Pendahuluan
Islam yang menyejarah dan dicatat sebagai bagian peradaban dunia, tentu
akan berbeda dengan Islam sebagai sumber spirit (agama) bagi para pelaku
sejarahnya itu sendiri.[1] Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa
catatan sejarah perjalanan Islam yang disajikan para pemerhati bidang ini.
Sejarah sebagai catatan dialektika kreasi manusia antar ruang dan waktu tidak
selalu menampilkan wajah yang nyaman (baik) sekalipun dari aspek spiritnya
(seperti Islam misalnya) memiliki muatan nilai-nilai positif. Setidaknya hal
ini dapat disaksikan dari catatan sejarah bahwa di samping kemajuan-kemajuan
(pada beberapa bidang) tidak berarti menghapus jejak kekurangannya.
Jejak peradaban Islam klasik diantaranya dapat
ditemukan di Spanyol atau Andalusia saat itu. Pada masanya, Islam di
Spanyol telah memberikan citra tersendiri bagi dunia Islam saat itu maupun
modern. Beberapa bekas peradaban yang tercatat diantaranya dalam bidang politik
ketatanegaraan, pendidikan dan pengetahuan dan model hubungan antar bangsa yang
berdiam di Spanyol. Mengapa demikian, karena Spanyol Islam saat itu tercatat
sebagai wilayah Islam dengan ragam penduduk. Kajian ini diarahkan pada awal masuknya
Islam ke Spanyol serta beberapa catatan pendukungnya, dan beberapa kemajuan
yang diraih selama Umat Islam memerintah di Spanyol. Di samping itu juga dicoba
untuk merekam secara tidak langsung mengenai penyebab berakhirnya dominasi
peradaban (kekuasaan) kerajaan Islam di
Spanyol.
Spanyol Islam: Umayah Damskus, Awal Mula
Masuknya Islam ke dataran Spanyol
Eropa merupakan bagian penting dari ekspansi pasukan Islam ke belahan dunia
luar Arab pada masa Bani Ummayah berkuasa, demikian Hitti mencatatnya.[2] Selanjutnya
dijelaskannya bahwa awal mulanya ialah proses pengintaian yang dilakukan oleh
Tharif seorang kepercayaan Musa bin Nushair Gubernur Afrika Utara dewasa itu,
ke wilayah ujung selatan benua Eropa.[3]
Pengintaian ini sekaligus juga menandai kemenangan pasukan Islam atas pasukan
Byzantium sehingga menjadikannya
sebagai batu loncatan yang demikian penting untuk mulai memasuki babak baru
dalam sejarah umat Islam di
Eropa. Disamping semangat atas nama Ekspansi Wilayah Politik dan atas nama
agama, peristiwa masuknya Islam ke Eropa tidak terlepas dari kondisi umum dunia
Eropa saat itu.
Secara umum
pada masa itu dunia Eropa sedang dikangkangi oleh penjajah, Raja Ghotik yang kejam.
Wanita merasa terancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang
tak berperikemanusiaan. Raja dan anteknya
bersukaria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama
Kristen dan Yahudi, mengungsi ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang
lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan
mempunyai toleransi yang tinggi karena berada di bawah naungan pemerintahan muslim.
Satu dari
jutaan pengungsi itu adalah Julian, Gubernur Ceuta yang putrinya Florinda telah dinodai Roderick, raja bangsa Ghotik. Mereka
memohon pada Musa bin Nushair,
untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu. Setelah
mendapat persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian ke pantai selatan
Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Thariq bin Ziyad, budak Barbar yang
juga mantan pembantu Musa bin Nushair
memimpin 12.000 anggota pasukan muslim
menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropa.
Begitu kapal-kapal
yang berisi pasukannya mendarat di Eropa, Thariq mengumpulkan
mereka di atas sebuah bukit karang, yang
dinamai Jabal Thariq (karang Thariq)
yang sekarang terkenal dengan nama Jibraltar. Di atas bukit karang itu Thariq
memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Strategi
ini dilakukannya demi meningkatkan semangat tempur pasukan muslim dan keyakinan
theologis bahwa dimanapun itu setiap tempat adalah bumi Allah. Bala tentara muslim yang berjumlah 12.000
orang maju melawan tentara Ghotik yang berkekuatan 100.000 tentara.
Dalam pertempuran ini secara jumlah pasukan
Kristen jauh lebih
unggul termasuk dalam persenjataan, namun semua itu
tak mengecutkan hati pasukan muslim.
Tanggal 19
Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu, keduanya berperang di
dekat muara sungai Barbate. Pada pertempuran ini, Thariq dan pasukannya
berhasil melumpuhkan pasukan Ghotik, hingga Raja Roderick tenggelam di
sungai itu. Kemenangan Thariq yang
luarbiasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itu
mereka tidak berani
lagi menghadapi tentara Islam secara terbuka.
Thariq membagi
pasukannya menjadi empat kelompok, dan menyebarkan mereka ke Cordova, Malaga, dan Granada. Sedangkan
dia sendiri bersama pasukan utamanya
menuju ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua
kota-kota itu menyerah tanpa perlawanan berarti. Kecepatan gerak dan kehebatan
pasukan Thariq berhasil melumpuhkan orang-orang Ghotik. Rakyat Spanyol yang
sekian lama tertekan
akibat penjajahan bangsa Ghotik,
mengelu-elukan orang-orang Islam.
Selain itu, perilaku Thariq dan
orang-orang Islam begitu mulia
sehingga mereka disayangi oleh
bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Salah satu pertempuran paling seru terjadi
di Ecija, yang membawa kemenangan bagi pasukan Thariq. Dalam pertempuran ini,
Musa bin Nushair, ikut
bergabung dengannya.[4]
Selanjutnya, kedua jenderal itu bergerak
maju terus berdampingan dan dalam
kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh
dataran Spanyol jatuh
ketangan Islam. Portugis ditaklukkan pula beberapa tahun
kemudian.
Spanyol Islam: (Masa Abasiah di Timur dan kemandirian)
Sukses Thariq pada masa Al Walid
ini (Ummayah-Damskus) dikuti oleh Abd. Al Rahman Al Dakhil (756-788 M), seorang penguasa Muslim
Spanyol yang pertama.[5] Di
masanya Sistem pemerintahan mulai ditata berdasarkan karakterisitk penduduknya
yang heterogen. Stabilitas politik dan kemiliteran diperbaiki, tercatat bahwa
ia memiliki 40.000 pasukan
termasuk kekuatan angkatan laut yang luar biasa. Disamping itu iapun tampak memperhatikan
kemajuan ilmu pengetahuan dengan banyak mendirikan masjid sebagai pusat
kegiatan umat Islam dan sekolah-sekolah bagi kepentingan pendidikan penduduk
negeri. Penaklukkan Spanyol oleh
orang-orang Islam mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan
beragama benar-benar diakui. Ketidaktoleranan dan penganiayaan yang biasa
dilakukan orang-orang Kristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan
kebaikan hati yang luar biasa. Pada masa Al Dakhil ini,
relatif telah banyak perbaikan dibanding masa Al Walid, mengingat pada periode
awal, pemerintahan masih terpusat ke Damskus sehingga sistem kontrol agak sulit
dilakukan, demikian Mukti Ali.[6]
Pada masa Al
Dakhil ini pemerintahan dipimpin dengan gelar Amir, dan terdapat keunikan
dibanding wilayah Abasiah lainnya, karena dimasanya Spanyol boleh dikatakan benar-benar memiliki
kedaulatan penuh. Demikian juga pada masa-masa pelanjutnya seperti Hisyam I (788-796 M), Hakam I (796-822 M), Abd Al Rahman Al Ausath (822-852 M), Muhammad bin Abd Al
Rahman (852-886 M), Munzir
bin Muhammad (886-888 M) dan
Abdullah bin Muhammad (888-912 M).[7] Masing-masing pemimpin ini memiliki
keunggulan tersendiri, misalnya Abd. Al Rahman dikenal sebagai pemerhati
kebutuhan umat akan sarana keagamaan dan pendidikan, Hakam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang militer, dan Hisyam sebagai tonggak supremasi hukum
Islam di Spanyol, sedangkan Abd. Al Rahman Al Ausath sebagai penguasa yang
cinta ilmu, demikian Syalabi.[8]
Dan pada masanya banyak diundang para filsuf dari dunia Islam sehingga Spanyol hampir menyaingi Baghdad pada masa itu.
Pada periode
selanjutnya (912-961 M),
ketika gelar ‘Khalifah’[9]
mulai digunakan, maka sesungguhnya babak baru dalam dunia Islam di Spanyol
dimulai. Kemegahan Spanyol Islam, saat itu dikuasai oleh Abd Al Rahman III yang
bergelar “An Nasir” sedang dalam puncak kejayaan sehingga benar-benar menjadi
pesaing utama Baghdad terutama dalam bidang kemajuan bidang ilmu pengetahuan,
terutama setelah didirikannya Universitas Cordova. Demikian pula ketika dibawah
pimpinan Hakam II yang dikenal gemar mengoleksi buku-buku.[10]
Pelanjut An Nasir boleh jadi tidak sebanding
dengannya, namun demikian setidaknya anaknya, Hakam II (961-976) yang selain
dikenal sebagai memiliki watak sarjana, iapun sesungguhnya berupaya keras
menunjukan diri sebagai seorang pemimpin kerajaan yang tangguh, setidaknya
sampai Hakam II ini Islam Spanyol kejayaannya tetap terpelihara. Kejayaan ini,
tampaknya tidak bertahan lama, terutama ketika intrik politik internal mulai
bermunculan.[11]
Ditambah dengan menguatnya tekanan politik dari pihak Kristen Eropa yang
berupaya untuk mengembalikan kejayaannya dengan adanya martir-martir
Kristen. Periode ini (961-1086 M) posisi politik Spanyol Islam terpecah menjadi
beberapa kerajaan kecil yang terpusat pada kota-kota tertentu seperti Sevilla,
Cordova, Toledo, dan sebagainya. Namun yang terbesar di antaranya ada di Sevilla dari klan Abadiyah. Sementara klan Umayah
sebagaimana terliat dalam kurun penguasanya tampak tidak mampu menghindarkan
diri dari kemelut keluarga, berturut-turut paska Hakam II para penguasa silih
berganti berebut kekuasaan, Hisyam II (976-1009,1010-1013 M), Muhammad II
(1009-1010 M), Sulaiman (1009-1010, 1013-1016 M), Abdurahman IV (1018 M),
Abdurahman V (1023 M), Muhammad III (1023-1025 M), dan terakhir Hisyam III
(1027-1031).[12]
Spanyol Islam: Dinasti–dinasti Kecil
Masa
Islam Spanyol dalam genggaman dinasti-dinasti kecil Islam yaitu kisaran kurun
1086 – 1492 M sebelum akhirnya benar-benar tengelam kembali dalam gelombang kebangkitan Kristen
Eropa.[13] Masa ini dinasti yang masih tegak adalah Murabithun
(1086-1143) dan Dinasti Muwahidun (1146-1235). Murabithun mulanya gerakan
keagamaan yang berpusat di Afrika Utara dengan tokoh sentralnya Yusuf bin Tasyfin, tahun 1962 ia berhasil menguasai
militer dan mendirikan kerajaan dengan pusat pemerintahan di Marakesh. Yusuf
masuk ke Spanyol awalnya atas undangan raja-raja kecil di Spanyol yang sedang
berusaha menguatkan posisinya dari hantaman kekuatan militer Kristen Eropa
baru. Sementara itu kekuatan Muwahidun masuk ke Eropa Spanyol di bawah pimpinan
Abd. Mun’in, dan pada kisaran
tahun 1147 dan 1154 M beberapa kota penting umat Islam seperti Cordova,
Almeria, dan Granada jatuh ke tangannya.[14]
Untuk beberapa waktu
Dinasti Muwahidun memantapkan kekuasaannya dan mampu memukul mundur pasukan
Kristen Eropa, setidaknya sampai tahun 1212 M. Sebab kemudian martir Kristen
Eropa membalikan kondisi dengan kemenangan besarnya di Las Navas de Tolese.
Kekalahan-kekalahan selanjutnya memaksa Dinasti ini untuk angkat kaki dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M.[15]
Meskipun kemudian Muwahidun kembali ke Afrika, tapi jejak kekuasaan Muslimin di
Spanyol masih terasa. Setidaknya di Kota
Granada, di bawah kekuasaan Dinasti Bani
Ahmar (1232-1492).[16]
Di masanya, beberapa kemajuan ditorehkan kembali mendekati kegemilangan masa
Abd. Al Nashir. Namun demikian, secara politik, dinasti ini hanya menguasai
wilayah kecil, dan
berakhirnya dinasti ini sekaligus menjadi catatan akhir dari jejak Peradaban
Muslim Spanyol kurun ini.[17]
Spanyol
Islam : Granada, Benteng Terakhir
Menjelang Akhir kurun Abad 15, kerajaan
Islam di Spanyol yang tertinggal hanya
Kota Granada serta beberapa kota lainnya, mengingat wilayah lain yang mulanya
termasuk ke dalam kedaulatan Islam telah jatuh ke tangan martir Kristen. Dewasa
itu terjadi kesepakatan antara dua keluarga bangsawab Eropa antara Ferdinand V, putra Aragon menikahi Isabella
putri raja Castille, yang melahirkan persekutuan untuk sama-sama menggempur
Granada dari berbagai penjuru. Granada pada waktu itu diperintah oleh Abu
Abdullah Muhammad Ibni Sultan Abdul Hassan al-Nasrid. Orang Spanyol lebih
mengenalinya dengan nama Boabdil.
Gempuran atau
kepungan martir Kristen ini berlangsung
7 bulan. Meski demikian tidaklah lantas membuat semangat tempur pasukan
Islam menyerah, beberapa perlawanan dilakukan di bawah kepemimpinan Panglima
Musa bin Abil Ghassa. Namun usaha ini tidak begitu menggembirakan sampai
akhirnya Tetapi Sultan Abu Abdullah Muhammad menyerah kepada martir Kristen
setelah mereka mencoba menawarkan jaminan penghormatan atas hak-hak sipil dan
agama Islam bagi muslim.
Granada menyerah
pada bulan Desember 1491 (Safar 897 H). Kemudian martir Kristen menguasai kota itu secara resmi pada
2 Januari 1492 (2 Rabiul Awwal 897 H).
Spanyol Islam: Sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
Ketika umat Islam menjadi penguasa di Spanyol, maka bahasa resmi kenegaraan
beralih dari bahasa lokal ke bahasa Arab. Perhatian dan kerelaan penduduk lokal
untuk beralih, diantaranya karena dukungan situasi saat itu, ketika kitab
ilmu-ilmu pengetahuan (di samping memang para ilmuwan muslim lebih menonjol
saat itu) menggunakan bahasa Arab. Maka, wajar bila siapa saja yang ingin
belajar pengetahuan maka penguasaan bahasa Arab menjadi syarat pertama. Ilmu
yang berkembang, saat itu selain pertumbuhan imu-ilmu keagamaan (Islam) seperti
bidang hukum,[18] juga bidang seni dan kesusatraan.[19]
Bidang seni ini berkembang syair Spanyol sebagai kelanjutan syair model Arab
yang membangkitkan sentimen Prajurit.[20]
Disamping iklim akademis
(pengetahuan) dan kesusastraan yang berkembang, Penguasa-penguasa Muslim pada
masanya mendirikan fasilitas-fasilitas pendukung untuk kemajuan ilmu
pengetahuannya itu sendiri. Misalnya berdirinya Universitas Cordova yang berdampingan dengan masjid Abdurahman III.
Lembaga ini selanjutnya tumbuh dan berkembang menandingi lembaga Pendidikan
terkenal Islam lainnya seperti Al Azhar di Mesir dan Nizhamiyah di Baghdad.
Universitas Cordova banyak dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa bukan hanya
penduduk lokal Spanyol tapi juga dari Afrika dan belahan Eropa lainnya.[21]
Selain Universitas Cordova, di kota lain pun berdiri universitas-universitas
seperti Seville, Granada dan Malaga. Beberapa tokoh ahli ilmu yang terlibat di
Cordova misalnya Ibn Qutaybah yang terkenal sebagai ahli gramatika dan Abu Ali
Qali sebagai ahli filologi.[22]
Di universitas-universitas ini banyak dikembangkan kajian
filsafat, yang atas inisiatif al Hakam (961-976) banyak mendatangkan buku-buku
pengetahuan (filsafat) ke Spanyol dari Timur. Beberapa tokoh filsuf yang
terkenal masa itu antara lain Ibn Bajjah, beliau terkenal sebagai ahli Etis dan
Eskatologis, magnum opusnya adalah Tadbir al Mutawahhid.[23]
Tokoh berikutnya adalah Ibn Thufail (1111-1185 M) yang terkenal dengan karya filosofisnya Hay bin Yaqzhan.[24]
Iapun dipandang ahli dalam bidang kedokteran dan astronomi. Menjelang akhir
abad 12, muncul pula ke gelanggang filsafat dunia (bukan hanya dunia Islam,
baik di Spanyol maupun Timur) yaitu Ibn Rusyd (1126- 1198 M) dari Cordova. Dia
dikenal sebagai pengikut dan penerjemah karya-karya Aristoteles yang di
tangannya secara genial telah dibuat lebih mudah difahami. Selain ahli di
bidang filsafat—dengan salah satu karyanya yang kontroversial yaitu tahafut
al tahafut falasifah—ia pun dipandang ahli dalam bidang fiqh, mengikuti
gaya madzhab Maliki dan berhasil menorehkan karyanya yang luar bisa dikenal
dengan Bidayatul Mujtahid.[25]
Di samping tokoh-tokoh yang lebih terkenal karena karya
filsafatnya, terdapat pula tokoh-tokoh lain yang terkenal di bidang yang berbeda. Misalnya Abbas Ibn Farnas terkenal sebagai ahli bidang Kimia dan Astronomi,
dengan keahliannya ia mampu membuat kaca dari batu. Ibnu Zuhr (1091-1162) atau Abumeron dikenal pula dengan nama Avenzoar
yang lahir di Seville adalah seorang ahli fisika dan kedokteran beliau telah
menulis buku "The Method of Preparing Medicines and Diet" yang
diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280) dan bahasa Latin (1490) sebuah karya
yang mampu pengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibnu
Sina Qanun fit thibb atau Canon of Medicine yang terdiri dari
delapan belas jilid.
Arabi (1164-1240),
dikenal juga sebagai Ibnu Suraqah, Ash-Shaikhul Akbar, atau Doktor Maximus yang
dilahirkan di Murcia (tenggara Spanyol). Pada usia delapan tahun tepatnya tahun
1172 ia pergi ke Lisbon untuk belajar pendidikan Agama Islam yakni belajar
Al-Qur'an dan hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf. Setelah itu ia
pergi ke Seville salah satu pusat Sufi di Spanyol, disana ia menetap selama 30
tahun untuk belajar Ilmu Hukum, Theologi Islam, Hadits, dan ilmu-ilmu tashawwuf
(Sufi).
Karyanya sungguh luar biasa, konon Ibnu Arabi menulis
lebih dari 500 buah buku, sekarang di perpustakaan Kerajaan Mesir di Kairo saja
masih tersimpan 150 karya Ibnu Arabi yang masih ada dan utuh. Diantara
karya-karyanya adalah Tafsir Al-Qur'an yang terdiri 29 jilid, Muhadaratul
Abrar Satu jilid, Futuhat terdiri 20 jilid, Muhadarat 5 jilid, Mawaqi'in
Nujum, at-Tadbiratul Ilahiyyah, Risalah al-khalwah, Mahiyyatul Qalb, Mishkatul
Anwar, al Futuhat al Makiyyah yakni suatu sistim tasawwuf yang terdiri dari
560 bab dan masih banyak lagi karangan-karangan hasil pemikiran Ibnu Arabi yang
mempengaruhi para sarjana dan pemikir baik di Barat maupun Timur setelah
kepergiaanya.[26]
Ibrahim bin Yahya al Naqqash terkenal dalam bidang
Astronomi dan keahliannya yang luar biasa adalah kemampuannya menentukan
waktunya terjadi gerhana matahari, iapun pelopor pembuatan teropong modern,
yang dengannya mampu menentukan jarak antara tatasurya dan bintang-bintang. Di
bidang kedokteran dan farmasi terkenal nama Ahmad bin Ibas dari Cordova, dan
dari kalangan wanitanya terkenal nama Umm al Hasan binti Abi Ja’far.[27]
Di bidang Sejarah dan Geografi, muncul nama-nama
berikut, Ibn Jubair (1145-1228) dari Valencia yang menulis tentang
negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicillia. Sang Penjelajah Ibn Batuthah
(1304-1377) dari Tengier yang catatan perjalanannya mancapai Samudra Pasai dan
Cina banyak bermafaat bagi informasi sejarah modern. Ibn Al Khatib (1317-1374)
dikenal sebagai ahli penyusun sejarah Granada. Dan yang dianggap paling
berbobot dalam keilmuan bidang filsafat sosial dan sejarah adalah Ibn Khaldun
dari Tunis dengan Muqaddimah-nya.[28]
Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia
sejak tahun 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2
Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H, Andalusia dalam masa kejayaan Islam
telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim yang tertulis dengan tinta emas
di sepanjang jaman. Karya mereka yang masih ada banyak diterjemahkan dalam
berbagai bahasa di penjuru dunia. Sehingga universitas-universitas dibangun di
negeri ini ditengah ancaman musuh-musuhnya.
Itulah keunikan para ulama, cendekiawan-cendekiawan tempo
dulu bukan saja menguasai satu bidang ilmu pengetahuan namun mereka menguasai
berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka
dikenang oleh setiap insan. Kini bukti kemajuan akan peradaban Islam tempo dulu
di Spanyol dapat kita lihat sisa-sisa bangunan yang penuh sejarah dari Toledo
hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra. Dan disinilah berkat
kekuasaan Tuhan walaupun kekuasaan Islam di Spanyol telah jatuh kepada umat
Kristen beberapa abad silam yang menjadikan Katolik sebagai agama resmi, namun
karya-karya anak negeri ini mampu memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi
umat manusia hingga di abad milenium yang super canggih.
Spanyol Islam: Toleransi
Keadilan ditegakkan tanpa pandang
bulu, sehingga jika tentara Islam
yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta
benda atau tanah milik rakyat yang disita. Orang-orang Islam memperkenalkan
sistem perpajakan yang sangat jitu yang dengan cepat membawa kemakmuran di
semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen
dibiarkan memiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua
komunitas mendapat kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.[29]
Pemerintahan
Islam yang baik dan bijaksana ini membawa efek luarbiasa. Orang-orang Kristen
termasuk pendeta-pendetanya yang pada mulanya meninggalkan rumah mereka dalam
keadaan ketakutan, kembali pulang dan menjalani
hidup yang bahagia dan makmur. Sehingga wajar jika dikatakan
"Muslim-muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Cordova yang baik
adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka mengenalkan obor pengetahuan
dan peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan kepada dunia Barat. Dan saat itu
Eropa sedang dalam kondisi percekcokan dan kebodohan yang biadab."[30]
Penutup
Sebagai kesimpulan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Masuknya Islam ke
Spanyol pada masa detik-detik akhir kekuasaan Dinasti Umayah, bebersamaan
dengan perubahan konstalasi politik dunia Islam pusat, yaitu ketika bani Hasyim
bangkit dan mengawali berdirinya Dinasti Abasiah. Dalam keadaan begitu beberapa
penguasa Islam Dinasti Umayah dipaksa untuk lari mencari wilayah-wilayah pinggiran dan pilihannya
ialah Spanyol.
2. Islam Spanyol, pada
dasarnya memiliki otonomi sendiri meski secara garis besar, Dunia Islam saat
itu ada dalam simbol politik Dinasti Abasiyah.
3. Sebagaimana sistem
pemerintahan monarki Islam, Islam Spanyol dikuasai oleh klan atau keluarga
tertentu.
4. Kemajuan Islam
Spanyol terhadap peradaban dunia antaranya bidang ilmu pengetahuan Kedokteran
dan Farmasi, Astronomi, Kesusastraan, Seni, Gnostisim dan filsafat.
5. Kemunduran yang
terjadi, pada umunya lebih karena dua faktor. Pertama karena pertikaian
internal antar penguasa muslim, kedua karena semakin menguatnya kekuatan
Kristen Eropa.
Wallahu ‘alam bishowab
Rujukan
Ahmad
Syalabi
1979 Sejarah Islam Jilid IV. Jakarta: Bulan Bintang.
Badri Yatim
2000 Sejarah
Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Pers.
Harun Nasution
1985 Islam ditinjau dari berbagai
aspeknya
(jilid I)Jakarta
UII
Press.
Ira M. Lapidus
1999 Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Ismail Raji & Louis Lamya Al
Faruqi
1998 The
Cultural Atlas of Islam (terj. Ilyas Hasan) Bandung: Mizan.
K.
Ali.
1995 A Study of Islamic History. (Terj.
Adang Affandi) Jakarta: Binacipta.
Marshal
G. S. Hodgson.
1974 The Venture of Islam, Conscience and history
in a World Civilization. Vol. two: the Expansion of Islam in the Middle
Periods. Book three. the Establishment of an International civilization.
University of Chicago Press.
Mohammed
‘Abed Al Jabiri
2003 Arab Islamic
Philosophy: a Contemporary Critique. (terj. Moch Nur
Ichwan). Jogjakarta: Islamika.
Mukti
Ali
1995 Sejarah Islam pra Modern, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Oemar Amir Hoesin
1975 Filsafat Islam,
Jakarta: Bulan Bintang.
Philip
K. Hitti
2002 History of The
Arabs, Tenth
Edition. New York.
Syed
Mahmudunnasir
1996 Islam Its Concepts and History. New
Delhi: Bhavakitab.
Swara Muslim. Net. Kisah-kisah Islam (dikunjungi tanggal 13 Sept 2007)
Thomas Arnold
1981 The
Preaching of Islam (terj. Nawawi Rambe) Jakarta: Penerbit Widjaja.
William
Montgomery Watt
1996 Titik
Temu Islam, Persepsi dan Salah Persepsi. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Ziaudin Alvi
2000 Muslim
Educational Tought in The Middle Age, (Terj. Abudinata) Bandung: Angkasa.
[1] Al
Faruqi mencatatnya bahwa sejatinya intisari peradaban islam itu ya islam
sendiri. Dan intinya adalah tawhid sebagai pemberi identitas peradaban islam
itu. Lebih jauh dapat dibaca dalam The Cultural Atlas of Islam (terj. Ilyas Hasan) Bandung: Mizan.
1998: 109-122. namun demikian tentu tidak wajar jika peneliti sejarah
mengabaikan realitas sejarah itu sendiri yang di dalamnya terjadi perdebatan
kepentingan antar berbagai kelompok baik sesama muslim maupun lintas
agama. Tarik menarik kepentingan ini
tidak jarang akhirnya harus saling mengungguli dan secara tidak langsung
berarti ada yang tereduksi dari panggung sejarah. Peny.
[2] Philip K. Hitti History of The Arabs, Tenth
Edition, New York.
2002: 493. Masa itu, tampuk pimpinan Dinasti Umayah ada pada Al Walid (705-715
M).
[4] Namun Philip K. Hitti mencatatnya dengan nada
kurang nyaman, ia menyatakan bahwa keterlibat Musa bin Nushair dalam pertempuran
di Eropa ini didorong oleh rasa cemburunya terhadap keberhasilan Thariq dan
berniat menghukum Thariq. ibid. 496.
[5] Al Dakhil ini sesungguhnya merupakan pewaris
Umayah yang lari dari kejaran Abbasiah (As Saffah) ketika proses suksesi antara
dua klan tersebut berlangsung. Dia memperoleh gelar demikian yang berarti ‘yang
masuk ke Spanyol’. Mengapa ia disebut sebagai penguasa muslim Spanyol
pertama, sementara secara politis seluruh bekas wilayah Umayah berarti otomatis
jatuh ke Abasiah? Ini berkenaan dengan perbedaan system politik yang
dikembangkan oleh Dinasti Abasiah mengenai kewilayahan. Pada masanya, Khalifah
hanya menjadi simbol kerajaan saja dan berdiam di Baghdad, sementara
pemerintahan yang sesungguhnya berada pada para amir yang menguasai
wilayah-wilayah pinggiran Baghdad-pusat peradaban Islam Timur dewasa itu. Peny.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Grafindo Press, 2000: 95. Lihat
Juga K. Ali. A
Study of Islamic History (Terj. Adang Affandi). Binacipta. 1995: 331-341.
[9] Pada periode ini dapat dikatakan Spanyol
Islam telah ‘memerdekakan’ diri dari pengaruh politik Dinasti Abbasiah di
Timur, bahak para penguasa Spanyol Islam (yang merupakan kelanjutan Dinasti
Umayah Damskus) secara politik berbenah diri untuk menghadapi (menjadi oposisi)
dari kekuatan Abasiah di Timur dan Fatimiyah di Mesir. Lihat Syed
Mahmudunnasir. Islam its concepts and history. New Delhi: Bhavakitab.
1996: 147. Bandingkan dengan K. Ali A Study of Islamic Story op. cit.
[10] Yatim, op. cit. 97. Dalam sejarah
politik Bani Umayah, dapat dikatakan bahwa prestasi Abduraman III ini merupakan
masa paling gemilang.
[11] Penguasa Spanyol Islam (Umayah) terakhir yang
tercatat memiliki kepiawaian dalam memerintah dan memimpin kerajaan adalah
Hakam II, sedang penerus-penerusnya seperti Hisyam II dan Sulayman dianggap
gagal untuk menjadi pemimpin Umayah Spanyol Islam. Bahkan akhirnya mereka minta
bantuan Yusuf (Murabithun) dari Afrika untuk menahan tekanan martir Kristen.
Lebih jauh dapat merujuk ke K. Ali. A Study of Islamic History. op. cit. 349-351.
[13] Naiknya Dinasti Murabithun ke panggung politik kekuasaan di Spayol
Islam berarti menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Spanyol Islam sebagai
kelanjutan Dinasti Umayah. Harun Nasution mencatat bahwa sekitar 1609 M di
Spanyol pemerintahan Islam, bahkan umat Islam dapat dikatakan tidak ada
lagi—kecuali untuk saat ini ketika arus politik dalam keadaan berbeda dengan
saat itu. Dalam Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (jilid I)Jakarta
UII
Press 1985: 62.
[14] Marshal G. S. Hodgson. The Venture of Islam,
Conscience and history in a World Civilization,Vol two: the Expansion of
Islam in The Middle Periods book three the Establishment of an International civilization. 1974: 269.
[16] Salahsatu peninggalan Arsitektur
Masa Bani Ahmar ini ialah Istana Alhambra, Istana ini dilengkapi dengan taman
mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga bunga-bunga yang indah harum
semerbak, serta suasana yang nyaman. Kemudian, ada juga Hausyus Sibb (Taman
Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di
taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan dua belas patung
singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut
keluar air yang memancar. Di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang indah,
yaitu, Ruangan Al-Hukmi (Baitul Hukmi), yakni ruangan pengadilan dengan
luas 15 m x 15 m, yang dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354); Ruangan Bani
Siraj (Baitul Bani Siraj), ruangan berbentuk bujur sangkar dengan luas
bangunan 6,25 m x 6,25 m yang dipenuhi dengan hiasan-hisan kaligrafi Arab;
Ruangan Bersiram (Hausy ar-Raihan), ruangan yang berukuran 36,6 m x 6,25
m yang terdapat pula al-birkah atau kolam pada posisi tengah yang lantainya
terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan kedalaman 1,5
m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari marmer; Ruangan Dua
Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang yang khusus untuk
dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar; Ruangan Sultan (Baitul
al-Mulk); dan masih banyak ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan Duta,
ruangan As-Safa', ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri
di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk.
[18] Muslim Spanyol saat itu menganut mazhab
Maliki dalam bidang fiqh. Tokohnya antara lain Ziyad Ibn Abd Al Rahman, Yahya
(qadhi di masa Hisyam Bin Ad Al Rahman) Abu Bakar bin Al Quthiyah, Munzir bin
Said Al Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal. (Badri Yatim, op. cit. 103).
Mazhab Maliki telah menjadi landasan formal tata hukum di Spanyol Islam
(Umayah) saat itu, menurut Al Jabiri karena dianggap telah menjadi oposan
terhadap madzhab Hanafiah yang lebih banyak berkembang di Timur (kekuasaan
Abbasiah), lebih jauh dapat dirujuk pada Al Jabiri Arab Islamic Philosophy: a Contemporary
Critique. (terj. Moch Nur Ichwan). Jogjakarta: Penerbit Islamika. 2003: 98.
[19] Beberapa tokoh Seniman yang
terkenal masa itu diantaranya Hasan Ibn Nafi (789-857) yang lebih dikenal
dengan julukan Ziryab. (A. Syalabi, op.
cit. 88)
[20] Ira M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam,
Jakarta: Rajawali Grafindo, 1999: 857. Lihat juga William Montgomery Watt. Titik
Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi. Jakarta: Gaya Media
Pratama. 1996: 3.
[21] Ziaudin Alvi, Muslim Educational Tought in
The Middle Age, Terj. Abudinata. Bandung: Angkasa, 2000: 16.
[22] Hitti, op. cit. 531.
[23] Ibnu
Bajjah—Avevanca--(1082-1138), ia dilahirkan di Saragosa dengan nama lengkapnya
Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh, ia adalah seorang yang cerdas sebagai
ahli matematika, fisika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan penyair dari
golongan Murabitin, selain hafal Al-Qur'an beliaupun piawai dalam bermain musik
gambus. Kepercayaanya terhadap Ibnu Bajjah dalam bermain politik semasa
kepemimpinan Abu Bakr Ibrahim ia diangkat menjadi Mentri di Saragosa.
Karangannya yang terkenal lainnya adalah an-Nafs (Jiwa) yang menguraikan
tentang keadaan jiwa yang terpengaruhi oleh filsafat Aristoles, Galenos,
al-Farabi, dan Ar-Razi. Dalam usia 56 tahun Ibnu Bajjah meninggal sebab
diracuni di Fez, dan hasil karyanya banyak
yang dimusnahkan, namun ajaran-ajarannya mempengaruhi para ilmuwan berikutnya
di tanah Andalusia.
[24] Nama
lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Abdul Malik ibn Muhammad ibn Muhammad
ibn Thufail al-Qisi, ia pernah menjabat sebagai Mentri dalam bidang Politik di
pemerintahan, dan juga pernah sebagai Gubernur untuk Wilayah Sabtah dan Tonjah
di Magribi. Sebagai ahli falsafah, Ibnu Thufail adalah guru dari Ibnu Rusyd (Averroes),
ia mengusai ilmu lainnya seperti ilmu hukum, pendidikan, dan kedokteran,
sehingga Thufail pernah menjadi sebagai dokter pribadi Abu Ya'kub Yusuf seorang
Amirul Muwahhidin. Ibnu Thufail atau di kenal pula dengan lidah Eropa sebagai Abubacer
menulis Roman Filasafat dalam literatur
abad pertengahan dengan nama Kitabnya "Hayy ibn Yaqzan", salah satu
buku sebagai warisan dari ahli filsafat Islam tempo dulu yang sampai kepada
kita, sedangkan sebagian karyanya hilang.Karyanya ini dinilai telah menginspirasi Daniel Defoe (Michael Scot ?)untuk menuliskan karya kenamaannya ‘Robinson
Crusoe’, meskipun secara eksplisit memang tidak ada persinggungan jalan
cerita, sebab Robinson di lukiskan bukan sebagai pribadi yang kosong (tanpa
pengenalan agama dasar) sebagaimana Hay bin Yaqzhan, namun pengalamannya di
pulau kosong dan pertemuannya dengan Mr. Friday dianggap sebagai bagian penting
untuk menjadikannya terdapat kemiripan spirit dengan karya Ibn Thufail
tersebut. Peny.
[25] Yatim, ibid.101-102. Ibn Rusyd (yang di Barat lebih
dikenal dengan Averoes) hidup pada masa Spanyol
Islam dalam kekuasaan Dinasti Al Muwahhiudn. Tahafut al tahafut
falasifah
ia susun untuk mengcounter pengaruh karangan Al Ghazali di Timur dalam Tahafut
al Falasifah, sementara itu al Kulliyat telah di terjemahkan ke
dunia Barat dengan Colliget dan dinilai lebih unggul dari Canon-nya
Ibn Sina di Timur. Sementara itu karyanya dalam mengomentari karya Aristoteles
di bagi tiga, yaitu Komentar Besar, Komentar Menengah dan Koentar Kecil (Paraphrase/talkhis).
Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah
fith-Thibb (Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid,
yang pernah di terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi
bernama Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan
nama "General Rules of Medicine" sebuah buku wajib di
universitas-universitas di Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah
(pengantar ilmu falsafah), Taslul, Kasyful Adillah, Tafsir Urjuza
(menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam), sedangkan dalam bidang musik
Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul "De Anima Aristotles"
(Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah berhasil
menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau dijuluki
sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya
Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari
buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina
(980-1037). Ibnu Rusyd seorang yang cerdas dan berfikiran kedepan sempat
dituduh sebagai orang Yahudi karena pemikiran-pemikirannya sehingga beliau di
asingkan ke Lucena dan sebagian karyanya dimusnahkan. Doktrin Averoism mampu
pengaruhi Yahudi dan Kristen, baik barat maupun timur, seperti halnya pengaruhi
Maimonides, Voltiare dan Jean Jaques Rousseau, maka boleh dikatakan bahwa
Eropah seharusnya berhutang budi pada Ibnu Rusyd.
[26] Ibnu Arabi dengan nama
lengkapnya Syekh Mukhyiddin Muhammad Ibnu 'Ali adalah salah seorang sahabat
dekat Ibnu Rusyd. Ia sering berkelana untuk thalabul 'ilmi (mencari
ilmu) dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti ke Maghribi, Cordova,
Mesir, Tunisa, Fez, Maroko, Jerussalem, Makkah, Hejaz, Allepo, Asia kecil, dan
Damaskus hingga wafatnya disana dan dimakamkan di Gunung Qasiyun.
[29] Mengenai toleransi ini dapat dilihat juga
catatan T.W. Arnold dalam The Preaching of Islam (terj. Nawawi Rambe)
1981. 122-129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar