Minggu, 02 November 2014

ISLAM DI SPANYOL 711-1492 M: Sebagian catatan periode pertengahan Islam di Barat

Pendahuluan
Islam yang menyejarah dan dicatat sebagai bagian peradaban dunia, tentu akan berbeda dengan Islam sebagai sumber spirit (agama) bagi para pelaku sejarahnya itu sendiri.[1] Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa catatan sejarah perjalanan Islam yang disajikan para pemerhati bidang ini. Sejarah sebagai catatan dialektika kreasi manusia antar ruang dan waktu tidak selalu menampilkan wajah yang nyaman (baik) sekalipun dari aspek spiritnya (seperti Islam misalnya) memiliki muatan nilai-nilai positif. Setidaknya hal ini dapat disaksikan dari catatan sejarah bahwa di samping kemajuan-kemajuan (pada beberapa bidang) tidak berarti menghapus jejak kekurangannya.

Jejak peradaban Islam klasik diantaranya dapat ditemukan di Spanyol atau Andalusia saat itu. Pada masanya, Islam di Spanyol telah memberikan citra tersendiri bagi dunia Islam saat itu maupun modern. Beberapa bekas peradaban yang tercatat diantaranya dalam bidang politik ketatanegaraan, pendidikan dan pengetahuan dan model hubungan antar bangsa yang berdiam di Spanyol. Mengapa demikian, karena Spanyol Islam saat itu tercatat sebagai wilayah Islam dengan ragam penduduk. Kajian ini diarahkan pada awal masuknya Islam ke Spanyol serta beberapa catatan pendukungnya, dan beberapa kemajuan yang diraih selama Umat Islam memerintah di Spanyol. Di samping itu juga dicoba untuk merekam secara tidak langsung mengenai penyebab berakhirnya dominasi peradaban  (kekuasaan) kerajaan Islam di Spanyol.

Spanyol Islam: Umayah Damskus, Awal Mula
Masuknya Islam ke dataran Spanyol Eropa merupakan bagian penting dari ekspansi pasukan Islam ke belahan dunia luar Arab pada masa Bani Ummayah berkuasa, demikian Hitti mencatatnya.[2] Selanjutnya dijelaskannya bahwa awal mulanya ialah proses pengintaian yang dilakukan oleh Tharif seorang kepercayaan Musa bin Nushair Gubernur Afrika Utara dewasa itu, ke wilayah ujung selatan benua Eropa.[3] Pengintaian ini sekaligus juga menandai kemenangan pasukan Islam atas pasukan Byzantium sehingga menjadikannya sebagai batu loncatan yang demikian penting untuk mulai memasuki babak baru dalam sejarah umat Islam di Eropa. Disamping semangat atas nama Ekspansi Wilayah Politik dan atas nama agama, peristiwa masuknya Islam ke Eropa tidak terlepas dari kondisi umum dunia Eropa saat itu.
Secara umum pada masa itu dunia Eropa sedang dikangkangi oleh penjajah,  Raja Ghotik yang  kejam.  Wanita merasa terancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang tak berperikemanusiaan. Raja dan anteknya  bersukaria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam  kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama Kristen dan Yahudi, mengungsi ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan mempunyai toleransi yang tinggi karena berada di bawah naungan pemerintahan muslim.
Satu dari jutaan pengungsi itu adalah Julian, Gubernur Ceuta yang putrinya  Florinda telah  dinodai Roderick, raja bangsa Ghotik. Mereka memohon pada Musa bin Nushair, untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu. Setelah mendapat persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian ke pantai  selatan  Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Thariq bin Ziyad, budak Barbar yang juga mantan pembantu Musa bin Nushair memimpin 12.000 anggota pasukan muslim  menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropa.
Begitu  kapal-kapal  yang  berisi  pasukannya mendarat di Eropa, Thariq mengumpulkan mereka  di atas sebuah bukit karang, yang dinamai Jabal Thariq  (karang Thariq) yang sekarang terkenal dengan nama Jibraltar. Di atas bukit karang itu Thariq memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Strategi ini dilakukannya demi meningkatkan semangat tempur pasukan muslim dan keyakinan theologis bahwa dimanapun itu setiap tempat adalah bumi Allah.  Bala tentara muslim yang berjumlah 12.000 orang  maju  melawan tentara  Ghotik yang berkekuatan 100.000 tentara. Dalam pertempuran ini secara jumlah pasukan   Kristen   jauh   lebih   unggul termasuk dalam persenjataan, namun semua  itu  tak mengecutkan hati pasukan muslim.
Tanggal 19 Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu, keduanya berperang di dekat muara sungai Barbate. Pada pertempuran ini, Thariq dan pasukannya berhasil melumpuhkan pasukan Ghotik, hingga Raja Roderick tenggelam di sungai  itu. Kemenangan Thariq yang luarbiasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itu mereka  tidak  berani  lagi  menghadapi  tentara Islam secara terbuka.
Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok, dan menyebarkan mereka  ke Cordova, Malaga, dan Granada. Sedangkan dia sendiri bersama pasukan  utamanya menuju  ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua kota-kota itu menyerah tanpa perlawanan berarti. Kecepatan gerak dan kehebatan pasukan Thariq berhasil melumpuhkan orang-orang Ghotik. Rakyat Spanyol yang sekian   lama   tertekan   akibat   penjajahan bangsa Ghotik, mengelu-elukan  orang-orang  Islam.  Selain itu, perilaku  Thariq dan orang-orang  Islam begitu  mulia  sehingga mereka disayangi oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Salah satu pertempuran paling seru terjadi di Ecija, yang membawa kemenangan bagi pasukan Thariq. Dalam pertempuran ini, Musa bin Nushair, ikut bergabung dengannya.[4] Selanjutnya, kedua jenderal itu bergerak  maju  terus berdampingan dan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh  dataran Spanyol jatuh  ketangan  Islam.  Portugis ditaklukkan pula beberapa tahun kemudian.

Spanyol Islam: (Masa Abasiah di Timur dan kemandirian)
Sukses Thariq pada masa Al Walid ini (Ummayah-Damskus) dikuti oleh Abd. Al Rahman Al Dakhil (756-788 M), seorang penguasa Muslim Spanyol yang pertama.[5] Di masanya Sistem pemerintahan mulai ditata berdasarkan karakterisitk penduduknya yang heterogen. Stabilitas politik dan kemiliteran diperbaiki, tercatat bahwa ia memiliki 40.000 pasukan termasuk kekuatan angkatan laut yang luar biasa. Disamping itu iapun tampak memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan dengan banyak mendirikan masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dan sekolah-sekolah bagi kepentingan pendidikan penduduk negeri. Penaklukkan Spanyol oleh orang-orang Islam mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar diakui. Ketidaktoleranan dan penganiayaan yang biasa dilakukan orang-orang Kristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan  hati yang luar biasa. Pada masa Al Dakhil ini, relatif telah banyak perbaikan dibanding masa Al Walid, mengingat pada periode awal, pemerintahan masih terpusat ke Damskus sehingga sistem kontrol agak sulit dilakukan, demikian Mukti Ali.[6]
Pada masa Al Dakhil ini pemerintahan dipimpin dengan gelar Amir, dan terdapat keunikan dibanding wilayah Abasiah lainnya, karena dimasanya Spanyol boleh dikatakan benar-benar memiliki kedaulatan penuh. Demikian juga pada masa-masa pelanjutnya seperti Hisyam I (788-796 M), Hakam I (796-822 M), Abd Al Rahman Al Ausath (822-852 M), Muhammad bin Abd Al Rahman (852-886 M), Munzir bin Muhammad (886-888 M) dan Abdullah bin Muhammad (888-912 M).[7]  Masing-masing pemimpin ini memiliki keunggulan tersendiri, misalnya Abd. Al Rahman dikenal sebagai pemerhati kebutuhan umat akan sarana keagamaan dan pendidikan, Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang militer, dan Hisyam sebagai tonggak supremasi hukum Islam di Spanyol, sedangkan Abd. Al Rahman Al Ausath sebagai penguasa yang cinta ilmu, demikian Syalabi.[8] Dan pada masanya banyak diundang para filsuf dari dunia Islam sehingga Spanyol hampir menyaingi Baghdad pada masa itu.
Pada periode selanjutnya (912-961 M), ketika gelar ‘Khalifah’[9] mulai digunakan, maka sesungguhnya babak baru dalam dunia Islam di Spanyol dimulai. Kemegahan Spanyol Islam, saat itu dikuasai oleh Abd Al Rahman III yang bergelar “An Nasir” sedang dalam puncak kejayaan sehingga benar-benar menjadi pesaing utama Baghdad terutama dalam bidang kemajuan bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah didirikannya Universitas Cordova. Demikian pula ketika dibawah pimpinan Hakam II yang dikenal gemar mengoleksi buku-buku.[10]
Pelanjut An Nasir boleh jadi tidak sebanding dengannya, namun demikian setidaknya anaknya, Hakam II (961-976) yang selain dikenal sebagai memiliki watak sarjana, iapun sesungguhnya berupaya keras menunjukan diri sebagai seorang pemimpin kerajaan yang tangguh, setidaknya sampai Hakam II ini Islam Spanyol kejayaannya tetap terpelihara. Kejayaan ini, tampaknya tidak bertahan lama, terutama ketika intrik politik internal mulai bermunculan.[11] Ditambah dengan menguatnya tekanan politik dari pihak Kristen Eropa yang berupaya untuk mengembalikan kejayaannya dengan adanya martir-martir Kristen. Periode ini (961-1086 M) posisi politik Spanyol Islam terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil yang terpusat pada kota-kota tertentu seperti Sevilla, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Namun yang terbesar di  antaranya ada di Sevilla  dari klan Abadiyah. Sementara klan Umayah sebagaimana terliat dalam kurun penguasanya tampak tidak mampu menghindarkan diri dari kemelut keluarga, berturut-turut paska Hakam II para penguasa silih berganti berebut kekuasaan, Hisyam II (976-1009,1010-1013 M), Muhammad II (1009-1010 M), Sulaiman (1009-1010, 1013-1016 M), Abdurahman IV (1018 M), Abdurahman V (1023 M), Muhammad III (1023-1025 M), dan terakhir Hisyam III (1027-1031).[12]

Spanyol Islam: Dinasti–dinasti Kecil
            Masa Islam Spanyol dalam genggaman dinasti-dinasti kecil Islam yaitu kisaran kurun 1086 – 1492 M sebelum akhirnya benar-benar tengelam kembali dalam gelombang kebangkitan Kristen Eropa.[13] Masa ini dinasti yang masih tegak adalah Murabithun (1086-1143) dan Dinasti Muwahidun (1146-1235). Murabithun mulanya gerakan keagamaan yang berpusat di Afrika Utara dengan tokoh sentralnya Yusuf  bin Tasyfin, tahun 1962 ia berhasil menguasai militer dan mendirikan kerajaan dengan pusat pemerintahan di Marakesh. Yusuf masuk ke Spanyol awalnya atas undangan raja-raja kecil di Spanyol yang sedang berusaha menguatkan posisinya dari hantaman kekuatan militer Kristen Eropa baru. Sementara itu kekuatan Muwahidun masuk ke Eropa Spanyol di bawah pimpinan Abd. Mun’in, dan pada kisaran tahun 1147 dan 1154 M beberapa kota penting umat Islam seperti Cordova, Almeria, dan Granada jatuh ke tangannya.[14]
            Untuk beberapa waktu Dinasti Muwahidun memantapkan kekuasaannya dan mampu memukul mundur pasukan Kristen Eropa, setidaknya sampai tahun 1212 M. Sebab kemudian martir Kristen Eropa membalikan kondisi dengan kemenangan besarnya di Las Navas de Tolese. Kekalahan-kekalahan selanjutnya memaksa Dinasti ini untuk angkat kaki  dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M.[15] Meskipun kemudian Muwahidun kembali ke Afrika, tapi jejak kekuasaan Muslimin di Spanyol masih  terasa. Setidaknya di Kota Granada, di bawah kekuasaan  Dinasti Bani Ahmar (1232-1492).[16] Di masanya, beberapa kemajuan ditorehkan kembali mendekati kegemilangan masa Abd. Al Nashir. Namun demikian, secara politik, dinasti ini hanya menguasai wilayah kecil, dan berakhirnya dinasti ini sekaligus menjadi catatan akhir dari jejak Peradaban Muslim Spanyol kurun ini.[17]

Spanyol Islam : Granada, Benteng Terakhir
Menjelang Akhir kurun Abad 15, kerajaan Islam di Spanyol yang tertinggal  hanya Kota Granada serta beberapa kota lainnya, mengingat wilayah lain yang mulanya termasuk ke dalam kedaulatan Islam telah jatuh ke tangan martir Kristen. Dewasa itu terjadi kesepakatan antara dua keluarga bangsawab Eropa antara  Ferdinand V, putra Aragon menikahi Isabella putri raja Castille, yang melahirkan persekutuan untuk sama-sama menggempur Granada dari berbagai penjuru. Granada pada waktu itu diperintah oleh Abu Abdullah Muhammad Ibni Sultan Abdul Hassan al-Nasrid. Orang Spanyol lebih mengenalinya dengan nama Boabdil.
Gempuran atau kepungan martir Kristen ini berlangsung  7 bulan. Meski demikian tidaklah lantas membuat semangat tempur pasukan Islam menyerah, beberapa perlawanan dilakukan di bawah kepemimpinan Panglima Musa bin Abil Ghassa. Namun usaha ini tidak begitu menggembirakan sampai akhirnya Tetapi Sultan Abu Abdullah Muhammad menyerah kepada martir Kristen setelah mereka mencoba menawarkan jaminan penghormatan atas hak-hak sipil dan agama Islam bagi muslim.
Granada menyerah pada bulan Desember 1491 (Safar 897 H). Kemudian martir  Kristen menguasai kota itu secara resmi pada 2 Januari 1492 (2 Rabiul Awwal 897 H).

Spanyol Islam: Sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
Ketika umat Islam menjadi penguasa di Spanyol, maka bahasa resmi kenegaraan beralih dari bahasa lokal ke bahasa Arab. Perhatian dan kerelaan penduduk lokal untuk beralih, diantaranya karena dukungan situasi saat itu, ketika kitab ilmu-ilmu pengetahuan (di samping memang para ilmuwan muslim lebih menonjol saat itu) menggunakan bahasa Arab. Maka, wajar bila siapa saja yang ingin belajar pengetahuan maka penguasaan bahasa Arab menjadi syarat pertama. Ilmu yang berkembang, saat itu selain pertumbuhan imu-ilmu keagamaan (Islam) seperti bidang hukum,[18]  juga bidang seni dan kesusatraan.[19] Bidang seni ini berkembang syair Spanyol sebagai kelanjutan syair model Arab yang membangkitkan sentimen Prajurit.[20]
            Disamping iklim akademis (pengetahuan) dan kesusastraan yang berkembang, Penguasa-penguasa Muslim pada masanya mendirikan fasilitas-fasilitas pendukung untuk kemajuan ilmu pengetahuannya itu sendiri. Misalnya berdirinya Universitas Cordova yang berdampingan dengan masjid Abdurahman III. Lembaga ini selanjutnya tumbuh dan berkembang menandingi lembaga Pendidikan terkenal Islam lainnya seperti Al Azhar di Mesir dan Nizhamiyah di Baghdad. Universitas Cordova banyak dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa bukan hanya penduduk lokal Spanyol tapi juga dari Afrika dan belahan Eropa lainnya.[21] Selain Universitas Cordova, di kota lain pun berdiri universitas-universitas seperti Seville, Granada dan Malaga. Beberapa tokoh ahli ilmu yang terlibat di Cordova misalnya Ibn Qutaybah yang terkenal sebagai ahli gramatika dan Abu Ali Qali sebagai ahli filologi.[22]
Di universitas-universitas ini banyak dikembangkan kajian filsafat, yang atas inisiatif al Hakam (961-976) banyak mendatangkan buku-buku pengetahuan (filsafat) ke Spanyol dari Timur. Beberapa tokoh filsuf yang terkenal masa itu antara lain Ibn Bajjah, beliau terkenal sebagai ahli Etis dan Eskatologis, magnum opusnya adalah Tadbir al Mutawahhid.[23] Tokoh berikutnya adalah Ibn Thufail (1111-1185 M) yang terkenal dengan karya filosofisnya Hay bin Yaqzhan.[24] Iapun dipandang ahli dalam bidang kedokteran dan astronomi. Menjelang akhir abad 12, muncul pula ke gelanggang filsafat dunia (bukan hanya dunia Islam, baik di Spanyol maupun Timur) yaitu Ibn Rusyd (1126- 1198 M) dari Cordova. Dia dikenal sebagai pengikut dan penerjemah karya-karya Aristoteles yang di tangannya secara genial telah dibuat lebih mudah difahami. Selain ahli di bidang filsafat—dengan salah satu karyanya yang kontroversial yaitu tahafut al tahafut falasifah—ia pun dipandang ahli dalam bidang fiqh, mengikuti gaya madzhab Maliki dan berhasil menorehkan karyanya yang luar bisa dikenal dengan Bidayatul Mujtahid.[25]
Di samping tokoh-tokoh yang lebih terkenal karena karya filsafatnya, terdapat pula tokoh-tokoh lain yang terkenal di bidang yang berbeda. Misalnya Abbas Ibn Farnas terkenal sebagai ahli bidang Kimia dan Astronomi, dengan keahliannya ia mampu membuat kaca dari batu. Ibnu Zuhr (1091-1162) atau Abumeron dikenal pula dengan nama Avenzoar yang lahir di Seville adalah seorang ahli fisika dan kedokteran beliau telah menulis buku "The Method of Preparing Medicines and Diet" yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280) dan bahasa Latin (1490) sebuah karya yang mampu pengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibnu Sina Qanun fit thibb atau Canon of Medicine yang terdiri dari delapan belas jilid.
 Arabi (1164-1240), dikenal juga sebagai Ibnu Suraqah, Ash-Shaikhul Akbar, atau Doktor Maximus yang dilahirkan di Murcia (tenggara Spanyol). Pada usia delapan tahun tepatnya tahun 1172 ia pergi ke Lisbon untuk belajar pendidikan Agama Islam yakni belajar Al-Qur'an dan hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf. Setelah itu ia pergi ke Seville salah satu pusat Sufi di Spanyol, disana ia menetap selama 30 tahun untuk belajar Ilmu Hukum, Theologi Islam, Hadits, dan ilmu-ilmu tashawwuf (Sufi).
Karyanya sungguh luar biasa, konon Ibnu Arabi menulis lebih dari 500 buah buku, sekarang di perpustakaan Kerajaan Mesir di Kairo saja masih tersimpan 150 karya Ibnu Arabi yang masih ada dan utuh. Diantara karya-karyanya adalah Tafsir Al-Qur'an yang terdiri 29 jilid, Muhadaratul Abrar Satu jilid, Futuhat terdiri 20 jilid, Muhadarat 5 jilid, Mawaqi'in Nujum, at-Tadbiratul Ilahiyyah, Risalah al-khalwah, Mahiyyatul Qalb, Mishkatul Anwar, al Futuhat al Makiyyah yakni suatu sistim tasawwuf yang terdiri dari 560 bab dan masih banyak lagi karangan-karangan hasil pemikiran Ibnu Arabi yang mempengaruhi para sarjana dan pemikir baik di Barat maupun Timur setelah kepergiaanya.[26]
Ibrahim bin Yahya al Naqqash terkenal dalam bidang Astronomi dan keahliannya yang luar biasa adalah kemampuannya menentukan waktunya terjadi gerhana matahari, iapun pelopor pembuatan teropong modern, yang dengannya mampu menentukan jarak antara tatasurya dan bintang-bintang. Di bidang kedokteran dan farmasi terkenal nama Ahmad bin Ibas dari Cordova, dan dari kalangan wanitanya terkenal nama Umm al Hasan binti Abi Ja’far.[27]
Di bidang Sejarah dan Geografi, muncul nama-nama berikut, Ibn Jubair (1145-1228) dari Valencia yang menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicillia. Sang Penjelajah Ibn Batuthah (1304-1377) dari Tengier yang catatan perjalanannya mancapai Samudra Pasai dan Cina banyak bermafaat bagi informasi sejarah modern. Ibn Al Khatib (1317-1374) dikenal sebagai ahli penyusun sejarah Granada. Dan yang dianggap paling berbobot dalam keilmuan bidang filsafat sosial dan sejarah adalah Ibn Khaldun dari Tunis dengan Muqaddimah-nya.[28]
Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia sejak tahun 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H, Andalusia dalam masa kejayaan Islam telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim yang tertulis dengan tinta emas di sepanjang jaman. Karya mereka yang masih ada banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa di penjuru dunia. Sehingga universitas-universitas dibangun di negeri ini ditengah ancaman musuh-musuhnya.
Itulah keunikan para ulama, cendekiawan-cendekiawan tempo dulu bukan saja menguasai satu bidang ilmu pengetahuan namun mereka menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap insan. Kini bukti kemajuan akan peradaban Islam tempo dulu di Spanyol dapat kita lihat sisa-sisa bangunan yang penuh sejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra. Dan disinilah berkat kekuasaan Tuhan walaupun kekuasaan Islam di Spanyol telah jatuh kepada umat Kristen beberapa abad silam yang menjadikan Katolik sebagai agama resmi, namun karya-karya anak negeri ini mampu memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi umat manusia hingga di abad milenium yang super canggih.

Spanyol Islam: Toleransi
Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga  jika tentara  Islam  yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang disita. Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat jitu yang dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen dibiarkan memiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua komunitas   mendapat   kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.[29]
Pemerintahan Islam yang baik dan bijaksana ini membawa efek luarbiasa. Orang-orang Kristen termasuk pendeta-pendetanya yang pada mulanya meninggalkan rumah mereka dalam keadaan ketakutan, kembali pulang dan menjalani  hidup yang bahagia dan makmur. Sehingga wajar jika dikatakan  "Muslim-muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Cordova yang baik adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka mengenalkan obor pengetahuan dan peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan kepada dunia Barat. Dan saat itu Eropa sedang dalam kondisi percekcokan dan kebodohan yang  biadab."[30]

Penutup                               
Sebagai kesimpulan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Masuknya Islam ke Spanyol pada masa detik-detik akhir kekuasaan Dinasti Umayah, bebersamaan dengan perubahan konstalasi politik dunia Islam pusat, yaitu ketika bani Hasyim bangkit dan mengawali berdirinya Dinasti Abasiah. Dalam keadaan begitu beberapa penguasa Islam Dinasti Umayah dipaksa untuk lari mencari  wilayah-wilayah pinggiran dan pilihannya ialah Spanyol.
2.      Islam Spanyol, pada dasarnya memiliki otonomi sendiri meski secara garis besar, Dunia Islam saat itu ada dalam simbol politik Dinasti Abasiyah.
3.      Sebagaimana sistem pemerintahan monarki Islam, Islam Spanyol dikuasai oleh klan atau keluarga tertentu.
4.      Kemajuan Islam Spanyol terhadap peradaban dunia antaranya bidang ilmu pengetahuan Kedokteran dan Farmasi, Astronomi, Kesusastraan, Seni, Gnostisim dan filsafat.
5.      Kemunduran yang terjadi, pada umunya lebih karena dua faktor. Pertama karena pertikaian internal antar penguasa muslim, kedua karena semakin menguatnya kekuatan Kristen Eropa.
Wallahu ‘alam bishowab

Rujukan
Ahmad Syalabi
1979    Sejarah Islam Jilid IV. Jakarta: Bulan Bintang.
Badri Yatim
2000    Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali                          Pers.   
Harun Nasution
1985    Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (jilid                           I)Jakarta UII Press.

Ira M. Lapidus
1999    Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Rajawali                        Pers.
Ismail Raji & Louis Lamya  Al Faruqi
1998    The Cultural Atlas of Islam (terj. Ilyas Hasan) Bandung: Mizan.
K. Ali.
1995    A Study of Islamic History. (Terj. Adang Affandi) Jakarta: Binacipta.
Marshal G. S. Hodgson.
1974    The Venture of Islam, Conscience and history in a World Civilization. Vol. two: the Expansion of Islam in the Middle Periods. Book three. the Establishment of an International civilization. University of Chicago Press.
Mohammed ‘Abed Al Jabiri
2003    Arab Islamic Philosophy: a Contemporary Critique. (terj. Moch Nur Ichwan). Jogjakarta: Islamika.
Mukti Ali
1995    Sejarah Islam pra Modern, Jakarta: Raja                                Grafindo Persada.
Oemar Amir Hoesin
1975    Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Philip K. Hitti
2002    History of The Arabs, Tenth Edition. New York.
Syed Mahmudunnasir
1996    Islam Its Concepts and History. New Delhi: Bhavakitab.
Swara Muslim. Net. Kisah-kisah Islam  (dikunjungi tanggal 13        Sept 2007)
Thomas Arnold
1981    The Preaching of Islam (terj. Nawawi Rambe) Jakarta: Penerbit Widjaja.
William Montgomery Watt
1996    Titik Temu Islam, Persepsi dan Salah Persepsi. Jakarta: Gaya           Media Pratama.
Ziaudin Alvi
2000    Muslim Educational Tought in The Middle Age, (Terj. Abudinata) Bandung: Angkasa.


[1] Al Faruqi mencatatnya bahwa sejatinya intisari peradaban islam itu ya islam sendiri. Dan intinya adalah tawhid sebagai pemberi identitas peradaban islam itu. Lebih jauh dapat dibaca dalam The Cultural Atlas of Islam (terj. Ilyas Hasan) Bandung: Mizan. 1998: 109-122. namun demikian tentu tidak wajar jika peneliti sejarah mengabaikan realitas sejarah itu sendiri yang di dalamnya terjadi perdebatan kepentingan antar berbagai kelompok baik sesama muslim maupun lintas agama.  Tarik menarik kepentingan ini tidak jarang akhirnya harus saling mengungguli dan secara tidak langsung berarti ada yang tereduksi dari panggung sejarah. Peny.
[2] Philip K. Hitti History of The Arabs, Tenth Edition, New York. 2002: 493. Masa itu, tampuk pimpinan Dinasti Umayah ada pada Al Walid (705-715 M).
[3] ibid, Hitti mencatat persitiwa ini terjadi pada bulan Juli 710 M.
[4] Namun Philip K. Hitti mencatatnya dengan nada kurang nyaman, ia menyatakan bahwa keterlibat Musa bin Nushair dalam pertempuran di Eropa ini didorong oleh rasa cemburunya terhadap keberhasilan Thariq dan berniat menghukum Thariq. ibid. 496.
[5] Al Dakhil ini sesungguhnya merupakan pewaris Umayah yang lari dari kejaran Abbasiah (As Saffah) ketika proses suksesi antara dua klan tersebut berlangsung. Dia memperoleh gelar demikian yang berarti ‘yang masuk ke Spanyol’. Mengapa ia disebut sebagai penguasa muslim Spanyol pertama, sementara secara politis seluruh bekas wilayah Umayah berarti otomatis jatuh ke Abasiah? Ini berkenaan dengan perbedaan system politik yang dikembangkan oleh Dinasti Abasiah mengenai kewilayahan. Pada masanya, Khalifah hanya menjadi simbol kerajaan saja dan berdiam di Baghdad, sementara pemerintahan yang sesungguhnya berada pada para amir yang menguasai wilayah-wilayah pinggiran Baghdad-pusat peradaban Islam Timur dewasa itu. Peny.
[6] Mukti Ali, Sejarah Islam pra Modern, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995: 319.
[7]     Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, 2000: 95. Lihat Juga K. Ali. A Study of Islamic History (Terj. Adang Affandi). Binacipta. 1995: 331-341.
[8]     Ahmad Syalabi, Sejarah Islam Jilid IV. Bulan Bintang. 1979: 41-50.
[9]     Pada periode ini dapat dikatakan Spanyol Islam telah ‘memerdekakan’ diri dari pengaruh politik Dinasti Abbasiah di Timur, bahak para penguasa Spanyol Islam (yang merupakan kelanjutan Dinasti Umayah Damskus) secara politik berbenah diri untuk menghadapi (menjadi oposisi) dari kekuatan Abasiah di Timur dan Fatimiyah di Mesir. Lihat Syed Mahmudunnasir. Islam its concepts and history. New Delhi: Bhavakitab. 1996: 147. Bandingkan dengan K. Ali A Study of Islamic Story op. cit.
[10]    Yatim, op. cit. 97. Dalam sejarah politik Bani Umayah, dapat dikatakan bahwa prestasi Abduraman III ini merupakan masa paling gemilang.
[11]    Penguasa Spanyol Islam (Umayah) terakhir yang tercatat memiliki kepiawaian dalam memerintah dan memimpin kerajaan adalah Hakam II, sedang penerus-penerusnya seperti Hisyam II dan Sulayman dianggap gagal untuk menjadi pemimpin Umayah Spanyol Islam. Bahkan akhirnya mereka minta bantuan Yusuf (Murabithun) dari Afrika untuk menahan tekanan martir Kristen. Lebih jauh dapat merujuk ke K. Ali. A Study of Islamic History. op. cit. 349-351.
[12] K. Ali. A Study....ibid.
[13] Naiknya Dinasti Murabithun ke panggung politik kekuasaan di Spayol Islam berarti menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Spanyol Islam sebagai kelanjutan Dinasti Umayah. Harun Nasution mencatat bahwa sekitar 1609 M di Spanyol pemerintahan Islam, bahkan umat Islam dapat dikatakan tidak ada lagi—kecuali untuk saat ini ketika arus politik dalam keadaan berbeda dengan saat itu. Dalam Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (jilid I)Jakarta UII Press 1985: 62.
[14]    Marshal G. S. Hodgson. The Venture of Islam, Conscience and history in a World Civilization,Vol two: the Expansion of Islam in The Middle Periods book three the Establishment of an International civilization. 1974: 269.
[15]    Ahmad Syalabi, op. cit. 76.
[16]  Salahsatu peninggalan Arsitektur Masa Bani Ahmar ini ialah Istana Alhambra, Istana ini dilengkapi dengan taman mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga bunga-bunga yang indah harum semerbak, serta suasana yang nyaman. Kemudian, ada juga Hausyus Sibb (Taman Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan dua belas patung singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut keluar air yang memancar. Di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang indah, yaitu, Ruangan Al-Hukmi (Baitul Hukmi), yakni ruangan pengadilan dengan luas 15 m x 15 m, yang dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354); Ruangan Bani Siraj (Baitul Bani Siraj), ruangan berbentuk bujur sangkar dengan luas bangunan 6,25 m x 6,25 m yang dipenuhi dengan hiasan-hisan kaligrafi Arab; Ruangan Bersiram (Hausy ar-Raihan), ruangan yang berukuran 36,6 m x 6,25 m yang terdapat pula al-birkah atau kolam pada posisi tengah yang lantainya terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan kedalaman 1,5 m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari marmer; Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar; Ruangan Sultan (Baitul al-Mulk); dan masih banyak ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan Duta, ruangan As-Safa', ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk.
[17]    Islam ditinjau.....loc. cit.
[18]    Muslim Spanyol saat itu menganut mazhab Maliki dalam bidang fiqh. Tokohnya antara lain Ziyad Ibn Abd Al Rahman, Yahya (qadhi di masa Hisyam Bin Ad Al Rahman) Abu Bakar bin Al Quthiyah, Munzir bin Said Al Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal. (Badri Yatim, op. cit. 103). Mazhab Maliki telah menjadi landasan formal tata hukum di Spanyol Islam (Umayah) saat itu, menurut Al Jabiri karena dianggap telah menjadi oposan terhadap madzhab Hanafiah yang lebih banyak berkembang di Timur (kekuasaan Abbasiah), lebih jauh dapat dirujuk pada Al Jabiri  Arab Islamic Philosophy: a Contemporary Critique. (terj. Moch Nur Ichwan). Jogjakarta: Penerbit Islamika. 2003: 98.
[19]    Beberapa tokoh Seniman yang terkenal masa itu diantaranya Hasan Ibn Nafi (789-857) yang lebih dikenal dengan julukan Ziryab. (A. Syalabi, op. cit. 88)
[20]    Ira M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Rajawali Grafindo, 1999: 857. Lihat juga William Montgomery Watt. Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1996: 3.
[21]    Ziaudin Alvi, Muslim Educational Tought in The Middle Age, Terj. Abudinata. Bandung: Angkasa, 2000: 16.
[22]    Hitti, op. cit. 531.
[23]    Ibnu Bajjah—Avevanca--(1082-1138), ia dilahirkan di Saragosa dengan nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh, ia adalah seorang yang cerdas sebagai ahli matematika, fisika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan penyair dari golongan Murabitin, selain hafal Al-Qur'an beliaupun piawai dalam bermain musik gambus. Kepercayaanya terhadap Ibnu Bajjah dalam bermain politik semasa kepemimpinan Abu Bakr Ibrahim ia diangkat menjadi Mentri di Saragosa. Karangannya yang terkenal lainnya adalah an-Nafs (Jiwa) yang menguraikan tentang keadaan jiwa yang terpengaruhi oleh filsafat Aristoles, Galenos, al-Farabi, dan Ar-Razi. Dalam usia 56 tahun Ibnu Bajjah meninggal sebab diracuni di Fez, dan hasil karyanya banyak yang dimusnahkan, namun ajaran-ajarannya mempengaruhi para ilmuwan berikutnya di tanah Andalusia.
[24]    Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Abdul Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail al-Qisi, ia pernah menjabat sebagai Mentri dalam bidang Politik di pemerintahan, dan juga pernah sebagai Gubernur untuk Wilayah Sabtah dan Tonjah di Magribi. Sebagai ahli falsafah, Ibnu Thufail adalah guru dari Ibnu Rusyd (Averroes), ia mengusai ilmu lainnya seperti ilmu hukum, pendidikan, dan kedokteran, sehingga Thufail pernah menjadi sebagai dokter pribadi Abu Ya'kub Yusuf seorang Amirul Muwahhidin. Ibnu Thufail atau di kenal pula dengan lidah Eropa sebagai Abubacer  menulis Roman Filasafat dalam literatur abad pertengahan dengan nama Kitabnya "Hayy ibn Yaqzan", salah satu buku sebagai warisan dari ahli filsafat Islam tempo dulu yang sampai kepada kita, sedangkan sebagian karyanya hilang.Karyanya ini dinilai telah menginspirasi Daniel Defoe (Michael Scot ?)untuk menuliskan karya kenamaannya ‘Robinson Crusoe’, meskipun secara eksplisit memang tidak ada persinggungan jalan cerita, sebab Robinson di lukiskan bukan sebagai pribadi yang kosong (tanpa pengenalan agama dasar) sebagaimana Hay bin Yaqzhan, namun pengalamannya di pulau kosong dan pertemuannya dengan Mr. Friday dianggap sebagai bagian penting untuk menjadikannya terdapat kemiripan spirit dengan karya Ibn Thufail tersebut. Peny.
[25]    Yatim, ibid.101-102. Ibn Rusyd (yang di Barat lebih dikenal dengan Averoes) hidup pada masa Spanyol Islam dalam kekuasaan Dinasti Al Muwahhiudn. Tahafut al tahafut falasifah ia susun untuk mengcounter pengaruh karangan Al Ghazali di Timur dalam Tahafut al Falasifah, sementara itu al Kulliyat telah di terjemahkan ke dunia Barat dengan Colliget dan dinilai lebih unggul dari Canon-nya Ibn Sina di Timur. Sementara itu karyanya dalam mengomentari karya Aristoteles di bagi tiga, yaitu Komentar Besar, Komentar Menengah dan Koentar Kecil (Paraphrase/talkhis). Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb (Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama "General Rules of Medicine" sebuah buku wajib di universitas-universitas di Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul, Kasyful Adillah, Tafsir Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam), sedangkan dalam bidang musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul "De Anima Aristotles" (Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah berhasil menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina (980-1037). Ibnu Rusyd seorang yang cerdas dan berfikiran kedepan sempat dituduh sebagai orang Yahudi karena pemikiran-pemikirannya sehingga beliau di asingkan ke Lucena dan sebagian karyanya dimusnahkan. Doktrin Averoism mampu pengaruhi Yahudi dan Kristen, baik barat maupun timur, seperti halnya pengaruhi Maimonides, Voltiare dan Jean Jaques Rousseau, maka boleh dikatakan bahwa Eropah seharusnya berhutang budi pada Ibnu Rusyd.
[26]    Ibnu Arabi dengan nama lengkapnya Syekh Mukhyiddin Muhammad Ibnu 'Ali adalah salah seorang sahabat dekat Ibnu Rusyd. Ia sering berkelana untuk thalabul 'ilmi (mencari ilmu) dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti ke Maghribi, Cordova, Mesir, Tunisa, Fez, Maroko, Jerussalem, Makkah, Hejaz, Allepo, Asia kecil, dan Damaskus hingga wafatnya disana dan dimakamkan di Gunung Qasiyun.
[27]    A. Syalabi. op. cit. 86.
[28]    Yatim. loc. cit.
[29]    Mengenai toleransi ini dapat dilihat juga catatan T.W. Arnold dalam The Preaching of Islam (terj. Nawawi Rambe) 1981. 122-129.
[30]    Swara Muslim. Net. Kisah-kisah Islam

Tidak ada komentar: