Kamis, 13 Agustus 2009

POLA REKRUTMEN PENGELOLA MASJID

o

A. oleh Firman Nugraha

LATAR BELAKANG
Konsep pemberdayaan mesjid, salah satu penjelasannya adalah bagaimana cara memberdayakan para pengelola mesjid itu sendiri. Sebab, sebagai suatu institusi yang dikelola dengan melibatkan banyak hal maka mau tidak mau di dalamnya mesti berlaku prinsip-prinsip manajemen. Hal yang paling mendasar dalam konsep organisasi dan manajemen adalah manusia. Sumberdaya manusia merupakan motor penggerak segala konsep dan ide serta implementasi perwujudan ide tersebut dengan mendayagunakan segala potensi lain yang dimiliki. Sumberdaya manusia menjadi barometer kemajuan ataupun kemunduran suatu prestasi organisasi.

Jika demikian, maka tugas besar utama dalam rangka membina mesjid-mesjid yang berada di wilayah bina para pejabat pembina kemesjidan adalah membina para pengelola mesjid (Dewan Kemakmuran Mesjid [DKM], Badan Pemakmuran Mesjid [BPM]) atau istilah lain yang sejenis, agar mereka memiliki kesadaran disertai pengetahuan memadai untuk memakmurkan mesjid yang dikelolanya dengan memenuhi prinsip rekonstruksi fungsi mesjid dalam membina jemaah mesjid.

Mengapa pembinaan terhadap Sumberdaya Manusia (SDM) pengelola mesjid penting dilakukan. Sebagaimana diketahui bersama, umat Islam di Indonesia tersebar bukan hanya di perkotaan dengan segala karakteristiknya, melainkan juga di pedesaan dengan karakteristik yang khas dan berbeda pula. Implikasi dari keragaman konteks ini ialah beragam pula dalam konsep stratifikasi penamaan mesjid. Untuk kota-ota besar, mesjid utama yang ada biasanya dinamakan mesjid besar atau selevel mesjid raya. Sementara di daerah pedesaan atau pemukiman biasa mesjid lebih kenal dengan penyebutan mesjid jami. Selain itu mesjid pun telah bukan milik pengakuan suatu masyarakat yang menghuni suatu wilayah secara khusus lagi. Mesjid bahkan telah menjadi ikon sekaligus pelengkap suatu fasilitas umum seperti kampus, pasar, tempat wisata, perkantoran dan lainnya. Kondisi inipun dapat kita baca akan melahirkan berbagai implikasi logis beragamnya corak pengelola serta cara pengelolaannya terhadap mesjid.
Dengan dimilikinya wawasan dan pengetahuan teknis mengenai pembinaan SDM pengelola mesjid bagi para pejabat pembina mesjid diharapkan minimalnya terdapat keseragaman konsep umum dalam hal-hal yang paling prinsipil dalam pemakmuran mesjid. Seluruh SDM pengelola mesjid memiliki wawasan manajerial dan teknis mengenai tata kelola mesjid yang sesuai dengan kebutuhan umat serta sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku baik pemerintah maupun syar’iyah.
Dari serangkaian keterkaitan antar variabel di atas, proses penting yang pertama kali dalam pegelolaan SDM adalah pengadaan SDM itu sendiri dalam sebuah organisasi (Hasibuan, 2002: 27). Jika proses pengadaannya baik maka besar kemungkinan rangkaian-rangkaian berikutnya dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusiapun baik pula. Hal tersebut berkenaan dengan tujuan dari pengadaan SDM itu sendiri yaitu untuk memperoleh tenaga kerja yang baik dari segi jumlah maupun kualitasnya memenuhi kebutuhan organisasi, agar setiap kegiatan dapat terlaksana dengan baik (Mangkunegara, 2001: 2).
Dalam pandangan Islam, dapat dilihat dalam QS. Ar Ra’du: 11 tentang perubahan dalam masyarakat, yang pada prinsipnya terindikasikan dua perubahan. Yakni perubahan personal dan perubahan komunal (Shihab, 2000: 322-323).
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang terdapat pada (keadaan) suatu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka.
Dari ayat ini dapat diambil suatu esensi proses perubahan itu sendiri dalam sumberdaya manusia. Bahwa dalam perubahan yang bertahapan dan berkelanjutan itu mesti diawali dengan hal mendasar secara baik. Dalam hal ini ialah perubahan personal yang akan berimbas ke dalam perubahan komunal.
Inspirasi yang dapat diambil dari ayat ini diterapkan dalam proses penyiapan sumberdaya manusia, bahwa proses awalnya adalah pengadaan yang mesti dilakukan secara baik.
B.  
KONSEP DASAR SUMBERDAYA MANUSIA DAN POKOK-POKOK PENGADAANNYA
1. Konsep Sumberdaya manusia
Simanjuntak (1985: 1) menilai bahwa sumberdaya manusia (human resourch) memiliki dua pengertian. Pertama, sumberdaya manusia (SDM) mengandung pegertian usaha kerja atau jasa. Dalam pengertian ini SDM mencerminkan kualitas produktifitas seseorang dalam waktu tertentu baik barang maupun jasa. Kedua, SDM diartikan sebagai manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan produktif. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain orang dalam usia kerja tersebut dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tesebut dinamakan tenaga kerja (manpower).
Pengertian SDM sebagai tenaga kerja juga diungkapkan oleh Zainun (1994: 58). Secara singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (working age population). SDM sebagai kemampuan kerja manusia juga mirip dalam pengertian yang diberikan oleh Hasibuan (2002: 244) yaitu SDM merupakan perpaduan dari daya pikir dan kemampuan fisik, yang perilakunya dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan, sementara motivasi SDM untuk bekerja terpengaruhi oleh hasrat pemenuhan kebutuhannya.
Pengertian SDM tersebut mengandung dua hal. Pertama, aspek kuantitas dalam arti jumlah penduduk yang mampu bekerja. Dan kedua, aspek kualitas dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Pengertian di atas juga menegaskan bahwa SDM berperan penting dalam organisasi.
Sumberdaya manusia yang tersedia setiap tahunnya telah menimbulkan wacana yang setidaknya terbagi ke dalam dua hal, pertama adalah keuntungan yang akan diperoleh dari sumberdaya manusia tersebut. Kedua adalah masalah yang mungkin timbul dari sumberdaya manusia yang ada. Keuntungan yang dijanjikan dari sumberdaya manusia yang tersedia adalah keuntungan produktifitas baik dalam peningkatan jumlah karya atau penambahan dan temuan baru dalam karya-karya yang diciptakan.
Sementara itu masalah yang mungkin timbul dari sumberdaya manusia yang tersedia ialah kertika tidak adanya keberimbangan antara jumlah yang teredia dengan kemampuan berkarya. Sumberdaya manusia model ini merupakan beban masyarakat yang pada akhirnya berimbas ke dalam tumbuh dan berkembangnya tipikal masyarakat yang sakit.
Penawaran sumberdaya manusia ini terkait dengan sistem pendidikan yang berkembang di wilayah hukum di mana sumberdaya manusia itu ada. Sektor pendidikan dianggap menyediakan sumberdaya manusia yang berkualitas baik dalam pemikiran maupun dalam keterampilan dan keahlian. Saluran-saluran dari sumberdaya yang dihasilkan lembaga-lembaga pendidikan ini antara lain ke lembaga-lembaga pemerintah, swasta yang bergerak dalam bidang jasa maupun barang, atau dalam bidang profit centre atau cost centre. Adanya keanekaragaman saluran yang tersedia menjadikan penyediaan dan penawaran sumberdaya manusia juga mengalami penyesuaian sebagai upaya untuk memperolah kualitas yang diharapkan yang sesuai dengan bidang kerja yang tersedia.
Sumber keinginan dalam diri setiap manusia membentuk masyarakat yang dinamis. Dan sudah menjadi sifat dasarnya bahwa manusia dibekali dengan kuriositas yang tinggi untuk selalu mencoba dan berkarya. Kegiatan manusia dalam berkarya ini tidak hanya dilakukan secara individu melainkan juga dalam kelompok tertentu baik dalam pemerintahan maupun swasta yang terorganisisir. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan ini memerlukan penerjemah program yang akhirnya berwujud dalam pelaksanaan kerja untuk mencapai target tujuan yang telah ditetapkan.
Permintaan terhadap sumberdaya manusia ini tidak lantas berakhir dengan tersedianya jumlah yang diinginkan, namun juga berlanjut karena dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia selalu terjadi pasang surut dalam pengelolaan dan adanya karyawan yang masuk usia non produktif, tentu saja memerlukan pengganti yang tepat pula. Kaderisasi dan regenerasi ini merupakan bagian dari kebutuhan terhadap tersedianya sumberdaya manusia yang tepat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dirancang.
Penciptaan manusia yang dalam keadaan sempurna oleh Allah merupakan anugerah terbesar bagi manusia itu sendiri. Tetapi sekaligus juga merupakan tantangan bagaimana manusia memanfaatkannya dalam hal yang bernilai positif. hal ini dapat dilihat dalam QS. At Tiin [95]: 4-5.
Sesungguhnya kami telah menciptakan menusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat serendah-rendahnya.
Manusia telah dibekali dengan segenap potensi untuk melaksanakan segenap perintah Allah, dan karenanya harus memaksimalkan potensi yang diamantkan-Nya tersebut. Proses perolehan dan penjagaan kualitas sumberdaya manusia telah di amanatkan Allah dalam QS. Al Baqoroh: 168 yang mengindikasikan bahwa, kualitas fisik dan hidup manusia bermuara kepada apa yang dikonsumsinya. Dan karenanya manusia mesti memperhatikan kualitas makanannya selain memiliki nilai kesehatan yang tinggi, juga memenuhi standar kualifikasi halal. Sehingga dengan tidak tercampurnya unsur makanan tersebut dengan hal-hal yang merusakan diharapkan kualitas sumberdaya manusia yang tercipta hanya generasi unggulan belaka.
Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu megikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqoroh [2]: 168).
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakng mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (kesejahteraan) mereka. (QS. An Nisa [4]: 9)
Selanjutnya Al Quran menyatakan keunggulan sumberdaya manusia yang berkualitas meskipun sedikit jumlahnya dibandingkan sumberdaya manusia yang secara kuantitas amat banyak namun tidak memiliki keunggulan kualitas.
orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al baqoroh [2]: 249).
Atau secara lebih tegas lagi dalam QS. Al Anfal [8]: 65.
Wahai Nabi, kobarkanlah semangat para Mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang bersabar) diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Ayat-ayat tersebut menceritakan kemenangan orang beriman dalam perang-perang yang dipimpin rasul. Namun esensi dari ayat-ayat tersebut dapat diambil bahwa kualitas sumberdaya manusia merupakan hal penting dalam perolehan prestasi kerja.
Dalam Islam, kualitas sumberdaya manusia tersebut memiliki arti yang penting yaitu sebagai umat pembawa kabar gembira dan bertugas untuk menegakan amar maruf dan nahyi munkar. Tugas Dakwah ini adalah konsekuensi dari setiap orang beriman untuk turut memberikan cahaya keimanan kepada setiap manusia. Mengingat bahwa Islam pada prinsipnya mendatangi setiap umat manusia dibelahan dunia manapun.
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).
Pelaksanaan Dakwah ini, bercermin dari langkah-langkah pertama rasul dalam menyebarkan risalahnya, ketika pertama kali tiba dalam peristiwa hijrah ke Madinah, adalah mendirikan mesjid untuk menjadi sentra kegiatan orang-orang beriman.

Pokok-pokok Pengadaan Sumberdaya manusia
Dalam proses pengadaan terdapat prosedur yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan organisasi baik dari aspek jumlah maupun kualitas. Poin-poin dalam prosedur pengadaan SDM ini diantaranya analisis pekerjaan, rancangan pekerjaan, perencanaan SDM, analisis kebutuhan SDM, rekruitmen dan seleksi.
Analisis pekerjaan merupakan pengkajian atas pekerjaan dan pekerjanya. Pengkajian ini merupakan upaya untuk memperoleh informasi mengenai pekerjaan-pekerjaan, kualifikasi dan persyaratan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jadi dari analisis pekerjaan ini diperoleh suatu gambaran mengenai uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan ini secara khusus dipersiapkan oleh para ahli (atasan) langsung, pemegang jabatan untuk menentukan karakteristik SDM yang diperlukan, antara lain dari segi latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun keahlian dari pelatihan kejuruan (Hasibuan, 2002: 29).
Cascio (1995) dalam Panggabean (2002: 27) menjelaskan bahwa dengan adanya uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan ini, maka beberapa kegiatan lainnya dalam departemen SDM dapat dilakukan, diantaranya perencanaan, penarikan, dan seleksi. Perencanaan SDM merupakan suatu proses peninjauan ulang yang dilakukan secara sistematis tentang persyaratan SDM sebagai jaminan tersedianya jumlah tenaga kerja dan keterampilan kerja yang diperlukan. Penarikan SDM ialah menarik minat calon tenaga kerja yang berkualitas untuk turut bergabung dengan organisasi. Upaya yang dilakukan dapat melalui iklan atau pengumuman lainnya. Seleksi merupakan proses yang dimaksudkan untuk memilih calon tenaga kerja yang akan diterima. Tujuan dari seleksi ini untuk memperoleh tenaga kerja sesuai dengan pekerjaan yang tersedia.
Meskipun Panggabean hanya menyatakan tiga variabel tersebut di atas saja, namun sebenarnya dapat dikembangkan sedikitnya menjadi lima variabel yang harus dipertimbangkan dan menjadi bagian penting dalam proses pengadaan SDM (Mangkuprawira, 2003). Bahwa sesungguhnya setelah Manajemen dalam organisasi melakukan suatu analisa atas pekerjaan dan setelah didapatnya informasi mengenai uraian dan spesifikasi pekerjaan, langkah berikutnya ialah rancangan pekerjaan. Rancangan pekerjaan pada dasarnya merupakan pengembangan dari analisis pekerjaan. Sebagai upaya untuk memelihara konsiderasi antara SDM dengan teknologi yang diterapkan, juga merupakan upaya untuk memperbaiki efesiensi kerja SDM dan organisasi. Dari rancangan pekerjaan ini baru menginjak kepada perencanaan SDM. Perencanaan SDM dikembangkan lagi dengan analisis kebutuhan SDM. Analisis kebutuhan lebih dari sekedar perencanaan SDM, dalam analisis kebutuhan faktor internal dan eksternal organisasi menjadi pertimbangan sendiri. Dan barulah melangkah kepada prosedur selanjutnya yaitu penarikan dan seleksi.

ANALISIS PEKERJAAN
Pentingnya Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan merupakan proses penyelidikan yang sistematis untuk memperoleh informasi mengenai pekerjaan dan pekerjanya (Panggabean, 2002: 24). Sementara itu Mangkunegara (2001: 13) berpendapat dengan bersandarkan kepada pendapat Dale Yoder (1981: 210) bahwa analisis jabatan merupakan prosedur melalui fakta-fakta yang berhubungan dengan setiap jabatan yang diperoleh dan dicatat secara sistematis. Kemudian Mukaram dan Marwansyah (2000: 23) berpendapat sebagai berikut:
a. Proses pengumpulan informasi tentang jabatan/pekerjaan tertentu dan penentuan unsur-unsur pokok yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan tersebut.
b. Proses sistematis untuk menentukan keterampilan, tugas-tugas, dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu di dalam sebuah organisasi.
c. Prosedur yang sistematis untuk mengidentifikasi (1) tugas-tugas yang diperlukan dalam suatu jabatan dan (2) kondisi lingkungan (fisik dan sosial) tempat tugas-tugas dijalankan.
Selanjutnya Mukaram dan Marwansyah menyatakan bahwa dalam analisis pekerjaan ini terdapat dua informasi yakni deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.
Pengertian-pengertian yang di ungkapkan oleh para ahli tersebut menunjukan bahwa analisis pekerjaan merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi pekerjaan dan tugas-tugas yang terdapat dalam pekerjaan tersebut yang mesti dilakukan, serta keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh Hasibuan (2002: 28) bahwa analisis pekerjaan ialah menganalisis dan mendesain pekerjaan, apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan tersebut harus dilakukan.
2. Tujuan Analisis Pekerjaan
Mangkunegara (2001: 14) mengutip dari Dale Yoder (1981: 211) mengemukakan tujuan analisis pekerjaan sebagai berikut:
a. Untuk menentukan kualifikasi yang diperlukan pemegang jabatan.
b. Melengkapi bimbingan dalam seleksi dan penarikan pegawai.
c. Mengevaluasi kebutuhan pegawai untuk promosi atau pemindahan jabatan.
d. Menetapkan kebutuhan untuk program pelatihan.
e. Menentukan tingkat upah, gaji dan pemeliharaan administrasi atas upah dan gaji.
f. Mempertimbangkan keadilan dari jasa yang kurang puas terhadap pernyataan yang diberikan.
g. Menetapkan tanggungjawab, pertanggungjawaban dan autoritas.
h. Menetapkan tuntutan yang esensial dalam penetapan standar produksi.
i. Melengkapi clues untuk peningkatan metode dan penyederhanaan kerja.
Sementara itu Mukaram dan Marwansyah (2000: 24) dengan mengutip dari Mondy dan Noe (1990) menyatakan bahwa tujuan analisis pekerjaan ialah untuk menjawab serangkaian pertanyaan berikut:
a. Tugas-tugas fisik dan mental apa yang dijalankan pekerja?
b. Kapan pekerjaan tersebut mesti diselesaikan?
c. Di mana pekerjaan tersebut mesti dilakukan ?
d. Bagaimana pekerja melakukan pekerjaan itu?
e. Untuk apa pekerjaan itu dilakukan?
f. Persyaratan apa yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu?
Pendapat-pendapat tersebut sebenarnya tidaklah berseberangan, melainkan satu sama lain saling mengisi dan menguatkan, hanya nampaknya lebih sederhana yang disampaikan oleh Mondy dan Noe. Singkatnya tujuan dari analisis pekerjaan ialah untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut memang merupakan hal yang harus ada dalam organisasi tersebut dan sebagai jawaban untuk memperoleh kualifikasi jenis pekerja yang dibutuhkan serta cara penyelesaian pekerjaan tersebut secara efektif dan efesien.
3. Prosedur Analisis Pekerjaan
Hasibuan (2002: 30) mengungkapkan tujuh langkah dalam prosedur analisis pekerjaan ini, yaitu :
  • a. Menentukan penggunaan hasil analisis pekerjaan. Penganalisis harus mengetahui dengan jelas untuk apa hasil informasi analisis pekerjaannya.
  • b. Mengumpulkan informasi tentang latar belakang. penganalisis mengumpulkan dan mengkualifikasikan data, meninjau informasi latar belakang seperti bagan organisasi, bagan proses, dan uraian pekerjaan. Data yang terkumpul dikualifikasi, dianalisis, dan diaplikasikan untuk masa depan.
  • c. Menyeleksi muwakal jabatan yang dianalisis. yaitu penganalisis memilih beberapa muwakal jabatan untuk dianalisis.
  • d. Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan. Penganalisis mengadakan analisis pekerjaan secara aktual dengan menghimpun data tentang aktivitas, perilaku karyawan yang diperlukan, kondisi kerja dan syarat-syarat personil yang melaksanakan pekerjaan.
  • e. Meninjau informasi dengan fihak-fihak yang berkepentingan. Artinya analisis pekerjaan menyediakan informasi tentang hakikat dan fungsi pekerjaan yang sebelumnya telah di verifikasikan dengan pekerja yang melaksanakan pekerjaan tersebut serta atasan langsung karyawan bersangkutan.
  • f. Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.
  • g. Meramalkan/memperhitungkan perkembangan organisasi. Hal ini untuk memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan adanya perluasan pekerjaan di masa yang akan datang seiring dengan perkembangan organisasi.
Dengan analisis pekerjaan ini maka dapat diperoleh informasi tentang uraian pekerjaan, uraian jabatan, spesifikasi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan dalam organisasi tersebut.

RANCANGAN PEKERJAAN
1. Pengertian
Rancangan pekerjaan merupakan pengembangan dari analisis pekerjaan. Hal ini berhubungan dengan upaya merancang pekerjaan untuk memperbaiki efesiesi kerja SDM dan organisasi. Dengan demikian rancangan pekerjaan harus mampu merefleksikan konsiderasi teknologi dan manusia, serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi dan kinerja pekerjaan yang telah dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut (Mangkuprawira, 2003: 59). Sementara itu Siagian (1999: 92) menegaskan bahwa dalam rancangan pekerjaan ini terdapat tiga hal yang mesti diperhatikan yaitu:
a. Rancangan pekerjaan harus mencerminkan usaha pemenuhan tuntutan lingkungan organisasi dan perilaku terhadap pekerjaan yang dirancang tersebut.
b. Pertimbangan terhadap tiga tuntutan dalam poin pertama tersebut berarti upaya diarahkan pada pekerjaan yang produktif dan memberikan keputusan kepada pelakunya, meskipun disadari tingkat produktifitas setiap individu berbeda.
c. Tingkat produktifitas dan kepuasan para pelaksana harus mampu berperan sebagi umpan balik. Artinya rancangan pekerjaan yang baik mampu mendongkrak tingkat produktifitas SDM.
2. Unsur-unsur Rancangan Pekerjaan
Menurut Werther dan Davis (1996) yang dikutip oleh Mukaram dan Marwansyah (2000: 32) unsur-unsur rancangan pekerjaan meliputi aspek organisasi, lingkungan dan perilaku.
Unsur-unsur organisasi meliputi:
  • a. Pendekatan mekanistik, pendekatan ini diyakini oleh Siagian (1999: 93) sebagai pendekatan yang efektif untuk rancangan pekerjaan yang sifatnya spesialistik dan repetitif. Dengan pendekatan ini SDM dapat meningkatkan produktifitasnya semaksimal mungkin meskipun terbatas untuk jenis pekerjaan yang spesialistik.
  • b. Aliran kerja, yaitu berkenaan dengan jenis-jenis pekerjaan yang harus diselesaikan secara berantai.
  • c. Praktek-praktek kerja, yaitu beberapa kebiasaan dalam organisasi tersebut yang telah menjadi bagian objektif dalam organisasi. Jadi ketika Manajemen bermaksud untuk meningkatkan produkttifitas karyawan dengan mengadakan perubahan, maka seyogianya mereka diikutsertakan di dalamnya agar terjadi kesepahaman yang baru tentang tradisinya.
  • d. Ergonomika
Unsur-unsur lingkungan meliputi kemampuan dan ketersediaan karyawan, dan ekspektasi sosial dan budaya. Dan unsur-unsur perilaku meliputi:
a. Otonomi, yaitu pemupukan rasa tanggungjawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya.
b. Keragaman, hal ini untuk mengantisipasi rasa jenuh yang amat mungkin menyerang para karyawan.
c. Identitas tugas, hasil konkret pekerjaan yang telah diselesaikan oleh karyawan mampu meningkatkan gairah kerjanya dan semangatnya untuk terus berkreasi secara produktif.
d. Signifikansi pekerjaan, pentingnya pekerjaan ini berkaitan erat dengan identitas pekerjaan. Karyawan merasa bangga ketika ia menyadari bahwa hasil kerjanya berperan penting bagi organisasi.
e. Umpan balik, hal ini berkenaan dengan penyesuaian hasil pekerjaan dengan standar yang harus dicapai, yang akhirnya memacu produktifitas karyawan.
3. Teknik-teknik Rancangan Pekerjaan
Dalam rancangan pekerjaan biasanya terdapat pertanyaan yang mesti dijawab oleh pihak Manajemen, yaitu: “Dengan mempertimbangkan kemampuan SDM yang ada apakah pekerjaan tersebut terlalu rumit atau mudah?” Jika ternyata jawabannya terlalu rumit, maka mesti dilakukan penyederhanaan, namun jangan sampai menjadikan para karyawan menjadi cepat jenuh dengan kondisi yang demikian, maka diperlukan teknik-teknik rancangan pekerjaan sebagaimana diungkapkan oleh Werther dan Davis (1996) yang dikutip Mukaram dan Marwansyah (2000: 33) bahwa teknik rancangan pekerjaan sebagai berikut :
  • a. Job rotation/perputaran pekerjaan, proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain untuk memberikan keragaman pekerjaan dan memberikan peluang untuk mempelajari keterampilan baru.
  • b. Job enlargement, menambah tugas-tugas ke dalam suatu jabatan untuk meningkatkan siklus pekerjaan.
  • c. Job enrichment, menambah tanggungjawab otonomi dan kontrol atas suatu jabatan.
  • d. Leaderless work teams, tim bekerja tanpa pemimpin formal yang diangkat oleh perusahaan, yang mengambil keputusan bersama di antara mereka.
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Di dalam Manajemen Sumberdaya Manusia perencanaan merupakan faktor penting. Karena perencanaan pada dasarnya merupakan acuan proses manajerial dalam kegiatan-kegiatan organiasasi. Hasibuan (2002: 250) memandang perencanaan SDM untuk pemenuhan kebutuhan SDM dalam sebuah organisasi seefektif dan seefesien mungkin untuk terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Sementara itu Handoko (2000: 53) mendefinisikan perencanaan SDM sebagai berikut: “Perencanaan sumberdaya manusia merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut”.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pengertian ini terkandung empat hal yang saling bertautan yang membentuk sistem perencanaan SDM yang terpadu (integrated): persediaan SDM sekarang, peramalan (forecasts) suplai dan permintaan SDM, rencana-rencana untuk memperbesar tenaga kerja, dan berbagai prosedur pengawasan dan evaluasi untuk memberikan umpan balik pada sistem. Sederhananya sebagaimana yang diungkapkan oleh Mondy dan Noe dalam Marwansyah dan Mukaram (2000: 35) bahwa perencanaan SDM merupakan proses yang secara sistematis mengkaji keadaan SDM untuk memastikan bahwa jumlah pekerja dengan keterampilan yang tepat akan tersedia saat mereka dibutuhkan oleh organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas demi tercapainya tujuan.
Berdasarkan pengertian yang ungkapkan oleh Noe dan Mondy di atas maka manfaat dari perencanaan SDM ini ialah sebagai langkah awal untuk mengkaji kebutuhan-kebutuhan SDM yang tepat dalam organisasi agar tugas-tugas dalam organisasi dapat terselesaikan secara efektif dan efesien. Sementara itu Siagian (1999: 44-48) mengungkapkan bahwa sedikitnya terdapat enam manfaat perencanaan SDM yang mantap yaitu :
  • a. Organisasi dapat memaksimalkan potensi SDM yang sudah ada.
  • b. Produktivitas kerja dari tenaga kerja yang ada dapat ditingkatkan, dengan adanya penyesuaian-penyesuaian tertentu seperti peningkatan disiplin kerja maupun keterampilan.
  • c. Dapat menentukan kebutuhan SDM di masa yang akan datang baik segi jumlah maupun kualifikasinya.
  • d. Dapat megolah dan menangani informasi ketenagakerjaan.
  • e. Diperolehnya pemahaman yang tepat mengenai situasi pasar kerja, dalam arti permintaan pemakai tenaga kerja dari segi jumlah, jenis, kualifikasi serta lokasi dan jumlah pencari kerja beserta bidang keahlian, keterampilan, latar belakang profesi.
  • f. Sebagai dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani SDM dalam organisasi.
3. Prosedur Perencanaan SDM
Hasibuan (2002: 254) menetapkan enam prosedur dalam perencanaan SDM ini antara lain :
  • a. Menetapkan secara jelas standar kualifikasi jumlah dan kemampuan SDM yang dibutuhkan.
  • b. Mengumpulkan data dan informasi mengenai SDM.
  • c. Mengelompokan data dan informasi serta kemudian menganalisisnya.
  • d. Menetapkan beberapa alternatif.
  • e. Memilih yang terbaik dari alternatif yang ada.
  • f. Menginformasikan hasil analisis perencanaan kepada karyawan untuk direalisasikan.
ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA
1. Signifikansi Analisis Kebutuhan SDM
Kebutuhan organisasi terhadap SDM merupakan titik sentral dalam perencanaan SDM. Setiap organisasi dapat dipastikan melakukan hal ini meskipun sekecil atau sesederhana apapun sesuai dengan ukuran besar dan kecilnya organisasi tersebut. Hal yang menjadi pembeda ialah terletak pada metode atau teknik perkiraan yang digunakan, mulai dari sekedar intuitif sampai yang lebih kompleks. Demikian pula halnya dengan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam analisis kebutuhan SDM ini meliputi faktor internal dan eksternal. Dari pengertian ini maka dalam analisis kebutuhan lebih dari sekedar yang termaksud dalam perencanaan SDM yang berupaya untuk menyediakan SDM bagi organisasi secara tepat kualifikasinya dengan kebutuhan, melainkan juga mempertimbangkan dari mana SDM tersebut akan direkrut (Mangkuprawira, 2003: 83).
2. Manfaat Analisis Kebutuhan SDM
Mangkuprawira (2003: 84) kemudian menjelaskan manfaat dari analisis kebutuhan SDM ini, yang meliputi :
  • a. Optimalisasi sistem Manajemen Informasi terutama mengenai data karyawan.
  • b. Memanfaatkan SDM seoptimal mungkin.
  • c. Mengembangkan sistem perencanaan SDM dengan efesien dan efektif.
  • d. Mengkoordinasi fungsi-fungsi Manajemen SDM secara optimal.
  • e. Mampu membuat perkiraan kebutuhan SDM dengan lebih akurat dan cermat.
Dari sederet manfaat tersebut, Mangkuprawira (2003: 84) menilai analisis kebutuhan SDM menjadi sangat penting dalam perencanaan SDM. Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis kebutuhan SDM ini berimplikasi logis terhadap upaya mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan, perilaku SDM, dan dampak-dampak operasional organisasi. Sisi lain dari pentingnya analisis kebutuhan SDM ini tercerminkan dari arah organisasi dalam meningkatkan pendayagunaan SDM secara optimal baik segi jumlah maupun kualitas.
3. Faktor-faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Analisis Kebutuhan SDM
Sebagaimana terungkap di awal bahwa dalam analisis kebutuhan SDM ini mesti memperhatikan perubahan faktor eksternal dan internal. Kedua perubahan itu membawa implikasi terhadap penentuan jumlah dan kualitas SDM yang diperlukan oleh organisasi (Mangkuprawira, 2003: 84).
a. Faktor Eksternal
Bentuk-bentuk perubahan lingkungan eksternal meliputi :
1) Kondisi perekonomian makro
2) Hukum, politik, dan sosial
3) Ilmu pengetahuan dan teknologi
4) Pesaing
(Werther dan Davis, 1996, dalam Mukaram dan Marwansyah, 2000: 38)
b. Faktor Lingkungan Internal
Perubahan lingkungan internal meliputi:
1) Perubahan/pengembangan Organisasi
Perubahan kondisi organisasi ini berkaitan dengan investasi dan ekspansi garapan organisasi.
2) Perubahan Kondisi Karyawan
Perubahan karyawan ini berkenaan dengan perilaku karyawan, penguasaan teknologi kebutuhan karyawan, tingkat absensi, rotasi karyawan dan produktivitas kerja. (Mukaram dan Marwansyah, 2000: 38)

REKRUTMEN DAN SELEKSI
Rekrutmen dan seleksi merupakan tantangan tersendiri bagi departemen personalia untuk menyediakan SDM yang tepat bagi organisasi (Mangkuprawira, 2003: 95). Sesungguhnya rekrutmen dan seleksi memiliki kajian tersendiri, sebagaimana penilaian Siagian (1999: 102) bahwa secara konseptual langkah yang mengikuti rekrutmen sudah di luar rekrutmen itu sendiri, namun dalam pembahasannya dimasukan ke dalam satu sub bahasan mengingat keduanya memiliki hubungan yang koeksistensi. Rekrutmen dan seleksi ini merupakan proses lanjutan dari perencanaan SDM dan analisis kebutuhan SDM dalam pengadaan SDM bagi organisasi.
Rekrutmen diartikan sebagai proses atau tindakan yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai melalui tahapan yang mencakup identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan pegawai, menentukan kebutuhan pegawai, proses seleksi, penempatan dan orientasi pegawai (Mangkunegara, 2001: 33). Kemudian Marwansyah dan Mukaram (2000: 49) memberikan tiga definisi untuk rekrutmen yaitu:
  1. a. Proses menarik orang-orang atau pelamar yang mempunyai minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi atau jabatan tertentu.
  2. b. Proses mencari dan mendorong calon pekerja untuk melamar pekerjaan dalam organisasi.
c. Sementara itu Handoko (2000: 69) mendefinisikannya sebagai proses pencarian calon karyawan yang mampu untuk melamar sebagai karyawan. Proses ini dimulai ketika pelamar tersebut dicari, sampai akhirnya jika mereka berminat dan menyampaikan lamaran maka pencari memperoleh stok pelamar yang akan diseleksi untuk memperoleh karyawan yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
Dengan demikian rekrutmen dapat diartikan sebagai penarikan tenaga kerja untuk bergabung dengan organisasi, untuk menyelesaikan tugas-tugas agar tujuan organisasi tercapai. Proses penarikan ini dilakukan setelah melalui tahapan-tahapan yang dijelaskan dalam sub bahasan di awal, agar tenaga kerja yang direkrut sesuai dengan kebutuhan baik dari segi jumlah maupun kualifikasi keahliannya.
Melalui perencanaan SDM maka dapat diketahui kesenjangan antara kebutuhan SDM dan ketersediaan SDM saat ini. Sebelum melakukan penarikan tenaga kerja maka perlu juga mempertimbangkan jenis pekerjaan yang tersedia, apakah sifatnya permanen (jangka panjang) atau hanya temporal (jangka pendek) sehingga dengannya dapat diklasifikasikan jenis tenaga kerja yang kita butuhkan. Dalam rekrutmen terdapat dua sumber tenaga kerja yang kita butuhkan pertama dari lingkungan internal yakni karyawan yang sudah ada dioptimalkan daya kerjanya, atau dari lingkungan eksternal. Masing masing dari dua sumber ini memiliki kelebihan dan metode sendiri (Mangkunegara, 2001: 34).
Keunggulan termasuk kekurangan dari masing-masing metode ini dijelaskan oleh Mangkuprawira (2003: 96) sebagai berikut:
a. Rekrutmen Internal
1) Keunggulan
a) Karyawan telah familiar dengan organisasi.
b) Biaya rekrutmen dan pelatihan lebih murah.
c) Meningkatkan moral dan motivasi karyawan.
d) Peluang berhasil, karena penilaian kemampuan dan keahlian lebih tepat.
2) Kelemahan
a) Konflik politik promosi posisi.
b) Tidak berkembang.
c) Masalah moral tidak dipromosikan.
b. Rekrutmen Eksternal
1) Keunggulan
a) Memiliki gagasan dan pendekatan baru.
b) Bekerja mulai dengan lembaran bersih dan memperhatikan spesifikasi pengalaman.
c) Tingkat pengetahuan dan keahlian tidak tersedia dalam organisasi yang sekarang.
2) Kelemahan
a) Keterbatasan Keteraturan antara pegawai dan organisasi.
b) Moral dan komitmen karyawan rendah.
c) Periode penyesuaian yang lama.
3. Metode Penarikan (rekrutmen)
Adanya pekerjaan yang mesti diselesaikan dan belum tersedianya SDM yang tepat dalam organisasi, tidaklah secara otomatis akan ada pelamar untuk mengisi kekosongan tersebut, melainkan pihak Manajemen harus secara aktif menginformasikan hal tersebut untuk menarik pelamar (Ranupandojo dan Husnan, 1986: 38). Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa sumber rekrutmen terdiri dari lingkungan internal dan eksternal dan metode tersendiri, penjelasannya sebagai berikut:
a. Metode Rekrutmen Internal
Mukaram dan Maransyah (2000: 52) menjelaskan metode penarikan internal sebagai berikut
  •  Job positing dan job bidding
Job positing merupakan prosedur pemberian informasi kepada karyawan yang ada mengenai kekosongan suatu jabatan. Sedangkan job bidding merupakan teknik/mekanisme pemberian kesempatan kepada mereka untuk mengisi kekosongan tersebut.
  • 2) Referensi pegawai lama.
  • 3) Rencana suksesi/penggantian.
b. Metode Rekrutmen Eksternal
Mukaram dan Marwansyah (2000: 52) menjelaskan bahwa rekrutmen eksternal dilakukan bila organisasi :
1) Perlu mengisi jabatan-jabatan entry-level.
2) Memerlukan keahlian atau keterampilan yang belum dimiliki.
3) Memerlukan tenaga kerja dengan latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan ide-ide baru.
Ranupandojo dan Husnan (1096: 40-42) merumuskan beberapa langkah untuk merekrut tenaga eksternal, sebagai berikut:
Satu, Iklan. Iklan biasanya dipasang pada beberapa media yang secara mudah diakses oleh khalayak dengan mencantumkan spesifikasi pekerjaan dan calon tenaga kerja yang diperlukan, sehingga memungkinkan publik untuk memperoleh informasi tersebut secara cepat dan pihak pemasang iklan dimungkinkan memiliki stok calon pelamar. Handoko (2000: 75) menilai dalam rekrutmen dengan menggunakan metode iklan terdapat kecendrungan untuk lebih selektif. Hal ini dijelaskan sebagai berikut, pertama, perekrut dapat memilih jenis konsumen media yang digunakan dalam iklan, apakah kalangan tertentu atau lebih luas lagi. Kedua, dengan iklan memungkin telah terjadi seleksi awal bagi pelamar, dengan mencantumkan spesifikasi pekerjaan dan kriteria pelamar yang dibutuhkan. Media radio, televisi dan papan pengumuman jarang digunakan, mengingat biaya yang lebih mahal dan tingkat efektifitas dan efesiensi yang rendah.
Dua, Kantor Penempatan Kerja. Biasanya melalui DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja) yang secara resmi dibawah pemerintah, namun sebenarnya pihak swasta memiliki peluang yang sama untuk menjadi penyalur tenaga kerja dan menginformasikan pekerjaan (Mangkuprawira, 2003: 102).
Tiga, rekomendasi dari karyawan yang sudah ada. Dengan cara ini terdapat nilai positif yakni karyawan yang merekomendasikan berarti telah melakukan penyaringan dan uji kelayakan atas yang direkomendasikannya sehingga ia memilihnya untuk direkomendasikan, dan juga memungkinkan akan terjalin ikatan moral antara yang merekomendasikan dengan yang direkomedasikan. Kelemahannya ialah tidak setiap yang direkomedasikan memang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan organisasi.
Empat, Lembaga Pendidikan. Semakin kompleksnya tugas-tugas dan tanggungjawab dalam jabatan tertentu memaksa organisasi untuk menetapkan standar kualifikasi yang tinggi, dan karenanya biasanya mereka melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan tertentu yang dianggap mampu mensuplai tenaga kerja yang secara kualitas memenuhi syarat kebutuhan SDM.
Lima, lamaran yang datang secara kebetulan. Kadang-kadang ada pelamar yang memasukan surat lamaran pekerjaannya meskipun pihak Manajemen organisasi belum mengumumkan suatu kekosongan jabatan, dan jika mereka memenuhi kualifikasi kebutuhan biasanya diterima untuk menjadi bagian dari organisasi.
Enam, Nepotisme. Pemberian jabatan kepada keluarga terkadang terjadi, hal ini biasanya meneguhkan kekuatan clan di dalamnya. Namun demikian perlu memperhatikan tingkat kecakapan orang yang ditugasi untuk menyelasaikan pekerjaan yang tersedia disamping tersedianya pelamar dengan biaya yang lebih murah. Karena jika pihak perekrut hnya asal-asalan dalam penegertian hanya mementingkan kekuatan clan di dalamnya maka yang terjadi kemudian adalah bukannya tersedia tenaga pegawai yang baik tetapi sebaliknya.
Tujuh, Leasing. Dalam rangka penyesuaian dengan fluktuasi kebutuhan jangka pendek biasanya pihak Manajemen lebih tertarik untuk mempekerjakan tenaga kerja kontrak atau honorer.
Delapan, Serikat Buruh. Untuk negara yang sudah maju, cara ini banyak dilakukan.
4. Seleksi
Seleksi merupakan tahap final dalam upaya menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi baik segi jumlah maupun keahlian/keterampilan. Langkah ini dilakukan setelah Manajemen dalam organisasi berupaya merekrut beberapa pelamar untuk bergabung dengan organisasi.
Seleksi diartikan sebagai proses identifikasi dan pemilihan orang-orang –dari sekelompok pelamar—yang paling cocok untuk jabatan atau posisi tertentu (Mukaram dan Marwansyah, 2000 : 53). Atau menurut Handoko (2000: 85) seleksi merupakan serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak. Sementara itu Panggabean (2002: 33) berpendapat bahwa seleksi merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memutuskan pelamar atau calon karyawan mana yang harus diterima.
5. Teknik Seleksi
Beberapa teknik atau tahapan dalam seleksi dapat dijelaskan sebagaimana yang diuraikan oleh Mangkunegara (2001: 35-37) sebagai berikut:
a. Tes Pengetahuan Akademik
Tes akademik dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pengetahuan akademik calon pegawai. Materi tes biasanya berhubungan dengan latar belakang akademik dan bidang pekerjaan yang ditawarkan.
b. Tes Psikologis
Tes psikologis dilakukan untuk mengetahui dan mengungkap kemampuan potensial pelamar dan kemampuan nyatanya. Beberapa tes mengenai psikologis dapat berupa :
1) Tes Bakat
Tes bakat mengukur kemampuan potensi, bakat khusus seperti bakat ketangkasan mekanik, keampuan daya abstraksi, kemampuan berhitung, kemampuan daya perencanaan, kemampuan daya analisis, kemampuan sintesa dan kemampuan persepsi calon.
2) Tes Kecendrungan untuk Berprestasi
Tes ini mengukur keterampilan dan pengetahuan calon pegawai, juga mengukur kemampuan kerja baik oral maupun tertulis. Dangan tes ini maka penguji memiliki informasi mengenai tingkat kemampuan pelamar yang akan bermanfaat dalam meningkatkan potensi kerjanya.
3) Tes Minat Bidang Pekerjaan
Tes ini mengukur minat calon pegawai terhadap suatu jabatan atau bidang pekerjaan tertentu, melalui tes ini dapat diketahui apakah pilihan calon pegawai sesuai dengan minatnya atau tidak.
4) Tes Kepribadian
Tes ini mengukur kedewasaan emosi, kesukaan bergaul, tanggungjawab, penyesuaian diri, objektivitas diri, simptom ketakutan.
c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk menilai dapat diterimanya atau tidak pelamar. Pewawancara biasanya mencari jawaban atas dua pertanyaan umum. Dapatkah pelamar melakukan pekerjaan tersebut? Bagaimana kemampuan pelamar dengan pelamar-pelamar yang lain? Meskipun wawancara memiliki kelemahan di tingkat reliabilitas dan validitas, namun memiliki keunggulan pada sisi efektifitas dan fleksibilitas. Karena itu pula maka wawancara bersifat dua arah, pewawancara berusaha mempelajari pelamar, dan pelamar berusaha mempelajari bidang pekerjaan dalam organisasi tersebut (Handoko, 2000: 91-92).
PENUTUP
Demikian, penjelasan mengenai proses pengadan SDM pengelola suatu lembaga. Penjelasannya lebih bersifat teoritik. Namun karena itu pula sesungguhnye memberikan ruang penafsiran yang terbuka bagi sidang pembaca, untuk memilih dan menentukan sendiri model pengadaan SDM yang diperlukan untuk masing-masing mesjid yang dibina. Mengapa demikian, karena sekali lagi ditegaskan setiap lembaga memiliki karakteristik masing-masing. Demikian pula maesjid. Sebagaimana diketahui bersama mesjid memiliki beberapa level penyebutan berdasarkan wilayah dan lingkungannya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap karakteristik SDM yang diperlukan serta proses pengadaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin Nugroho, dkk. 2000. Akhlaq Qur’ani dalam Manajemen Sumber Daya Insani. Bandung: Panitia Musabaqoh Al Quran nasional IV TELKOM.
Buchari Zainun. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: CV Haji Masagung.
Departemen Agama RI. 1989. Al Quran dan terjemahnya. Semarang: Toha Putra.
Faruqi, Ismail. R dan Lamya. 1998. Atlas Budaya Islam (terjemahan dari The Cultural Atlas of Islam). Bandung: Mizan.
Harahap, Sopyan Syapri. 2001. Manajemen Mesjid. Yogyakarta: Dhana Bhakti Prima Yasa.
Hasibuan, Malayu SP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Husein Umar. 2003. Riset Sumberdaya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia.
Husnan S dan Ranupandojo H. 1986. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.
Komarudin Hidayat. 2003. Wahyu di Langit Wahyu di Bumi.Jakarta: Paramadina.
Marwansyah dan Mukaram. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung.
M.E. Ayub. 1996. Manajemen Mesjid Petunjuk Praktis Bagi Pengurus. Jakarta: Gema Insani Press.
Nana Rukmana. 2002. Masjid dan Dakwah. Jakarta: Al Mawardi Prima.
Nasution, Harun. 2000. Islam Rasional. Bandung: Mizan.
N. Imas Rosyanti. 2002. Esensi Al Quran. Bandung: Pustaka Setia.
Panggabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Shihab, M. Qurais, 2001. Wawasan Al Quran. Bandung: Mizan.
Siagian, Sondang P. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sidi Gazalba. 1994. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna.
Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi UI.
Sukmadjaja Asyarie dan Rosy Yusuf. 1984. Indeks Al Quran. Bandung: Penerbit Pustaka.
Supardi dan Teuku Amarudin. 2001. Manajemen Mesjid dalam Pembangunan: Optimalisasi Peran dan Fungsi Mesjid. Yogyakarta: UII Press.
Tb. Syafri Mangkuprawira. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
T. Hani Handoko. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Tidak ada komentar: