibet adalah pusat kegiatan mereka yang
terkonsentrasi di sekeliling masjid, yang juga menjadi pusat kehidupan sosial
Muslim di Tibet. Mereka juga mendirikan madrasah. Selain mengajarkan agama,
madrasah juga mengajarkan bahasa Urdu. Ada dua madrasah di Tibet, satu di Lhasa
dan satu lagi di Shigatse.
Namun, madrasah belum diakui
pemerintah Cina yang menginvasi Tibet tahun 1959. Lulusan madrasah tidak bisa
meneruskan ke sekolah umum yang lebih tinggi. Karenanya, mereka meneruskan
studinya ke institut-institut Muslim di India. Salah satu institusi pendidikan
favorit mereka adalah Darul-Ulum di Deoband, Nadwatul-Ulema di Lucknow, dan
Jamia Millia Islamia di New Delhi. Akibat keterbatasan transportasi, para siswa
yang akan melakukan perjalanan ke India, harus berangkat bersama rombongan
dagang. Perjalanan ini memakan waktu berbulan-bulan karena harus berjalan kaki
dan naik kuda atau keledai ke India. Biasanya, mereka tidak pulang ke rumah
kecuali sudah menyelesaikan pendidikan atau memutuskan drop out.
Tak banyak Muslim Tibet yang
berhasil menyelesaikan kuliah mereka di India dan mendapat keahlian bahasa
Arab, Urdu, dan Persia. Yang paling terkenal dari mereka adalah Faidhullah,
penerjemah puisi sastrawan Persia Syekh Sadi ke dalam bahasa Tibet, Gulestan,
dan Boastan. Selain kesusastraan,
Muslim Tibet juga telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kebudayaan
masyarakat Tibet, khususnya dalam seni musik. Nangma atau dalam bahasa
Urdu disebut naghma, sejenis musik klasik yang sangat populer di Tibet,
disebutkan dibawa ke tempat ini oleh Muslim Tibet. Mereka juga mengadopsi adat
istiadat dan kebiasaan masyarakat Tibet. Salah satunya dalam urusan pernikahan.
Di satu sisi mereka menjalankan pernikahan ala Tibet, namun di sisi lain mereka
tetap memegang kukuh tradisi pernikahan Islam.
Muslim
Tibet memang unik ketika mereka mampu memelihara identitas keIslaman, namun
disaat yang sama merekapun tetap berada dalam pengakuan teradisi budaya Tibet
yang khas. Mereka memilih suatu panitia Ponj untuk memelihara segala
kepentingan mereka. Pemerintah Tibetpun dalam hal ini menyetujui pembentukan
panitia ini dan memberinya kebebasan untuk melakukan aktivitas dan untuk
memutuskan hal-hal berkenaan dengan Komunitas Islam Tibet. Muslim Tibet juga
telah memberikan sumbangan pada perkembangan kebudayaan Tibet, terutama sekali
dalam bidang musik. Nangma, suatu musik tradisional yang populer di Tibet,
dikatakan merupakan warisan dari para leluhur Muslim Tibet di genearsi awal. Kata
Nangma sendiri dipercaya merupakan turunan dari bahasa Urdu yakni Naghma yang berarti Lagu. lagu-lagu ini dikembangkan
di Tibet di sekitar Pergantian Abad, dan kemudian banyak diserap dan
dikembangkan oleh Acha Izzat, Bhai Akbar-la dan Oulam Mehdi dan menjadi suatu
bentuk nyanyian keseharian di bibir-bibir hampir setiap orang.
Harmonisasi yang terganggu: Invasi China ke
Tibet
Pada tahun 1959, ketika terjadi huru-hara horizontal
di Tibet, yang pada itu terjadi Invasi
Cina ke Tibet, Dalai Lama mengungsi ke India dengan sejumlah pengikut setianya.
dalam pada itu. Sebelum invasi
Cina, diperkirakan ada sekitar 3 ribu Muslim Tibet yang tinggal di seluruh
kawasan ini. Jumlah mereka menyusut drastis setelah invasi. Seperti saudaranya
yang beragama Budha, Muslim Tibet juga diperas, disiksa, dan dianiaya sehingga
terpaksa mengungsi. Pemerintah Cina bahkan memperlakukan mereka lebih kejam
daripada kepada orang Budha. Muslim Tibet yang menguasai perdagangan di
kota-kota di Tibet dipaksa menyerahkan asetnya agar bisa keluar dari Tibet.
Muslim
Tibet, terutama yang tinggal di Lhasa, baru setahun kemudian dapat berinteraksi
dengan dunia luar akibat konflik horizontal ini. selama setahun tersebut,
muslim Tibet mengalami tekanan yang kuat dari rezim penjajah. Mereka harus
menderita pemerasan, terorisme dan kekejaman di bawah tangan-tangan pemerintah
penjajah Cina, demikian pula halnya yang dialami oleh rekan mereka Tibetans
(Tibet non muslim).
Selama
periode kritis ini, Muslim Tibet mengorganisir diri. Mereka mendekati Konsulat
India di Lhasa dan memohon perlindungan dengan pengakuan kewarganegaraan selaku
warga negara India, agar terlindung dari kekejaman pemerintah penjajah Cina
dengan mengingat asal nenek moyang mereka dari jalur Kashmir. Kepala Konsulat
India di Lhasa saat itu dijabat oleh Mr. P.N.Kaul sedangkan perwakilan Muslim
Tibet yang mengajukan diri memohon perlindungan adalah Haji Habibullah Shamo.
Ia, beserta para pemimpin yang lain Bhai Addul Gani-la; Rapse Hamidullah, Abdu1
Ahad Hajj, Abdul Qadir Jami dan Haji Abdul Gani Thapsha di tangkap pemerintah
penjajah Cina dan didakwa dengan berbagai tuntutan. Bhai Abdu1 Gani-la didakwa atas provokasi
anti Cina, Rapse Hamidullah ditangkap karena hubungannya dengan suatu pejabat
yang senior Tibet.
Sementara
itu tanggapan yang awal dari Pemerintah Orang India hangat-hangat kuku. Mereka
masih menganggap penuh rsiko untuk campur tangan dalam kondisi demikian. namun
mereka memberikan semacam kemudahan bahwa Muslim Tibet dapat tinggal di jalur
Jammu dan Kashmir dengan mengingat hubungan kekerabatan mereka dengan beberapa
anggota keluarga di sekitar daerah tersebut. Tetapi beberapa waktu kemudian,
Pemerintah India mengabulkan permohonan ini, mereka menyatakan persetujuan untuk mengakui muslim
Tibet yang berstatus pengungsi ini sebagai waraga negara mereka dengan
membagikan formulir kewarganegaraan Indi.
Sementara
itu ada perubahan sikap dari penguasa Pemerintah penjajah Cina di Tibet saat
itu, dengan memberikan opsi terentu kepada muslim Tibet, yaitu, mereka
diperkenankan keluar dari Tibet dan bebas dengan pemelukan agamanya asalkan
bersedia meninggalkan segala harta benda mereka untuk pemerintah emberontak
itu. Melihat peluang demikian, terutama untuk menyelamatkan akidah, banyak dari
muslim Tibet dengan sepenuh hati melepaskan harta mereka. Tetapi bagi mereka
yang tetap memilih untuk tinggal di Tibet, terutama karena tidak memiliki
jaminan untuk penukaran kebebasannya dikenakan pembatasan-pembatasan. Boikot sosialpun
dinyatakan; bahwa tidak diizinkan bagi siapapun untuk menjual makanan kepada Mulsim
Tibet. Akibat kebijakan ini banyak mulimin Tibet yang telah tua dan lemah juga
anak-anak menderita kelaparan.
Mereka
yang mampu melintasi ke India dan memasuki kota-kota perbatasan seperti
Kalimpong, Darjeeling dan Gangtok ditampung dalam tiga bangunan yang sangat
besar di Idd-Gah di Srinagar oleh Pemerintah India. Pada waktu itu, Dalai Lama
telah mengutus perwakilannya untuk menanyakan kondisi-kondisi Muslim yang
berasal dari Tibet.
Selama
masa pengungsian ini, muslim Tibet mencoba untuk menyusun kembali kekuatan.
namun hal ini bukan berareti tanpa tantangan dan rintangan, dengan tidak adanya
pigur pemimpin yang tepat menjadi kendala tersendiri dalam proses ini. belum
lagi dengan kondisi pengungsian—di Idd-Gah—yang
ternyata tidak cukup mempu untuk menampung keseluruhan gerakan dan
pertumbuhan keluarga mereka. kondisi demikian memaksa sebagian pengungsi untuk
mulai menyebar, pindah ke luar negri seperti ke Saudi Arabia, Kalkun, Negeri
Nepal atau bahkan ke bagian lain dari India mencari-cari peluang yang lebih
baik .
Meski
dalam pengunsian, Dalai Lama tetap memperhatikan kondisi warga Tibet termasuk
sebagian Muslim yang masih tinggal di sana. Mengetahui permasalahan mereka, dia
selama kunjungannya ke Srinagar dalam 1975, menjadikannya sebagai topik penting
dalam pembicaraan dengan perdana Menteri dari Jammu & Kashmir. Ia mendorong
pembentukan Asosiasi Kesejahteraan Pengungsi Islam Tibet. Asosiasi Ini mulai
merancangkan proyek-proyek untuk pengembangan bidang pendidikan dan ekonomi Muslim
Tibet. Dengan bantuan awal keuangan dari kasnya sendiri, Dalai Lama, kemudian menggabungkan
dengan bantuan lain yang diterima, seperti dari Tibet Fundation, juga dari New
York. Dari itu pusat kerajinan tangan, koperasi dan sekolah dibentuk. Dan kelompok
Islam-Islam muda Tibet diberi pelatihan pembuatan barang kerajinan di
Dharamsala.
Asosiasi
yang dibentuk ini telah mampu memperoleh dukungan simpati dari beberapa negara Islam
di kawasan Timur Tengah. Misanya saja Saudi Arabia menyediakan sejumlah dana
untuk rekonstruksi sejumlah bangunan diantaranya 144 rumah dan mesjid baru yang
sedang dalam penyelesaian. Pembangunan ini diselesaikan pada tahun 1985 dan
rumah yang telah dibangun kemudian dibagi-bagikan di antara orang-orang Muslim
Tibet. Memang belum semua muslim Tibet ini mampu untuk bisa diakomodasikan dan
sebagian lain masih tetap mendiami bangunan awal yang disediakan pemerintah.
namun demikian upaya ini merupakan langkah yang besar dan berarti dan tepatnya
memang belum selesai.
Pada tahun
1975 sekolah dasar mulai dikembangkan dengan menyewa bangunan yang ada untuk kemudian
dipersiapkan menuju pendidikan bagi anak-anak muslim Tibet menjadi pola
pendidikan yang modern disamping model pendidikan
tradisonal yang telah lebih dahulu hadir. Meski demikian, upaya ini bukan
berarti miskin dari permasalahan. Sekolah tersebut memang dibangun dan
kembangkan menuju suatu harapan yang lebih baik, namun tetap saja kekurangan
suntikan dana, sehingga hal ini memaksa sebagian siswa untuk melanjutkan
studinya di beberapa tempat lain yang lebih refresentatif seperti di India.
Sampai saat ini, 22 Anak-anak Islam Tibet telah diakui sebagai siswa di Central
School di Shimla dan Dalhousie.
Asosiasi yang dibentuk ini memiliki
delapan bidang garapan, selain secara umum mereka memperjuangkan kepentngan
komunitas Muslim ini. Diantaranya ada bidang garapan yang secara khsusus
membidangi para pemuda yang perananya demikian penting dalam pergerakan
komunitas dan sosial mereka. Perkumpulan pemuda ini berhubungan dengan Konggres
Yang Muda Tibet itu. Seentara itu Department Kesehatan di Dharamsala telah
menyiapkan pula suatau bentuk pusat pelayanan kesehatan yang utama untuk
memelihara kebutuhan-kebutuhan medis dari para pengungsi ini.
Penutup
Barangkali
aspek paling yang menarik dari komunitas muslim Tibet adalah kesetiaan mereka
terhadap Islam yang unik dengan iman dalam dada mereka. Namun di saat yang sama
merekapun menerima kebudayaan Tibet yang identik dengankebudayaan India dan
menjadi identitas lokal mereka tanpa harus merasa kehilangan identitas keIslamannya.
Dengan kondisi ini mereka mampu menyerap segenap aspek sosial Tibet termasuk budayanya.
Sekali
pun menjadi Muslims saleh, komunitas itu dengan baik terintegrasi dengan
masyarakat utama Tibet dan menganggap Tibet dan apapun yang berhubungan dengan
Tibet untuk menjadi milik mereka sendiri. Mereka memosisikan
diri selaku minoritas dengan penerimaan atas keaneka ragaman dan kesempurnaan perjuangan
mereka kepada pengembangan kultur Tibet. Sebagaimana dapat dilihat dari
kecendrungan mereka di Lhasa untuk menulis dengan tanda-tanda musik, puisi, literatur
dan segala bentuk urusan dengan bergaya Tibet. Dampak Islam Tibet itu terlihat
dari kehidupan sosial dan budaya Tibet yang terukur dan menyegarkan.
Dewasa
itu tercatat, ada sekitar 3000 muslim Tibet dan 20000 muslim China. Ketika
kelonggaran hubungan diplomatik terjadi, peluang ini telah memberi kesempatan
bagi mereka untuk saling mengunjungi. Sementara itu mereka yang mengungsi
tercatat sejumlah 2000 muslim Tibet. Dari jumlah antara 20 sampai
25 keluarga-keluarga hidup di Negeri Nepal, 20 di negara-negara Gulf dan Turki.
Lima puluh keluarga-keluarga berdiam di dalam Darjeeling-Kalimpong Tibet.
Muslim Tibet di Darjeeling, Kalimpong
dan Negeri Nepal mempunyai suatu Asosiasi Kesejahteraan Islam yang tetap
berhubungan dengan Tibet. Saat ini yang menjabat selaku Sekretaris Umumnya adalah
Mr. Amanulla Chisti. Dan Dalai Lama selama itu telah berkunjung ke Darjeeling
pada bulan April l993. Muslims Tibet di sana berpakaian dengan menggunakan
pakaian tradisional mereka dan turut andil dalam ritual upacara tradisional
mereka. Saat ini tercatat sekitar 1200 Tibetans yang sedang dalam penyelesaian
di Srinagar terdiri dari 210 keluarga. Dewasa ini, sejumlah besar Islam-Islam
Tibet sedang hidup dalam, tempat dari nenek moyang mereka. Lebih dari (sekedar)
1,000 mereka sedang hidup di sana, selebihnya sekitar 700 orangtinggal di
Kalimpong, dekat Darjeeling. Beberapa keluarga-keluarga sudah mengatur Negeri
Nepal, Saudi Arabia dan Turkey.
Pemerintah Tibet
modern, dewasa ini senantiasa mencurahkan perhatiannya dalam usaha untuk memperluas
semua yang mungkin membantu ke arah pengembangan umat Islam di Tibet itu. Pada
tahun 1993, telah dibentuk tiga pos lembaga kenegaraan yang membidangi
kepentingan umat Islam di sana. Misalnya mereka tetap menyediakan peluang bagi
bekas pengungsi masa lalu yang pada awalnya telah dengan terpaksa untuk
berkewarganegaraan ganda atau bahan alih kewarganegaraan menjadi orang India
karena situasi invasi Cina itu. Namun kini mereka diberi izin untuk memilih
apakah tetap dalam ke-India-annya atau kembali menjadi Muslim Tibet yang
mandiri.
Wallahu ‘alam.
Daftar
Pustaka
Buku
dan Jurnal:
Abdul Wahid Radhu.
1997. Islam in
Tibet & Illustrated Narrative Tibetan Caravans. USA: Fons Vitae.
Beckwith, Christopher I.
1987. The Tibetan
Empire in Central Asia. A History of the Struggle for Great Power among
Tibetans, Turks, Arabs, and Chinese during the Early Middle Ages, Princeton:
Princeton University.
Gaborieau ed.
1995. Relations of
Arab and Tibet in 8th and 9th centuries. Islâm
Tetkikleri Enstitüsü Dergisi, 1973, 5/1-4;. in Muslims Tibet, Tibet Journal
20/3.
William
Stodart.
1993 Islam & Tibet: Cultural Interactions (8th-17th
centuries) Art and Humanities Council.
Journal of Islam in Tibbet.
T. Zarcone.
1995. Sufisme dari
Asia Tengah Abad 16-17, TJ, 20.
W.Barthold, CE. Bosworth & M.
Gaborieau.
2000. Tubba. Encyclopaedia
of Islam Beckwith.
Internet:
1. Natural World: Deserts. National
Geographicc. URL diakses pada 5
Maret 2008.
2. A Unique Geographical Unit. URL diakses
pada 5 Maret 2008.
3. Widespread Glaciers and Frozen Soil. URL
diakses pada 5 Maret
2008.
4. The
New Largest Canyon in the World --The Great Canyon of Yarlung Tsangpo River
(Tibet). URL diakses pada 5 Maret 2008.
5. Leaf morphology and the timing of the rise of the
Tibetan Plateau. URL diakses pada 5 Maret 2008.
6.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dataran_tinggi_Tibet
URL diakses pada tanggal 5 Maret 2008.
[1] Lihat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Dataran_tinggi_Tibet/ URL diakses
tanggal 5 Maret 2008.
[2] Natural World: Deserts. National
Geographicc. URL diakses pada 5 Maret 2008.
[3] A Unique Geographical Unit. URL diakses
pada 5 Maret 2008.
[4] Widespread Glaciers and Frozen Soil. URL
diakses pada 5 Maret 2008
[5] The
New Largest Canyon in the World --The Great Canyon of Yarlung Tsangpo River
(Tibet). URL diakses pada
5 Maret 2008.
[6] Leaf morphology and the timing of the rise of the
Tibetan Plateau. URL diakses pada
5 Maret 2008.
[7] disadur dari Masood Butt, Muslim of Tibet dalam
http:www.muslim sourch.com/muslim in Tibet/ URL diakses pada 5 Maret 2008.
[8] berbeda dengan itu, Jose Ignacio Cabezon, dalam Abdul
Wahid Radhu, Islam in Tibet, lebih melihat bahwa muslim Tibet ini
berasal dari dua jalur langsung yaitu dari Arab melalui Persia dan Afghanistan
dan melalui China melalui jalur sutera di Asia Pusat.
[9] Mereka adalah para pedagang muslim yang membawa sejumlah
barang dagangan dari Calcutta seperti bahan wol untuk kemudian diolah kembali
di Kalimpong di Tibet. Di Tibet, mereka selain
bergerak dalam bidang konsumsi juga mengolah bahan pakaian tradisional mereka.
Dan bahan dagangan yang dapat dikonsumsi diantaranya sejumlah rempah-rempah
seperti kunyit dan bahan bumbu lainnya. Lain dari itu mereka juga
memperdagangkan sutra India, kain brokat dari Kashmir dan kelenjar Rusa Jantan
yang diyakini memiliki khasiat obat-obatan.
[10] Konon ini semua bermula dari 25 pedagang Kashmiri dari Kashmir menyeberang
sampai Negeri Nepal dan Tibet. Mereka kemudian tinggal di kota-kota yang
berbeda di Tibet seperti Lhasa, Shigaste dan Tsetang, tidak hanya itu, mereka
pun menikah dengan wanita-wanita Tibet. Berabad-abad kemudian, komunitas yang
diperluas Tibet mendekati Dalai Lama yang ke lima untuk memohon suatu tempat
untuk dijadikan sebuah mesjid dan tanah pekuburan. Konon bahwa Dalai Lama yang
ke lima ini menembak satu panah dan memutuskan bahwa tempat di mana anak panah
tersebut jatuh dapatmenjadi milik komunitas Muslim. Tempat itu kemudian dikenal
sebagai Gyangda Linka, Park dari Distant Arrow.
[11] Muslim Tibet pada umumnya Sunnis dengan mazhab fiqh bercorak Hanafiah. Hal
ini terjadi karena akar historis tadi, yang mana mereka pada dasarnya berasal
dari Kashmiri yang menikah dengan perempuan
Tibet. Merekapu berkewarganegaraan ganda, sepihak mereka dianggap Orang India, dan
merupakan imigran di Tibet. Namun anak-anak dari perkawinannya ini jika
laki-laki maka mereka adalah orang India, dan jika perempuan dianggap orang
Tibet. Memang unik.
[12] lihat dalam. wikipedia.org. muslim di Tibet. URL
di akses tanggal 5 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar